Jumat, 10 April 2015

Paskah : Moment Kebangkitan Pemuda Kristiani

ilustrasi

Umat Kristiani di seluruh dunia sudah merayakan Pekan Suci yang puncaknya pada perayaan Paskah, Minggu (5/4). Paskah adalah peristiwa yang diyakini umat Kristen seluruh dunia sebagai kebangkitan Kristus dari kematian.  Setelah disalib dan mati, pada hari yang ke-3 Kristus bangkit. Ia telah menang melawan kematian. Lalu apa yang bisa kita maknai dari perayaan paskah tahun ini sebagai pemuda kristiani?

Peristiwa Paskah membuktikan betapa Allah telah menunjukkan solidaritas yang luar biasa kepada manusia. Kemenangan melawan maut itu dilalui Yesus Kristus. Pada proses sengsara, Kristus setia tanpa rasa takut untuk hidup benar sekalipun kematian mengancam. Bahkan ketika apa yang dituduhkan tak terbukti, Ia rela menjalani kesengsaraannya sebagai sebuah tugas penyelamatan.  Itu semua dilakukan melalui tindakan penuh belas kasih. Tak ada tempat bagi kedengkian dan dendam.
Tahan menderita dengan tetap berpegang pada keadilan dan kasih dalam perjalanan untuk menggapai tujuan adalah sikap paling mulia untuk menghadapi persoalan bangsa dan dunia. Dunia masih digelayuti persoalan lama yakni peperangan seperti yang terjadi di Timur Tengah dan sebagian Afrika. Kekerasan berbentuk bom bunuh diri, penculikan dan pembunuhan massal semakin keji. Kemiskinan, wabah penyakit, dan bencana alam pun tak lekang menjadi ancaman. Hal serupa juga terjadi di Indonesia.

Kemiskinan dan ketidakadilan masih ada di depan mata. Perusakan lingkungan akibat tambang serta perdagangan orang menjadi hal lumrah di negeri ini. Tidak jarang sebagian saudara kita di dalam kesehariannya menahan lapar. Sebagian lagi diperlakukan tidak adil. Lahannya dirampas.Tempat mereka mencari makan tergusur oleh kepentingan modal besar. Mereka terasing di tanah sendiri, bahkan diperkarakan dan dihukum.

Kemiskinan dan ketimpangan sosial ekonomi membuat faham-faham radikal tumbuh subur. Harus disadari, menjalarnya faham-faham itu juga karena berkontribusi sebagian masyarakat yang eksklusif baik karena latar belakang etnis, agama, atau golongan. Eksklusivitas membuat kelekatan antaranak bangsa merenggang.

Masih banyak persoalan bangsa ini yang tak kalah penting yang menyangkut peradaban di masa mendatang. Sebagian dari generasi mendatang sudah terjerat narkotika dan obat terlarang. Ancaman ini tak bisa dilihat sebelah mata. Bahaya lainnya adalah mental koruptif yang menggejala. Ketika pencegahan serta pemberantasan korupsi tengah gencar dilakukan, justru muncul konflik antarinstitusi hukum pemberantas korupsi.

Olehnya momentum perayaan Paskah 2015, hendaknya menjadi momentum kebangkitan pemuda kristiani  untuk menjadi agen of peace di negri ini. Kiranya Paskah selalu membangkitkan pengharapan, kekuatan dan semangat bagi pemuda kristiani  untuk menjadi pembawa damai. Kristus yang bangkit, mengutus kita mewujudkan damai sejahtera. Seperti tercantum dalam Injil Yohanes 20:21 yang mengisahkan tentang Yesus yang bangkit menampakkan diri kepada murid-murid-Nya. Dalam  kehadiran-Nya yang tidak diduga para murid-Nya, Yesus berkata: "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu".

Kristus yang bangkit mengutus kita pemuda kristiani untuk mewujudkan damai sejahtera-Nya di tengah dunia, di manapun dan dalam situasi apapun Dia menempatkan kita. Sebagaimana saksi-saksi pertama dari kebangkitan Kristus diutus untuk mengabarkan berita sukacita kebangkitan-Nya, kita pun didorong untuk mewartakan kabar sukacita ini sekarang.  Kita dituntut untuk tidak tinggal diam, apatis, bisu dan tidak peduli terhadap apa yang terjadi di sekeliling kita.  Pemuda kristiani diutus untuk mewujudkan damai sejahtera melalui tindakan yang proaktif, kritis dan kreatif dalam mengimplementasikan nilai-nilai yang mengandung kemaslahatan bagi umat dan bangsa. Mewujudkan damai sejahtera berarti menghadirkan suasana kerajaan Allah dalam alam semesta. Injil Yohanes 20:21 menegaskan Injil yang holistik, yakni damai sejahtera yang utuh dan menyeluruh bagi semua ciptaan.

Dalam suasana syukur dan sukacita Paskah saya mengajak mengajak pemuda kristiani menjadikan perayaan Paskah sebagai momentum untuk ikut serta berperan positif, kritis dan kreatif dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia, untuk membawa damai sejahtera dengan mendukung penegakan kebenaran, hukum, dan sikap antikorupsi.

Dalam semangat Paskah, para pemuda kristiani hendaknya bersedia saling mengampuni, serta bergandengan tangan untuk mewujudkan kesatuan tubuh Kristus demi mewujudnyatakan damai sejahtera Allah bagi semua. Perayaan Paskah hendaknya menjadi momentum kreatif bagi seluruh pemuda kristiani untuk saling berdamai sebagai Keluarga Kristus. Perayaan Paskah hendaknya juga menjadi momentum pribadi untuk hidup dalam kemenangan. Kemenangan kita ada dalam Kristus, bukan karena usaha kita. Kemenangan bukan ditentukan berapa banyak kekayaan duniawi yang kita peroleh, melainkan pada penghayatan iman kita kepada Kristus yang bangkit.

Untuk mewujudkan semua itu, tentu ada harga yang harus dibayar. Perlu dan harus ada kesediaan untuk berkorban atau bahkan menjadi korban sebagaimana sikap Yesus; rela berkorban untuk perdamaian dan keselamatan dunia. Yang dapat dan perlu dikorbankan oleh siapa pun dalam berbagai kondisi permusuhan, konflik, kerusakan relasi dengan orang lain dan ketiadaan damai-sejahtera adalah “kedirian”-nya. Egoisme, pementingan dan kepentingan diri sendiri, pengutamaan status dan hak, harkat dan martabat serta kebanggaan dan keangkuhan adalah kedirian itu. Ini lalu digantikan oleh kerelaan untuk berkorban dan bahkan menjadi korban, kesabaran, kepasrahan serta melihat dan mengutamakan kepentingan orang lain, yang sebenarnya efeknya adalah juga sebagai kepentingan diri sendiri.

Dengan begitu, pemuda kristiani menjadi agen-agen rekonsiliasi, agen pendamaian dan perdamaian, agent of peace. Pemuda krstiani bukan menjadi orang yang gemar konflik, gemar rusuh, gemar berperang atau sebagai alat-alat kejahatan, agent of evil. Akan tetapi, seperti Yesus, kita menjadi anak-anak perdamaian dengan pahala kemenangan, kedamaian dan keselamatan abadi. Selamat Pesta Paskah 2015. (Igo Halimaking)

Share:

Rabu, 01 April 2015

DEMORALISASI PELAJAR, REFLEKSI KELEMAHAN PENDIDIKAN

ilustrasi/net

Rasa galau, risau, miris dan prihatin terus membalut nurani penulis beberapa hari terakhir. Kegalauan, kerisauan, rasa miris dan rasa prihatin tersebut, bukan datang secara tiba-tiba, bukan pula sekedar berpura-pura. Perasaan yang datang ketika penulis membaca berita di media online floresa.co yang memberitakan hasil survei dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dan lembaga non-profit OnTrack Media Indonesia (OTMI) merilis survei tentang perilaku seks remaja SMP dan SMA di beberapa kabupaten di NTT.

Betapa tidak, dalam survei ini ditemukan sebanyak 29,5 – 31,3 persen remaja NTT melakukan hubungan seks pranikah dan sekitar 60 persen di antaranya tanpa menggunakan alat pengaman. Yang lebih miris lagi, muncul fenomena bahwa siswa/i SMP dan SMA di NTT justru  bisa membuat film seks atau porno untuk kemudian dilombakan di antara mereka, ada juga siswa yang merasa  bangga jika berpacaran dengan tukang ojek atau sopir angkot.

Waoow, sebuah fenomena yang mengejutkan  dan tentunya menorehkan catatan hitam dalam perkembangan pendidikan di NTT. Fenomena ini, hemat penulis merupakan bagian dari demoralisasi di kalangan pelajar. Lalu apa faktor penyebab dan solusi dalam mengatasi perilaku pelajar tersebut?

Faktor  Penyebab
Dalam konteks persoalan ini, hemat penulis, ada beberapa faktor  penyebab diantaranya adalah Pertama, pengaruh media. Demoralisasi pelajar yang kian marak karena pengaruh media melalui tayangan-tayangan yang vulgar dan cenderung untuk lebih mengarahkan konsumennya ke arah pornografi dan pornoaksi. Tidak heran bila eksploitasi bentuk tubuh baik wanita maupun pria (terutama dari kalangan wanita) selalu menjadi ukuran dalam segala hal. Tidak sulit saat ini untuk mendapatkan gambar-gambar yang mempertontonkan bentuk tubuh lewat majalah  atau harian porno, menonton adegan-adegan kotor lewat VCD Porno, HP juga menjadi alat penyebar pornoaksi, penampilan iklan yang menunjukkan kemolekan tubuh. Pelayanan seks lewat telepon juga marak diiklankan dengan bebas dan amat vulgar. Itu semua menunjukkan bahwa pelajar saat ini telah dikelilingi oleh pornografi dan pornoaksi. Tidak heran pelajar pun ikut – ikutan meniru perilaku tersebut karena tidak bisa memiliki kemampuan filter yang baik.

Kedua, kelalaian sekolah. Pendidikan menurut M.J. Langeveld dalam Suyuthi (2005) adalah memberi pertolongan secara sadar dan segaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju kearah kedewasaan dalam arti dapat mandiri dan bertanggung jawab susila atas segala tindakan-tindakannya menurut pilihannya sendiri. Disini ada substansi utama yakni anak proses didik menjadi insan yang mandiri dan bertanggung jawab susila atas segala tindakannya. Pertanyaannya adalah bagaimana bila anak didik menyimpang dari susila dan bertindak menyimpang dari sikap terpuji yang diharapkan dalam pendidikan. Bila fenomena ini terjadi berarti ada indikasi kelemahan pendidikan dalam membentuk karakter perserta didik. Kondisi ini merupakan refleksi kelemahan pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik. Ini salah satu bukti kegagalan sekolah dalam membentuk moral anak didiknya.

Ketiga, lemahnya pengawasan orang tua.  Kehidupan seorang pelajar/remaja pada dasarnya masih berada di bawah naungan kedua orang tua. Lantas kenapa demoralisasi itu terjadi jika para remaja masih berada di bawah naungan orang tuanya? Penyebabnya adalah pengawasan orang tua yang lemah. Orang tua akan lebih merasa bangga dan percaya ketika melihat anaknya sudah beranjak remaja dan mulai bisa menyelesaikan masalah-masalah kecil yang dihadapinya, padahal seharusnya orang tua harus mengawasi kehidupan labil seorang anak remaja. Masalah lain adalah orang tua yang gagap teknologi. Orang tua tidak bisa mengawasinya karena mereka tidak tahu apa saja yang dilakukan oleh anak-anaknya dengan perkembangan teknologi yang ada. Selama ini orang tua sering memanjakan anaknya dengan Keperluan alat komunikasi, misalnya HP tanpa mempertimbangkan dampak negatif dari HP. Dalam kasus ini terbukti, HP digunakan untuk kegiatan negatif. Mereka memanfaatkan HP dengan fasilitas rekaman video untuk mengabadikan aksi bejatnya  untuk koleksi peribadi. Dengan HP pula mereka dengan mudah dan cepat menyebarkan rekaman video itu kepada siswa yang lainnya.

Keempat, minimnya mata pelajaran moral di sekolah.  Sisi lain penyebab demoralisasi pelajar adalah minimnya mata pelajaran moral di sekolah. Kurikulum yang berlaku saat ini lebih memperioritaskan pelajaran yang berorientasi pada lifeskill daripada pelajaran moral. Mata pelajaran yang didalamnya banyak pelajaran moralnya, alokasi waktunya lebih sedikit jika dibandingkan dengan pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematika, fisika, biologi, ekonomi. Akibatnya, para guru hanya mengajar dengan orientasi bagaimana siswanya nanti dapat lulus ujian nasional dan dapat menembuas dunia kerja tanpa mempedulikan moral siswanya.

Solusi
Fenomena demoralisasi di kalangan pelajar tampak semakin meluas. Guna mengeliminasi demoralisasi, pendidikan karakter sangat diperlukan untuk dikembangkan dan untuk kebaikan masyarakat dan bangsa di masa depan. Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education)  dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.

Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti. Olehya nilai-nilai pendidikan karakter seperti yang diungkapkan pencetus pendidikan karakter di Indonesia, Ratna Megawangi yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab, selayaknya diajarkan kepada anak dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.

Pendidikan karakter akan berhasil bila patronase (orang tua, guru, tokoh masyarakat/pejabat negara) dapat menjalankan peran dengan baik. Sebaliknya bila patronase tidak dapat menjalankan peran dengan baik, pendidikan karakter sulit berhasil. Lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan prasyarat untuk keberhasilan pendidikan karakter. Selain itu, langkah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, bersama OTMI menyusun sebuah program bernama “Mari Kita Bicara” yang didukung oleh Program MAMPU (Program kerjasama Pemerintah Indonesia dan Australia) dengan sasaran program pada siswa, guru dan orang tua, patut diapresiasi dan didukung. Kiranya program ini segera mungkin diterapkan disemua sekolah di NTT sebagai upaya meminimalisir demoralisasi pada kalangan pelajar.

Akhirnya pelajar bisa menjadi potensi yang sangat menjanjikan bila dibimbing dan diarahkan secara baik oleh keluarga, sekolah ataupun masyarakatnya (lingkungan). Sebaliknya bisa menjadi masalah besar (the big problem) sekaligus sebagai mesin pembunuh (The killer Machine) bagi kedamaian dan ketentraman masyarakat. Jika tidak dibimbing dan diarahkan secara baik.

(Igo Halimaking - Ketua OKP – Angkatan Muda Mahasiswa Pelajar  Asal Ile Ape – Lembata (AMMAPAI) – Kupang)

Share:
Flag Counter

Featured Post 3

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support