Sabtu, 29 Juli 2017

KABUPATEN LAIN IKUT ETMC, PEMERINTAHNYA URUS, KAMI PERSEBATA MAH BISA APA?


Liga 3 Turnamen Sepakbola El Tari Memorial Cup (ETMC) XXVIII tahun 2017 telah bergulir pasca dibuka secara resmi oleh Gubernur NTT, Frans Lebu Raya pada tanggal 22 Juli 2017 lalu di Stadion Marilonga, Kota Ende, Kabupaten Ende. ETMC ini akan digelar sampai pada tanggal 9 Agustus 2017 mendatang.

Pada ajang El Tari Memorial Cup (ETMC) 2017 ini hanya diikuti 19 kabupaten dari 22 kabupaten/ kota di NTT. Tiga kabupaten yang tidak ikut El Tari Cup yakni Timor Tengah Utara, Sabu Raijua dan Kabupaten Kupang.

Pertadingan turnamen sepakbola tertua dan menjadi ajang sepakbola paling bergengsi di NTT tersebut dilaksanakan malam hari karena Stadion Marilonga sudah dipasangi lampu penerangan pada area lapangan pertandingan. Perhelatan akbar Eltari Memorial Cup yang untuk tahun 2017 berpusat di Stadiun Marilonga Ende ini mendapat sambutan meriah dari seluruh warga NTT. Tak ketinggalan warga Lembata, gaung sepak bola ETMC itu bergema hingga ke pelosok desa.

18 kabupaten daari 19 Kabupaten yang berpartisipasi dalam turnaman ETMC 2017 ini datang dengan kepercayaan diri yang tinggi. Mereka datang dengan dukungan pemerintah daerah. Mereka datang dengan pelepasan adat bak prajurit yang dilepas menuju medan pertempuran. Dilepas menuju medan pertempuran dengan tabuhan gong dan rebana dan tiupan sangkakala. Setibanya di kota pancasila mereka diberikan tempat penginapan layak. Semua pelayanan istimewah ini karena mereka menjaga marwah dan martabat daerah mereka.

Itu mereka. Tapi jangan sekali – sekali kalian tanyakan perlakuan istimewah dari Pemda Lembata untuk tim Persebata yang berlaga di ETMC. Kami dari Lembata mah bisa apa? Kami berbeda dengan kabupaten lain. Kami, Persatuan Sepak Bola Lembata (Persebata) sebagai salah satu tim yang ikut berlaga di Stadiun Marilonga Ende ini berangkat hanya bermodalkan semangat pemain dan seluruh team pendukung.

Para pemain Persebata Lembata terpaksa tidur di lantai beralaskan kasur dan karpet di rumah warga. Kostum pake pinjam bro. Namun satu hal yang penulis kagum adalah semangat dari para pemain. Mereka tidak patah semangat dan tidak menyurutkan semangat bertanding mereka dalam ajang Liga 3 El Tari Memorial Cup 2017 di Kota Ende. Dengan segala keterbatasan yang ada justru memicu semangat mereka untuk memberikan yang terbaik bagi Kabupaten Lembata. Mereka mengubur dalam – dalam rasa malu dan sikap egois hanya untuk membawa nama baik Kabupaten Lembata, meskipun mereka diabaikan oleh Pemda Kabupaten Lembata.

Kita bersyukur bahwa masih banyak orang yang peduli terhadap tim Persebata, ketika Pemkab Lembata lagi buta dan tuli. Kita bersyukur paguyuban Lembata yang ada di Ende masih bersedia mengurus tim Persebata meskipun harus tidur di lantai dengan kondisi apa adanya. Kita bersyukur masih ada dukungan warga Lembata melalui gerakan koin peduli.

Lalu dimana pemerintahnya? Ow pemerintah kami lagi sibuk urus proyek karena ada feenya. Hitung – hitung bisa kembalikan biaya pemilukada barusan. Pemerintah kami lagi sibuk urus show ke pelosok – pelosok, pelesiran kemana – mana karena ada uang jalan. Hebatkan pemerintah kami? Pemerintah kami lagi sibuk urus otak-atik jabatan, persiapan mutasi terhadap lawan politiknya di pilkada lalu. Lembata le kau lawan?

Tetapi pemerintah kami hebat loh! Walau tak memperhatikan tim Persebata yang berlaga di ETMC, tetapi dimulut mereka bicara soal penggalian bakat olahraga khususnya sepak bola. Buktinya Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur bersama Wakil Bupati Thomas Ola Langoday sekarang mewajibkan semua kecamatan untuk menggelar Gala Desa. Gala desa ini dikhususkan untuk pertandingan sepak bola antar desa dalam kecamatan. Kegiatan Gala Desa ini dimaksudkan untuk menggali bakat olahraga khususnya sepak bola sekaligus sebagai wahana meningkatkan persaudaraan dan persatuan antar desa. Lalu kontribusi Pemkab terhadap kegiatan ini? Nol kaboak pembaca. Mereka membebankan segala pembiayaan liga desa ini ke pemerintah desa lewat alokasi dana desa.

Woow pemerintah kami hebat. Memanfaatkan pemerintah desa untuk menggolkan program mereka “Satu Lembata, Satu NTT, Satu Indonesia” yang salah satu itemnya soal penggalian bakat olahraga. Sangat miris dan kontradiktif ketika Bupati dan wakilnya mempunyai mimpi bahwa ke depannya Lembata harus memilki tim sepak bola yang kuat. Mimpi bahwa Lembata harus punya tim sepak bola tangguh yang minimal mampu bersaing di tingkat regional dan nasional tetapi wujud konkritnya tidak ada. Gerakan real untuk mewujudkan mimpi itu tidak ada. Sederhananya bisa dilihat ketika Pemkab tidak memberikan sumbangsih kepada tim Persebata yang berlaga di ETMC, ketika membebankan semua anggaran Gala Desa dari pemerintah desa, lalu wujud dukungan Pemkab dimana? Jangan sampai ini cuma khayalan. Ini membuktikan ketidakjujuran Pemkab. Sebab pemimpin yang tidak jujur bila beda yang diucapkan, beda pula yang dilakukan. Inilah yang terjadi di Lembata. Berbicara soal membangun tim sepak bola Lembata yang hebat namun sumbangsih dan dukungan dana pembinaan dari pemda tidak ada, lalu kapan mimpi itu terwujud?

Akhirnya, Maju terus PERSEBATA. Kalian telah membuktikan bahwa jiwa kalian seperti pemburu paus yang tak pernah takut akan badai dan gelombang. Jadilah pemburu sejati yang mampu menakulkan lawan – lawanmu dengan semangat sportifitas. Doa dan dukungan dari Masyarkat Lembata selalu menyertai kalian. Dan buat Pemkab Lembata, seluruh setuli-tulinya telinga kami, kami masyarakat Lembata, namun masih ada kedua bola mata kami untuk bisa melihat apa yang sesungguhnya terjadi pada kondisi tim Persebata yang berlaga di ETMC sehingga tergerak untuk membantu. Apalagi kamu di sana yang duduk di kursi empuk, menikmati fasilitas mewah, makan dan minum dari uang rakyat, tetapi tidak pernah peduli dengan kondisi masyarakat, tidak pernah peduli dengan anak tanah yang berjuang membawah nama daerah. Dimanakah hati nuranimu?
Share:

WAGUB NTT, BENY LITELNONI : REMAJA JAGA MORALITAS


Wakil Gubernur NTT, Beny Litelnoni ketika membuka kegiatan Raimuna Daerah VI Kwarda NTT di Desa Waijarang, Kecamatan Nubatukan, Kabupatten Lembata, Jumat, 28-7-17, mengingatkan kepada peserta Raida yang umumnya adalah Remaja, agar menjaga moralitas dan nilai-nilai yang positif.

"Indonesia saat ini dihadapkan dengan berbagai persoalan kelompok teroris dan radikal. Dinamika ini terjadi juga karena kuatnya pengaruh globalisasi yang mengakibatkan transformasi nilai positif dan negatif. Sebagai warga negara, saya ajak perserta Raida untuk menanamkan nilai-nilai moral dan dapat membedakan mana yang baik dan.mana yang bertentangan dengan Undang Undang", tegas Wagub Beny Litelnoni.

Wagub Beny mengatakan, tugas kita ke depan tidak mudah. Tapi, saya percaya, dalam kebersamaan kita bersama akan mampu.membenah seluruh aspek kehidupan menuju NTT sejahtera. Mari bersama sebagai penyelenggara negara, elite politik, penegak hukum dan kompinen masyarakat untuk mendukungnya.

"Para remaja harus.menyadari bahwa ke depan remaja adalah agen of change, agen of modernisation, dan agen of development. Sejak dini kalian harus komitmen dan sumbang ide kreatif untuk mendukung proses pembangunan demi kemajuan NTT," ungkapnya.

Wagub Beny juga menyampaikan terima kasih kepada Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur, Wabup, Thomas Ola Langoday dan jajaran Pemkab Lembata karena bersedia jadi tuan rumah Raida dan menyiapkan segala fasilitas untuk suksesnya Raida ini.

Sumber Berita & Foto : Akun Facebook Karel Burin
Share:

Rabu, 26 Juli 2017

MENANTI REGENERASI PARTAI BERINGIN DI NTT


Pak Tua sudahlah, Engkau sudah terlihat lelah, Pak Tua sudahlah, Kami mampu untuk bekerja (Kutipan lagu Pak Tua – Elpamas)

Lirik lagu Elpamas di atas pernah dianggap sebagai sindiran halus untuk Pak Harto yang masih mencalonkan dirinya untuk kesekian kalinya. Dan bahkan menurut kabar pernah di larang untuk disiarkan atau diputar di angkasa Indonesia. Karya dari Pitat Haeng, nama alias dari Iwan Fals ini berhasil menyedot animo masyarakat untuk kembali lagu menikmati lagu politik berbalut seni. Elpamas sekali lagi menjadi renungan kita semua, betapa umur dan kesehatan tidak bisa dipahami dengan keegoisan.

Dalam konteks Pilgub NTT, khususnya dalam tubuh partai Golkar, Lagu Elpamas di atas memberi pesan kepada pada Medah untuk mundur dan legowo memberikan kesempatan pada figure muda seperti Melki Laka Lena untuk maju dalam Pilgub kali ini.

Iya hari ini, kondisi Partai Golkar NTT tengah mengalami turbelensi yang agak kencang. Pasalnya DPP Partai Golkar tidak secara langsung menetapkan Medah sebagai calon tunggal untuk maju dalam Pilgub NTT ini tapi malah memerintahkan 8 kader terbaiknya untuk mempersiapkan diri untuk turut disurvei dalam menghadapi Pilgub NTT.

Sikap dari DPP Partai Golkar ini membuat Medah meradang. Ia mulai menyerang dan menuduh bahwa ada politik belah bambu yang diskenariokan oleh DPP Golkar untuk menghempas dirinya dan meloloskan Melki Laka Lena.

Bagi penulis, Medah seharusnya tidak melakukan sikap kekanak-kanakan seperti itu. Medah seharusnya refeleksi dan merenung mengapa DPP Partai Golkar tidak secara langsung menetapkan dirinya sebagai calon tunggal yang diusung partai Golkar tetapi harus melalui proses survei.

Sebenarnya sederhana saja jika kita menganalisis sikap dari DPP Partai Golkar ini. Pertama, Sikap dari DPP Golkar ini menunjukan bahwa DPP Golkar tidak mau kecolongan untuk ketiga kalinya dalam mengusung figure Medah dalam pentas Pilgub kali ini karena Medah sudah dua kali tumbang dalam pentas Pilgub NTT. Maka tidak salah kemudian DPP Golkar kemudian mengedepankan hasil survei ketimbang rekomendasi dari DPD Partai Golkar tingkat II/Kabupaten. DPP Golkar lagi mencoba menerapkan teori marketing politik yakni memoles dan menjual figur baru sebagai brand Golkar dalam Pilgub NTT. Karena memajukan lagi calon yang pernah kalah, hanya bisa dilakukan kalau sang calon memiliki peningkatan elektabilitas luar biasa. Kalau tidak ada peningkatan bahkan turun, sama saja membuang garam ke laut.

Kedua, DPP Golkar sebenarnya memberi pesan soal regenerasi. Sekjen DPP Partai Golkar, Idrus Marham sebagaimana dikutip dari kompas.com, mengatakan bahwa Golkar sangat menyadari regenerasi dan kaderisasi dalam tubuh partai sangat penting. Sudah saatnya anak muda yang bersih dan memiliki visi ditampilkan dalam sejarah bangsa. Maka tidak heran kemudian figure muda MelkI Laka Lena diikutsertakan dalam proses survei dari partai Golkar menuju Pilgub NTT. Sikap dari DPP Golkar ini juga memberi pesan kepada Medah untuk memberi kesempatan pada figur muda untuk tampil dalam hajatan Pilgub ini.

Jika Medah sadar dan bisa membaca pesan tersirat dari sikap DPP Partai Golkar ini, maka Medah harusnya mundur. Mundur dari panggung kontestasi Pilgub NTT kali tentunya bukanlah sebuah aib. Karena memang usia 73 tahun bukanlah sebuah momentum tepat untuk mengabdikan diri kepada nusa bangsa, atau provinsi ini. Karena secara teoritis, usia 60 tahun ke atas sudah tidak lagi produktif. Apalagi untuk berfikir kreatif, inovatif, dan berani melakukan perubahan mendasar yang drastis. Sedangkan usia di bawah 60 tahun sebaliknya. Jika dianalogikan figur Medah yang sudah berkepala tujuh (umur 73 tahun) ibarat dengan mobil tua. Sedangkan sosok Melki Laka Lena diibaratkan sebagai mobil baru atau setengah baru. Pemimpin tua ibarat mobil tua, dan pemimpin muda ibarat mobil baru atau setengah baru. Apabila keduanya beradu dalam sebuah balapan di jalan raya atau sirkuit, jelas akan kalah mobil tua dari mobil baru atau sentengah baru. Disamping itu, mobil tua membutuhkan biaya operasional atau perawatan yang jauh lebih tinggi, bila dibandingkan dengan mobil baru atau setengah baru. Mobil tua sering berkunjung ke bengkel atau ke luar masuk bengkel untuk mengganti onderdil atau turun mesin. Kalau onderdil yang dibutuhkan tersedia, maka baru bisa melanjutkan perjalanannya setelah diperbaiki dalam waktu beberapa hari. Tetapi kalau belum ada, mobil tua tidak bisa melanjutkan perjalanan, dan asyik menunggu onderdil pesanannya yang akan tiba seminggu lagi, bahkan lebih. Sementara mobil baru atau sentengah baru, dalam perjalanannya terus melaju, melanglang buana, menyeberangi lautan, bahkan mencapai tujuan dengan cepat. Kalau pun masuk bengkel, paling untuk servis ringan yang membutuhkan waktu tidak lama, setengah hari atau satu hari.

Oleh karena itu, dalam konteks pilgub NTT kali ini, Partai Golkar harus memberi kesempatan kepada mobil baru atau setengah baru (Melki Laka Lena) yang siap tancap gas, berlari jauh dan gesit menjawab dan menerjang hambatan-hambatan di jalanan. Jangan sampai masyarakat (rakyat) dalam Pemilu atau Pemilukada diberi mobil tua yang mogok terus di tengah jalan, lantaran memang sudah tua. Seperti kata Iwan Fals dalam sebuah lagunya, “pak tua, sudahlah”. Orang tua mesti tahu diri, berilah kesempatan kaum muda.

Dari analogi di atas seharusnya Pak Medah sadar dan tahu diri. Toh telah puluhan tahun Pa Medah telah berkuasa. Mulai dari camat, bupati Kabupaten Kupang 2 periode, menjadi anggota sekalian merangkap sebagai ketua DPRD NTT dan hingga kini menjadi DPD RI, bahkan 2 kali bertarung dalam pilgub NTT. Apa belum puas? Bukan karena figur muda takut bersaing dengan opa, tapi karena rasa sayang mereka terhadap opa. Mereka tidak mau opa dipermalukan lagi ketika kalah untuk ketiga kalinya, mereka tidak tidak mau opa dihujat dan dicaci-maki dalam panggung pilgub NTT.

Berikan saja pintu Golkar kepada Melki Laka Lena sebagai kendaraan politik untuk bertarung dalam hajatan pilgub NTT kali ini. Barangkali lebih menjual dan menyelamatkan wajah partai Golkar dalam panggung Pilgub NTT yang saban tahun sudah terkapar berkali – kali. Toh secara kapasitas dan kemampuan Melki Laka Lena tiddak diragukan lagi. Dalam kapasitas non pejabat publik, Melki Laka Lena telah berbuat untuk NTT dan untuk bangsa ini. Antara lain membawa SMF Kupang juara debat antar siswa SMU di Unika Widya Mandira Kupang dan juara bola voli FIA Cup Undana, pameran dan festival kebudayaan NTT di Jogja, bersama Franky Sahilatua – Garin Nugroho dan penggiat lainnya berjuang kembalikan dasar negara Pancasila sebagai komitmen kebangsaan dengan berkampanye Pancasila ke seluruh Indonesia sejak 2005, membawa kontingen FKTI NTT (karate) juara 2 nasional di kejurnas di Surabaya, ikut membidangi kelahiran Ormas Nasional Demokrat, membantu banyak pemimpin nasional dan daerah membangun negeri tercinta antara lain Purnomo Yusgiantoro, Surya Paloh, Sri Sultan HB X, Setya Novanto dan yang lainnya. Kedekatan Melki Laka Lena dengan para petinggi di tingkat pusat hanya sebatas hubungan sosial politik tanpa ada embel- embel bisnis apapun. Selain itu sejak 9/4/2017, Melki Laka Lena melakukan konsolidasi gagasan dan orang orang baik se NTT melalui Sayembara Ayo Bangun NTT di 22 kabupaten/kota yang bertujuan untuk konsolidasi pikiran-pikiran baik dan orang baik yang selama ini dilupakan, ditinggalkan, orang-orang yang tidak dianggap tetapi memiliki dedikasi dan pengabdian terhadap daerah ini serta menjadi inspirasi dan teladan bagi semua orang. Kini Melki Laka Lena tampil dalam hajatan Pilgub NTT 2018 dengan panji perjuangan mendengar, berpikir, berbicara dan berkarya bersama semua pihak serta mengusung tagline Ayo Bangun NTT dari titik tersulit. Jika dilihat maka Melki telah berbuat banyak untuk NTT dan bangsa ini. Patut diakui bahwa dalam kapasitas non pejabat publik saja Melki telah berbuat untuk NTT dan untuk bangsa ini, apalagi kalau diberi kesempatan untuk memimpin NTT.

Sehingga hemat penulis, Medah harus legowo dan memberi kesempatan kesempatan kepada yang muda (Melki Laka Lena) untuk maju sebagai calon gubernur NTT dari partai Golkar. Medah harusnya bisa meneladani sesepuh Golkar di NTT, Daniel Woda Pale yang pada Pilgub NTT Periode 2003-2008 yang karena alasan regenerasi memilih mundur dan memberikan kesempatan kepada kader muda Golkar NTT waktu itu, Eston Foenay sebagai calon Gubernur NTT Periode 2003-2008. Padahal saat itu ia sendiri menjabat ketua umum DPD I Partai Golkar NTT sekaligus Ketua DPRD NTT.

Pak Medah hendaknya meniru sikap elegan Daniel Woda Pale waktu itu yang meletakkan nilai-nilai politik soal regenerasi. Jika pa Medah secara legowo memberikan kesempatan figure muda untuk maju dalam kontestasi Pilgub kali ini, maka Publik NTT akan angkat topi buat pa Medah. Medah pasti akan dikenang sebagai guru politik, pembina politik dan pasti menjadi tempat bertanya dan konsultasi politik bagi politisi – politisi muda. Namun jika sebaliknya, maka jangan salahkan ketika suatu saat nanti nama Medah hilang tak bebekas sebagai politisi senior dan ketokohannya menguap begitu saja. Akan menjadi akhir yang baik bagi opa kalau meletakkan obor perjuangan dan memberikan kepada yang muda. Jauh lebih baik menjadi kakek yang meluangkan waktunya untuk membaca dongeng untuk cucu-cucu bahkan cicit. Akhirnya, pohon – pohon beringin yang rindang harusnya dipangkas, biar tumbuh tunas-tunas baru.

Penulis : Lusia L. Ruing (Alumnus STIKES CHMK)
Share:

Selasa, 18 Juli 2017

KETIKA TIM MEDAH MENYERANG MELKI LEWAT KASUS NOVANTO

Turbelensi politik di partai Golkar kian menjadi – jadi. Beberapa waktu lalu, Ketua DPD I Partai Golkar NTT, Ibrahim Agustinus Medah melancarkan strategi serangan ganda. Tanpa tedeng aling – aling, politisi lanjut usia ini “menembak” Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar di Jakarta dan Melki Laka Lena. Entah apa pertimbangan Medah, tetapi serangan Medah berdampak luas. Selain terjadi turbelensi politik di internal partai Golkar, pernyataan Medah juga seolah menunjukan sikap ketidakdewasaan dalam berpolitik dan berbanding terbalik dengan pengakuannya sebagai politisi senior (baca:lanjut usia).

Senin, 17 Juli 2017, pasca Ketua KPK Agus Rahardjo dalam jumpa pers di Gedung KPK, mengumumkan Ketua DPR Setya Novanto menjadi tersangka kasus dugaan korupsi E-KTP, serangan masif kembali dilakukan tim Medah terhadap Melki Laka Lena di media sosial. Tim Medah memanfaatkan status Novanto yang menjadi tersangka KPK sebagai senjata untuk menyerang Melki karena selama ini Melki dianggap sebagai batu sandungan Medah dalam memperoleh SK dari DPP Golkar untuk maju dalam Pilgub NTT 2018.
Akun facebook yang melakukan fitnah terhadap Melki Laka Lena di medsos
Tuduhan penulis ini bukan tanpa alasan. Simak saja di kronologi/profi facebook orang yang menyerang, menuduh dan memposting status di facebook bahwa Melki Laka Lena menerima aliran uang dari Novanto. Ternyata semuanya adalah tim dan orang dekat Medah. Tentunya sangat disayangkan sikap dan perilaku black campaign yang digunakan tim Medah ini. Mereka sedang mencederai proses demokrasi di NTT. Tentunya masyarakat NTT tidak bodoh dan tidak buta bahwa isu ini dimainkan oleh siapa dan untuk mencederai siapa. Tim Medah ternyata tidak cerdas memainkan isu ini. Karena bagaimanapun juga Medah adalah ketua DPD dan ketika memainkan isu ini ibarat menepuk air di dulang terpercik muka sendiri. Seharusnya jika mengaku politisi senior Medah harusnya mampu mengarahkan timnya untuk berdemokrasi secara sehat. Berikan pendidikan yang baik untuk masyarakat bukan malah melakukan fitnah dan serangan terhadap figur tertentu. Publik NTT akhirnya menjadi ragu akan niat dan tujuan Medah maju menjadi Gubernur NTT jika hari ini sudah dimulai dengan black campaign. Jangan – jangan sebentar lagi isu SARA akan dimainkan. Miris bukan?
Akun facebok yang melakukan fitnah dan black campaign terhadap Melki Laka di medsos
Melki Laka Lena sudah mewanti – wanti black campaign atau fitnah dan anggapan yang dituduhkan kepadanya oleh lawan lawan politik dan berbagai pihak karena dianggap dekat dengan Novanto. Namun Melki Laka Lena memastikan kepada seluruh masyarakat NTTdan seluruh relawan Meki Laka Lena se NTT bahwa selama ini ia membantu para tokoh politik nasional, Ia bisa menempatkan diri dengan baik untuk benar - benar fokus hanya pada urusan sosial politik dan tanpa emebl – embel yang lain. Melki Laka Lena telah menegaskan bahwa sejauh ini, selama dalam proses sosialisasi diri menuju Pilgub NTT dan kegiatan Sayembara Ayo Bangun, Ia masih berjalan dengan kekuatan sendiri plus keluarga dibantu orang – orang muda di NTT.

Publik NTT dan tim Medah harus sadar bahwa ketika Melki Laka Lena berbicara di televisi atau berkomentar soal kasus Novanto, bukan karena ia melindungi atau membela Novanto, tetapi Ia berbicara dalam kapasitasnya sebagai Wasekjen DPP PG yang juga ditugaskan sebagai juru bicara Partai Golkar. Tentunya sebagai juru bicara maka Melki Laka Lena akan sering tampil di media untuk menyampaikan kebijakan DPP PG tentang berbagai hal termasuk kebijakan Partai Golkar terkait mencari solusi bagi Partai Golkar juga posisi Pak Novanto sebagai Ketua DPR RI agar mendapat jalan keluar terbaik. Soal hukum Pak Novanto, menurut Melki Laka Lena, akan dihadapi secara baik bersama penasehat hukumnya sesuai dengan proses yang terjadi di KPK. Dan menurut Melki Laka Lena sejak awal DPP PG sudah mendorong agar proses hukum E KTP dilakukan secara baik sesuai aturan yang berlaku dan Ketum DPP PG serta semua pihak terkait dari Partai Golkar mengikuti proses hukum ini dengan baik. Dengan demikian tuduhan yang dilancarkan oleh tim Medah bahwa Melki membela atau menerima aliran uang dari Novanto di medsos adalah fitnah dan black campaign dan salah satu bentuk penyesatan publik.

Tirulah Gaya Berpolitik Melki Laka Lena

Penulis sangat mengapresiasi dengan sikap dari Melki Laka Lena yang tetap cool calm confidence ketika menghadapi serangan dari lawan politik yang lain maupun dari tim Medah. Strategi “doblle attack” dan tembakan rudal fitnah dan isu yang dilancarkan padanya pun tak direspon oleh Melki. Ia tetap kalem dan menunjukan kedewasaan dalam berpolitik. Ia bahkan dengan tenang mengajak seluruh relawan di NTT untuk tetap tenang dan fokus pada upaya penggalangan dalam menghadapi survey Pilgub NTT. Ia mengajak seluruh timnya untuk menghadapi semua isu dan fitnah dengan tetap fokus bekerja menggalang dukungan rakyat NTT dengan tenang cerdas sehat dan rasional.

Melki dengan panji perjuangannya, Mendengar, Berpikir, Berbicara Dan Berkarya Bersama Semua Pihak dan Ayo Bangun NTT Dari Titik Tersulit, sedang berusaha menawarkan sebuah model politik baru, yaitu politik santun dan menggembirakan bagi semua orang. Melki berkomitmen untuk tidak meladeni gaya politik kasar dan destruktif. Disetiap kesempatan bertemu para relawan, Melki selalu menegaskan kepada seluruh relawan untuk tetap mengedepankan cara – cara santun dan bermartabat. Melki selalu mengajak untuk menjaga moralitas dan nilai – nilai luhur orang NTT. Sikap dari Melki ini hanya mau menegaskan bahwa semua orang dari pulau Sumba, Rote, Flores, Sabu, Alor, Lembata dan Flores adalah saudara karena kita dilahirkan dari rahim yang satu dan sama yaitu NTT.

Sebagai orang muda, Melki telah menunjukan bagaimana berdemokrasi secara sehat. Melki telah mengajak semua orang untuk bagaimana berpolitik secara sehat, rasional, cerdas dan energik. Karena esensi dari demokrasi adalah bagaimana memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Memastikan rakyat untuk terlibat dalam pilgub NTT kali ini dengan penuh rasa gembira, tanpa ada pemaksaan kehendak dan intimidasi dan tanpa ada fitnah/black campaign. Wahai para politisi yang mengaku senior, belajarlah dari orang muda, Melki Laka Lena tentang bagaimana berpolitik yang santun.
Share:

Sabtu, 15 Juli 2017

Ini Dia Panji Perjuangan Dari Melki Laka Lena

Mendengar, berpikir, berbicara dan berkarya bersama semua pihak. Ayo Bangun NTT dari titik tersulit. Demikian panji perjuangan yang di kumandangkan calon gubernur NTT dari partai Golkar, Emanuel Melkiades Laka Lena atau Melki Laka Lena. Meski harus menempuh perjalanan jauh dalam jarak yang ratusan kilo meter lewat laut, udara dan darat, figur muda energik ini tidak merasa lelah, demi bertemu masyarakat. Melki mengaku enjoi dengan padatnya agenda kerja saat ini. Sebab, ia sedang berusaha menawarkan sebuah model politik baru, yaitu politik santun dan menggembirakan bagi semua orang.

Bagi sosok muda yang memiliki banyak sekali ide kreatif ini, mendatangi wilayah-wilayah tersulit di NTT untuk melihat potensi dan peluang yang ada pada masyarakat, guna memastikan bahwa dirinya kelak akan mulai menggebrak pembangunan dari titik tersulit di semua wilayah NTT, adalah sebuah pekerjaan yang menggembirakan. Strategi ini diyakini Ketua Yayasan Tunas Muda Indonesia ini, akan mendorong percepatan pembangunan di NTT secara maksimal. Karena pada waktunya nanti, tidak akan ada lagi warga yang menolak untuk berubah. Kemajuan pembangunan di wilayah-wilayah tersulit akan menjadi pemicu semangat perubahan di seluruh wilayah NTT.

Saat menyelesaikan perjalanan mengelilingi wilayah Timor untuk kesekian kalinya, Melki mengunggah foto dan hasil permenungannya selama dalam perjalanan ke media sosial facebook miliknya. Di sana Melki menggambarkan bagaimana ia harus berjibaku dengan waktu. Isi laporan perjalanannya saat itu adalah, “Balik Jakarta dari NTT hanya sehari pas lebaran hari pertama. Langsung Silaturahmi ke keluarga dan tetangga rumah lanjut ke berbagai pimpinan parpol antara lain rumah bang Novanto, Ketum DPP Partai Golkar. Ada juga Bang Idrus bang Marhan, plus Pimpinan DPP PG lainnya. Lanjut ke kantor DPP Partai Nasdem, silaturahmi ke Bang Surya Paloh Ketum DPP Paratai Nasdem. Ada juga Bang Viktor Laiskodat, Bang Enggartiasto, dll. Banyak hal yang di bahas terkait sikon nasional dan berbagai daerah termasuk NTT,” tulis Melki. Calon Gubernur partai Golkar ini hanya sehari di Jakarta karena dini hari keesokan harinya langsung terbang ke Kupang. Di Kupang, Melki langsung via perjalanan darat ke Soe- TTS. Di sana, ia harus hadir untuk menutup acara Jambore Pemuda dan Anak-anak Gereja Adven yang di hadiri lebih dari 2.000 Peserta dari Negara Timor Leste, Jatim, Kaltim dan peserta terbanyak dari seluruh NTT. Melki mengucap terima kasih atas kepercayaan menutup acara positif tersebut. Bagi dia mempersiapkan anak-anak untuk membangun karakter dan kerohanian sekaligus adalah hal yang luar biasa baik. Setelah dua kegiatan besar tersebut, Melki melanjutkan perjalanan untuk mengikuti upacara adat dan pesta pernikahan di Malaka. Di sana, dirinya didapuk memberi sambutan mewakili keluarga Ende dan Malaka. Usai acara tesebut, Melki menempuh lagi perjalanan darat kembali dari Malaka. Saat itu, ia memilih menggunakan jalur selatan pulau Timor. Bagi Melki, sungguh luar biasa. Bentangan alam dan potensi pariwisatanya sungguh mempesona. Infrastruktur jalan yang sedang dibenahi dan kemampuan Pemda juga pihak swasta serta masyarakat dalam memanfaatkan potensi alam dan pariwisata diyakini Melki akan menjadi penentu tumbuh kembangnya ekonomi kerakyatan di jalur selatan pulau Timor ini.

Masih di pulau Timor, meski dalam keadan lelah pada malam harinya, Melki dan tim relawan langsung ke desa Fatukanutu untuk menutup acara bola volly dalam rangka ultah desa ke-49. Melki merasa bersyukur atas kunjungannya ke desa-desa sekitarnya di Kabupaten Kupang.

Semangat berkeliling NTT untuk menjangkau wilayah-wilayah tersulit tidak hanya dilakukan di daratan Timor. Melki dan tim relawan Melki Laka Lena (MLL) juga bersafari ke daratan pulau Sumba dan pulau Flores. Melki yang terlihat beberapa kali harus berestafet dari satu kampung ke kampung yang lainnya dengan menumpang motor ojek, mengaku gembira bisa bertemu para relawan dan masyarakat. Ketua Yayasan Tunas Muda Indonesia ini penuh dengan kegembiraan melukiskan perjalanannya bersama para Relawan Melki Laka Lena (MLL) sebagai sebuah perjalanan yang sarat makna. Bagi Melki, safari politik yang ia lakukan telah mengajarkan kepadanya bagaimana pentingnya bersahabat dengan alam. Sebab, topografi NTT yang demikian sulit, membutuhkan ketahanan fisik dan adaptasi yang terus menerus dengan keadaan di lapangan. “Keliling daratan sumbah-Timor dan Flore plus Kabupaten kepulauan Rote Sabu Alor dan Lembata harus dijalani dengan hati dan pikiran riang gembira. Inilah obat mujarab walau kondisi lapangan sering membuat kami harus selalu lakukan penyesuaian. Topografi NTT yang sulit butuh kemampuan dan adaptasi siapa saja untuk bersahabat dengan alam sekitar sehingga bisa kembangkan NTT dengan baik, riang dan gembira,” tulis Melki mengawali catatan perjalanannya dalam akun facebooknya saat berkeliling Sumba dan Flores. Melki berkisah, pada minggu sebelumnya, ia besama tim relawan langsung berkunjung ke dermaga Waokelo di SBD (Sumba Barat Daya). Setelah itu, saat masih di Sumba, ia sekaligus melakukan pertemuan dengan puluhan relawan MLL se-daratan Sumba, di Tambolaka. Usai pertemuan tersebut, dirinya lalu balik Kupang dan lanjut berkeliling ke empat (4) kecamatan pinggiran di Kabupaten Kupang untuk melihat NTT dari desa terpencil. Melki ingin memahami NTT, tidak hanya dari balik meja. Setelah berkeliling di Kabupaten Kupang, sosok yang kenyang dengan pengalaman di dunia keorganisasian ini mengadakan pertemuan akbar, bersama ratusan Relawan MLL se-daratan Timor, Sabu, Rote, dan Alor di Kota Kupang.

Usai acara tersebut dan menyelesaikan safari keliling pulau Timor, Melki dan tim lalu harus terbang lagi ke Flores untuk menghadiri penutupan Wolosambi Youth Day di Nagekeo. Bersama dengan acara tersebut, Melki dan tim juga menghadiri acara pertemuan ratusan relawan MLL se-daratan Flores. Melki menegaskan, seluruh relawan MLL se-NTT bermusyawarah untuk merumuskan langkah praktis guna memenangkan kompetisi Pilgub NTT, secara sehat, cerdas dan elegan. Karena itu, kekuatan relawan akan menjadi pendukung dirinya demi perubahan NTT. Mayoritas kaum muda ini berasal dari seluruh Kabupaten/Kota di NTT. Mereka saat ini terus bergerak dari kampung ke kampung, untuk menyapa dan mengajak masyarakat, membangun NTT sesuai kemampuannya.

Sumber : Tabloid Aktualita-ntt
Share:

Jumat, 14 Juli 2017

Bahaya Bahasa Dan Politik Over Confidence Ibrahim Medah




Tegang dan panas! Itulah situasi internal Golkar NTT saat ini. Partai beringin tengah dilanda badai politik yang cukup mengkawatirkan. Saling hadap antara tokoh senior Golkar, Ibrahim Agustinus Medah dan tokoh muda Golkar, Emanuel Melkiades Laka Lena, membuat Golkar sedikit limbung. Juga berpotensi untuk terbelah. Medah yang sudah dua kali kalah dalam Pilgub, tetapi dalam dua tahun terakhir kembali getol mengkampanyekan diri sebagai calon Gubernur NTT, melalui program unggulannya “Ubi Ungu”, serta beberapa program strategis lainnya di bidang pertanian dan, kelautan, merasa misi besarnya sedang dihalang-halangi oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, di Jakarta.

DPP Golkar disinyalir bakal melaunching kader muda Golkar, Melki Laka Lena, sebagai calon Gubernur NTT. Melki memang telah diorbitkan oleh DPP Golkar sejak Pilgub NTT 2013 silam. Saat itu, Melki maju sebagai Calon Wakil Gubernur, mendampingi Iban Medah. Hanya saja Medah masih merasah paling berhak dan sangat layak didapuk membawa panji Golkar NTT, maju sebagai calon Gubernur dari Golkar untuk ketiga kalinya, di 2018 mendatang. Hal inilah yang membuat Medah meradang. Kader senior Golkar yang sudah berkarya di Golkar NTT sejak tahun 1975 ini mengaku tidak tinggal diam jika ada manuver DPP untuk menjegalnya. Medah bahkan siap maju sebagai Calon Gubernur dari paratai lain, tanpa dukungan Golkar.

Menurut Ketua Golkar NTT ini, dari pada niatnya untuk maju kembali lewat Golkar berpeluang gagal karna survey bisa saja memenangkan figure lain seperti Melki Laka Lena, dirinya siap menggunakan pintu parrtai lain karna itu adalah alternatif terbaik. Calon Wakil dan pintu partai bahkan sudah ia pastikan lewat komunikasi politik selama ini. Medah menguraikan, awalnya seluruh Ketua DPD II Golkar se-NTT telah menetapkan dirinya sebagai calon tunggal dari partai Golkar, namun yang mengherankan adalah, belakangan ini DPP Golkar mengeluarkan lagi delapan nama kandidat Calon Gubernur untuk di survei. Situasi ini bagi Medah, mengindikasikan adanya ketidakberesan dan ketidaksolidan di internal DPP Golkar dalam mendukung dirinya.

Dalam nada yang sedikit emosional di hadapan para awak media di Kupang, kamis (22/6/17), Medah dengan terang benderang menceritakan sikapnya yang memprotes kebijakan DPP. Ia merasa sudah merasa berkali-kali dihalang-halangi oleh DPP Golkar dalam hal pencalonannya menjadi Gubernur NTT. untuk itu, kali ini dirinya siap melakukan perlawanan. Sebagai wujud protes kepada DPP, dirinya akan segera mendeklarasikan diri dengan pasangannya untuk maju sebaga Calon Gubernur NTT. “Catat, saya akan deklarasikan diri dengan pasangan saya dan ini bentuk protes saya terhadap DPP yang selalu menghambat saya dalam setiap pencalonan gubernur NTT”, tegas politisi flamboyan ini. Sebagaimana dilansir oleh beberapa media lokal dan nasonal, Medah memintah agar hasil survey Golkar tidak di rekayasa oleh pihak tertentu. Entah siapa yang ia “tembak”, tetapi bahasa bersayap ini dipahami sebagai sebua “ancaman” ke DPP dalam hal ini Bos Golkar, setya Novanto dan jajaran DPP.

Jika hasil survey terhadap saya lebih rendah, saya akan melakukan survey tandingan. Sehingga kita membuktikan kepada DPP Partai Golkar mana survei abal-abal dan mana yang sungguh-sugguh,” tegas anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) NTT ini. Medah dengan penuh percaya diri bahkan mengklaim popularitasnya akan berada jauh di atas calon lain yang di survey. Sebab, ia sudah berkarya sejak berusia 25 tahun hingga saat ini dimana dirinya tetap menjadi seorang pemimpin. Karirnya dimulai dari Camat, Bupati Kupang dua periode, Ketua DPRD Kabupaten Kupang dan Ketua DPRD NTT, hingga lolos ke Senayan karena terpilih sebagai anggota DPD mewakili NTT. Bagi politisi yang kenyang pengalaman ini, sikapnya sudah jelas yaitu akan melawan jika dieliminir lewat survei di Golkar.

Dalam tempo satu bulan ke depan sejak hari ini, saya siap mendeklarasikan diri sebagai calon Gubernur bersama pasangan saya, dan itu secara pribadi bukan dari Golkar. Dan saya mau pastikan bahwa pasti saya dapat pintu dan bukan hanya satu pintu saja tetapi lebih dari satu yang siap dipakai untuk menjadi calon Gubernur NTT. Sebab bagi Medah di tahun 2013 silam, ia bahkan kalah dalam Pilgub karena DPP sengaja menyandingkan dirinya dengan calon wakil yang kurang popular yaitu Melki Laka Lena, tetapi dirinya tidak protes saat itu.

Pernyataan Medah tentu sebuah pernyataan politis, tetapi perlu juga dibaca secara sekaligus sebagai sebuah pernyataan simbolik. Medah bisa saja sedang mengatakan sesuatu dengan maksud untuk menyembunyikan sesuatu pula atau sebaliknya, ia sedang menyembunyikan sesuatu lewat kata-kata yang diluncurkannya, tapi dengan maksud unutuk menyatakan banyak hal yang selama ini tesembunyi. Sederhananya pernyataan Medah cukup dimaknai dalam koteks yang resiprokalitas. Bahwa karena ada asap, ada api. Atau karena terancam, maka ia menyerang balik. Tujuannya bisa saja menyasar pihak DPP Golkar sekaligus juga Melki Laka Lena.

Soal benar atau tidak, hanya Medah dan Tuhan yang tahu. Tapi makna pernyataannya bisa dipahami demikian, bahwa ia memantik reaksi DPP dan Melki. Sebagai pihak yang dianggap rival di internal Golkar, jawaban Melki mungkin dianggap mampu menjelaskan banyak rahasia di Golkar. Apakah sinyalmen yang telah Medah kemukakan, mempunyai dasar atau tidak.

Berikutnya adalah, bisa dibaca juga bahwa apabila DPP Golkar tetap melakukan survey sebagai satu-satunya alat ukur dalam menetapkan calon Gubernur, lalu ada calon lain yang lebih unggul, maka bisa dipastikan bahwa DPP memang tidak lagi mengharapkan Medah. DPP ingin Golkar membenah dan mengubah pola untuk menang. Bisa juga dibaca secara simbolik bahwa, mekanisme survei adalah simbol yang meski bisa bermakna sangat banyak dalam politik, tapi salah satunya adalah bahwa DPP sedang secara terbuka memberi peluang untuk kader lain di internal Golkar NTT mengalahkan Medah. Mereka diberi peluang untuk mengkonsolidasi kekuatan di akar rumput agar menang di survey. Eksplisitnya adalah, DPP memang tidak mau lagi ambil resiko dengan mendukung Medah yang pernah kalah dua kali. Sebaliknya, jika DPP akhirnya masih mau mendengar suara Medah, yaitu suara ancamannya untuk tetap maju meski tanpa dukungan Golkar, lalu menggunakan hasil kesepakatan semua DPP tinggat II untuk mencalonkan Medah, maka itu akan menunjukan bahwa, DPP memang masih mau mendukung Medah. Bahkan dukungan itu akan solid. Dalam hal ini, “gretakan” Medah berhasil menjinakan DPP. Tetapi apakah memang demikian? Waktu yang akan menjawabnya. Hal yang paling mudah adalah membaca bahwa, apa yang sedang terjadi di Golkar saat ini adalah ada upaya sehat dan rasional untuk menetapkan Calon Gubernur berbasis survei. DPP ingin ada pengejawantaan asas kaderisasi dan mau mengantisipasi segala kemungkinan. Bagaimana kekuatan dan kelemahan Golkar jika memajukan Medah yang nota bene pernah kalah dua kali. Merebut kemenangan di Pilgub NTT 2018, tentu bukan perkara gampang. Kali ini, Golkar butuh kuda terkuat dengan energi besar untuk bisa mengunguli figur kuat dari partai lain. Siapa yang maju dari Golkar harus bisa mengatasi kekuatan Esthon-Rotok dari Gerindra, Beni Harman dari Demokrat, Kristo Blasin, Ray Fernandes, atau Daniel Tagu Dedo dari PDIP, atau nama-nama lainya, artinya, keputusan DPP Golkar untuk melakukan survei bisa diinterpretasi dalam dimensi ini. DPP sedang memperagakan politik jalan tengah yang masuk akal untuk meminimalisir benturan di internal Golkar. Sebab, DPP Golkar tentu tahu, Golkar kali ini harus rasional dan sebisa mungkin mengikuti harapan mayoritas rakyat NTT jika tidak ingin kalah lagi secara dramatis. Golkar harus selktif dan hati-hati dalam menetapkan calon. Dengan langsung memutuskan Medah sebagai calon tunggal tanpa surveI, resikonya dirasa teralu besar. Bisa saja keputusan tersebut tidak sejalan dengan harapan mayoritas publik NTT yang mengharapkan Golkar melaonching wajah baru. Karena itu masuk akal jika Medah diminta untuk menunggu survei saja. Sambil terus melakukan sosialisasi diri dan melakukan pengawasan. Medah tidak perlu mengeluarkan statement yang justru bisa menjadi boomerang. Menurut sumber aktualita NTT di internal Golkar NTT, dua kali kekalahan dalam Pilgub 2008 dan 2013 sudah dianggap sebagai malapetaka dan aib bagi para politisi besar Golkar. Itulah mengapa, DPP Golkar berpikir bahwa Golkar NTT tidak boleh lagi kalah. Golkar harus memegang kekuasaaan atau minimal berada dalam pemerintahan untuk bisa berkarya. Sebagai partai pendukung pemerintahan Jokowi-JK, menang adalah target sebab nasib Jokowi di 2019 juga dipengaruhi oleh hasil Pilgub.

DPP Golkar juga mungkin sudah mempertimbangkan masukan dan analisis dari berbagai kalangan, terutama para akademisi dan kelompok muda di NTT. Dimana, mayoritas publik sedang berharap agar NTT mendatang bisa dipimpin oleh figur mudah dan energik. Medah memang berpengalaman. Tetapi menurut banyak pihak pada umumnya, figur yang pernah kalah dua kali dan usianya sudah memasuki kepala tujuh, akan lebih sulit dibranding kembali untuk menuai simpati publik. Pernyataan Medah bahwa dirinya maju tanpa Golkar bisa juga menjadi boomerang. Medah dan Golkar adalah dua sisi dari satu substansi. Ibarat pohon dan sumber airnya. Medah meskipun kuat, pasti tetap membutuhkan Golkar. Pengalaman Medah saat maju secara independen dan lolos sebagai anggota DPD tentu sangat berbeda dengan Pilgub. Pilgub adalah pertarungan politik beda karakter. Dramanya sangat mendebarkan jantung, dengan karakter pemilih, psikologi masa bahkan polarisasi pemilih berbasis geopolitik dan latar social budaya, yang sangat rumit dan kompleks. Pilgub ibarat kompetisi “tarung bebas” yang rambu – rambu dan taktik permainannya beda kelas dengan kontestasi politik lainnya. Lolos sebagai anggota DPD bagi figur sekelas Medah adalah hal mudah. Tetapi untuk memenangkan Pigub tentu tidak gampang. Harus ada energi besar untuk melewati jalan terjal yang rumit dan sulit. Untuk itu, siapa pun yang maju mencalonkan diri dalam Pilgub kali ini, sebenarnya harus tetap tenang dan rendah hati. Mengekspresikan kesan politik over confidence atau terlalu percaya diri justru bisa menjadi blunder. Sebab, rakyat yang melek informasi saat ini sudah berlipat jumlahnya, dibandingkan dengan lima tahun silam. Pernyataaan apapun yang diucapkan tokoh, bisa kembali menikam diri sendiri jika pubik dibuat antipati. Percaya diri atau confidence memang penting. Sebab itu bisa melipatgandakan ambisi dan hasrat untuk terus berjuang tanpa lelah sampai di garis batas merai kemenangan. Tetapi terlalu percaya diri dan anggap remeh atau over confidence, adalah berbahaya. Itu bisa menjadi destruktif dan kontrproduktif. Hanya karena kekuasaan bahasa, kita bisa dikalahkan tanpa harus berhadapan dengan musuh sebenarnya. Bahasa dan politik punya hubungan yang tidak bisa dianggap remeh. Bahasa dan kekuasaan adalah entitas beda sudut kajian, tetapi selalu berbertemu dalam politik. Simpelnya, dari sudut pandang disiplin ilmiah, bahasa adalah wilayah kajian linguistik, sedangkan kekuasaan adalah wilayah kajian ilmu politik. Namun, jangan berpikir bahasa dan kekuasaan tidak punya kaitan. Kajian para filosof post-strukturalis sudah menjelaskan itu. Mulai dari Gramsci, Michel Foucault, Habermas, hingga Baudrillrad telah menunjukan dengan jelas bahwa, kekuasan dan bahasa adalah entitas yang berhubungan dengan sangat erat. Bahasa akan mengkonstruk pengetahuan, yang mana pengetahuan tersebut tidak lain adalah kekuasaan itu sendiri. Jika seorang politisi menyusun pengetahuan menggunakan bahasa secara baik dan benar untuk ditransfer kepada publik, maka efek kekuasaaan akan langsung hadir di sana. Sebaliknya, salah kelolah bahasa dalam transfer pengetahuan atau wacana bisa menjadi petaka. Sebab, politik adalah seni mengelolah relasi kuasa-pengetahuan lewat bahasa. Publik bisa sangat kagum pada seorang tokoh karena transfer pengetahuan yang ia peragakan lewat bahasa dan sikapnya (simbolik). Dalam hal ini bahasa dan sikapnya dikelolah secara cerdas dan beradab. Sebaliknya bahasa yang diumbar secara emosional, kasar dan kurang elok, bisa memberi efek (kuasa) yang destruktif terhadap komunikatornya (sang politisi). Dan dalam politik, para politisi sesungguhnya bisa bertahan atau terpental dari gelanggang politik, sebagian besarnya juga ditentukan oleh bahasa yang mereka komunikasikan.

Penulis: Mikhael Rajamuda Bataona
Sumber Tulisan : Tabloid Aktualita-ntt

Share:

Senin, 10 Juli 2017

Pilgub NTT Panggungnya Pemimpin Muda

Tabuh gendrang Pilkada Nusa Tenggara Timur Juni 2018 sudah dimulai dengan bermunculan tokoh dari berbagai background dari politikus, akademisi, pengusaha, bupati bahkan tokoh nasional ikut meramaikan kontestasi merebut kursi nomor satu NTT walaupun masih menyisakan satu tahun lagi. Pesta demokrasi lima tahunan kali ini sangat spesial karena semua kontestan mempunyai kesempatan yang sama dalam mulai membangun kekuatan masa dan elektabilitas mulai dari nol. Gubernur muda NTT Frans Lebu Raya tidak bisa ikut lagi karena sudah dua periode menjabat. Inilah saatnya bagi putra daerah terbaik NTT untuk menunjukkan gigi dan taringnya dalam mengambil alih roda kepemimpinan yang selama 10 tahun ini dipimpin oleh seorang pemimpin muda.

Calon-calon gubernur NTT yang sudah deklarasi dan yang belum deklarasi sudah bermunculan dimedia online baik twitter dan paling heboh di facebook. Pembuatan kalender, baliho, stiker dll untuk mensosialisasikan diri menjadi pemandangan yang sangat lumrah di pelosok-pelosok desa dan paling banyak berupa baliho raksasa calon gubernur dengan berbagai jargon yang diusung. Pemanasan mesin politik menuju Pilkada tahun 2018 sudah di mulai oleh partai-partai dengan mengusung calon seperti Partai Gerindra yang mengusung Esthon Feonay dan Chris Rotok, Partai Demokrat yang mengusung Beny K Harman. Sedangkan partai lain masih menunggu hasil survey. Partai golkar masih menunggu survey terhadap delapan kadernya, namun yang lebih berpeluang untuk mendapatkan SK, Ibarahim Medah dan Melki Laka Lena sedangkan di partai PDIP ada Ray Fernandes, Daniel Tagu Dedo, Kristo Blasin dan sejumlah figure lainnya akan bersaing mendapatkan SK dari DPP.

Menarik melihat calon-calon gubernur yang siap maju dalam pilkada NTT 2018 dari faktor usia. Faktor usia di sini menjadi faktor yang sangat penting yang perlu di perhatikan oleh masyakarakat NTT karena Kekuatan fisik seorang pemimpin bisa dilihat dari faktor usia. Apalagi kondisi topografi provinsi NTT yang terdiri dari pulau – pulau maka dibutuhkan figure muda, energik untuk bisa menggapai daerah – daerah pelosok dalam memberikan pelayanan pembangunan terhadap masyarakat. Pemimpin muda yang berbekal banyak potensi, memiliki karekter dinamis serta semangat menyala dibarengi pula dengan kebugaran fisik sangat cocok memimpin NTT kedepannya. Untuk itu, hemat penulis, calon yang layak memimpin daerah ini kedapannya adalah figure seperti Melki Laka Lena, Victor Lasikodat, Honing Sany, Alex Ofong, Kristo Blasin, Benny K. Harman, Ray Fernandes dan figur muda lainnya.

Sedangkan untuk figure Esthon Foenay dan Ibrahim Medah, hemat penulis sudah saatnya istirahat. Saatnya memberi tampuk kepemimpinan kepada orang muda untuk memimpin NTT. Dari kategori umur maka Esthon Feonay dan Ibrahim Medah sudah masuk dalam kategori Lansia. Dalam ilmu kesehatan, usia 60 tahun keatas bagi seorang pria memang masih mampu mengerjakan sesuatu, namun ia akan lebih cenderung membutuhkan perhatian dari orang sekitar, karena pada usia tersebut organ tubuh mulai melemah. Penulis sangat sepakat dengan pernyataan pengamat politik Boni Hargens bahwa NTT butuh “potong generasi” kepemimpinan (https://www.florespost.co/2017/04/05/terkait-pilgub-ntt-2018-ntt-butuh-potong-generasi-kata-boni-hargens/). Dari pernyataan itu tersirat maksud bahwa NTT butuh figur-figur muda untuk jadi pemimpin.

Apa yang disampaikan Boni Hargens di atas sebenarnya masih bertalian dengan munculnya wajah – wajah lama yang dari 2003 bertarung dalam Pilgub NTT. Sebut saja Esthon Foenay dan Ibrahim Medah. NTT seolah menjadi milik mereka berdua. Publik pun sudah bosan dengan kedua wajah ini yang tak pernah memberi kesempatan pada kaum muda. Sehingga muncul guyonan lu lagi lu lagi. Munculnya figur Esthon Foenay dan Ibrahim Medah yang masih bertarung dalam pilgub NTT menunjukan bahwa NTT masih tersandera penyakit akut yakni masalah gerontokrasi. Dalam ilmu sosial, gerontokrasi (gerontocracy) dimaknai sebagai sebuah tatanan sosial politik yang dikendalikan atau didominasi oleh orang-orang tua, mereka menjadi penentu dan pengendali utama di sebuah organisasi. Gerontokrasi ini bukanlah hal baru di masyarakat kita, pola hubungan kekuasaan yang gerontokratik telah lama terbentuk di berbagai tempat. Dalam lembaga-lembaga politik, sosial, maupun keagamaan, kontrol orang-orang tua menjadi faktor utama penghambat lajunya sebuah proses perubahan.

Konservatif, lambat dan kaku, itulah ciri umum yang melekat pada kepemimpinan kaum tua. Gelombang perubahan yang demikian deras terjadi, bisa saja tidak diimbangi oleh mereka yang tua, sebab perubahan yang cepat selalu membutuhkan kecepatan pengambilan keputusan, gesit dalam mencermati situasi dan tentu saja kuat secara fisik dalam menjalankan berbagai aktifitas.

Kaum tua dalam sikap politiknya cenderung mengejar dan haus akan kekuasaan. Itu sebabnya eksistensi kaum tua akan menghambat pengembangan kaum muda, sebab kaum muda selalu akan muncul dengan gagasan-gagasan segar tentang perubahan, dan itu menjadi ancaman serius terhadap kaum tua.

Eksistensi gerontokrasi dalam politik akan menghambat dua hal penting menyangkut konsolidasi demokrasi. Pertama, regenerasi politik menjadi terhambat karena tertutupnya ruang untuk kaum muda dalam sirkulasi kepemimpinan. Kedua, transisi ke sitem politik yang lebih demokratis akan mengalami kesulitan karena watak kaum tua yang koservatif dan anti perubahan.

Menurut pakar politik Eep Saefullah Fatah, gerontokrasi yang meluas membawa serta sejumlah bahaya, baik politik diam-diam maupun terang-terangan kerapkali bekerja untuk menumpulkan kesadaran orang-orang muda, menumpas kekuatan orang-orang muda dan menutup kesempatan bagi orang-orang muda .

Era Baru Kaum Muda

Bahaya gerontokrasi yang nampak nyata dan cenderung menghadang jalannya sistem demokrasi, menghendaki adanya upaya serius secara politik untuk menghindari budaya politik ini di NTT. Memang dalam menghadang kekuasaan yang didominasi kelompok orang-orang tua ini bukanlah perkara mudah. Dalam konteks NTT, ancaman gerontokrasi juga berlangsung. Banyak kepala daerah yang menjadikan basis kekuasaan politik berada pada sekumpulan politisi tua yang bercokol lama di lingkaran utama partai politik maupun di pemerintahan. Realitas politik lokal diciptakan seolah-olah kaum tua adalah kelompok yang memiliki kematangan politik dan pengalaman pemerintahan yang baik, padahal tidak sedikit kaum tua di daerah ini yang gagal dalam melakukan pembangunan di daerah. Ini terlihat dari banyaknya kepala daerah yang terdiri dari orang-orang tua yang banyak terlibat dalam perkara korupsi maupun penyalahgunaan kekuasaan.

Bercermin dari ancaman di atas, dalam konteks Pilgub NTT perlu kiranya menyediakan alternatif politik kaum muda yang yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat di kontestasi elektoral (pemilu) sebagai cara menghadang berakarnya budaya politik gerontokrasi. Kasus kemenangan Emil Elistianto Dardak (umur 31 tahun) dan pasangannya Mochamad Nur Arifin (25 tahun), sebagai Bupati dan Wakil Bupati Trenggalek, Jawa Timur. Zumi Zola (35 tahun), Bupati Tanjung Jabung dan sekarang sudah menjadi Gubernur Jambi. Sutan Riska Tuanku (26 tahun) yang merupakan Bupati Dharmasraya, Sumatera Barat, menunjukan bahwa sebenarnya masyarakat menginginkan alternatif pemimpin yang cekatan dari kalangan kaum muda. Kelompok kaum tua semakin tidak mendapatkan kepercayaan (trust) dari masyarakat.

Di tengah kemenangan politisi muda di beberapa pemilukada, ada angin segar dalam tradisi politik kita yang selama ini diwarnai wajah-wajah lama yang dominan dari kelompok kaum tua. Gelombang kepercayaan akan kualitas yang dimiliki kaum muda lamban laun mulai dipahami masyarakat. Budaya politik lama mulai perlahan tergerus dan kepercayaan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mendukung terciptanya budaya politik yang terbuka ini.

Oleh sebab itu, merupakan tanggung jawab yang fundamental untuk secara kolektif mengupayakan terwujudnya kesempatan politik yang terbuka ini agar bisa diakses oleh setiap kelompok supaya arah baru politik kaum muda semakin mendapat tempat di Nusa Tenggara Timur. Wajah politik kita mulai menuju ke arah kematangan, ada asa tercipta dalam demokrasi bahwa kesempatan politik dimiliki semua orang. Kaum muda adalah masa depan politik Indonesia maupun NTT dan pendorong utama majunya demokrasi sebuah bangsa.

Penulis: Igo Halimaking

Share:

Motif Tenun NTT Dijiplak, Ini Surat Yang Dibuat Warganet Untuk Pemerintah

Nusa Tenggara Timur begitu kaya akan motif dan corak yang dihasilkan dalam karya tenun ikat. Namun akhir – akhir ini begitu marak penjiplakan hasil karya seni anak bangsa, terutama karya dan motif tenun ikat khas NTT tanpa memberikan penghargaan kepada penciptanya.

Hal ini memicu keresahan dari berbagai pihak. Salah satunya dari Novirius Nggili. Novirius Nggili menuangkan keresahan akan penjiplakan karya tenun ikat asal NTT dari daerah Jepara lewat surat yang ditujukan untuk Gubernur, Bupati dan Walikota, Pimpinan dan Anggota DPRD se NTT, serta Anggota DPD dan DPR RI asal NTT. Surat ini diunggah lewat akun facebooknya pada tanggal 4 Juli sekitar pukul 13:52 · dari daerah Kota Kupang. ·

Status facebook ini mendapat beragam komentar dari warganet. Hingga kini sudah 607 orang yang membagikan/menshare statusnya dan mendapat tanggapan atau komentar 175.

Berikut isi surat Novirius Nggili:

Buat kalian:
Tuan Gubernur,
Tuan Puan Bupati dan Walikota,
Tuan Puan Pimpinan dan Anggota DPRD se NTT,
Tuan Puan Anggota DPD dan DPR RI asal NTT.

Coba dengar isi hati kami ini,
Motif, corak dan warna isi bumi kami,
Diproduksi mesin-mesin berasap,
ditenun masal warga di tanah orang,
dirampok dan dipaten,
Lalu tanpa malu dijual
sebagai motif tenun jepara.

Belum lama sebelum muncul si jepara penjiplak ini, para PNS dan banyak warga NTT berlomba-lomba membeli dan memakai batik motif NTT. Kalian diam tak peduli. Sibuk utak atik anggaran perjalanan dinas.

Waktu Obama, SBY, JOKOWI sampai presenter Mata Nadjwa memakai motif asli kita dilayar TV, semua orang bangga. Namun mengapa kalian diam saat motif-motif itu menjadi batik dan tenun Jepara???

Lalu, kalian sibuk kasak kusuk mengangkat industri kreatif tenun NTT asal ada ongkos perjalanan dinas untuk promosi ke luar NTT bahkan ke luar negeri.

Memang kalian hebat, tak takut kutuk para leluhur yang melahirkan motif-motif itu. BIADAP!!!

Kepada siapa kami bisa mengadu untuk menyelamatkan motif-motif kami ini. Sedangkan HAKI - PATEN hanya untuk individu.

Tolonglah Tuan-Puan, buatlah peraturan daerah atau sejenisnya untuk selamatkan motif dan warna warni kampung kami.

Atau marilah kita bersepakat "PAMALI" membeli dan pakai tenunan si Jepara bermotif NTT itu.

Kami Tunggu.

Wahai kalian yang punya keahlian sejarah, kalian yang ahli hukum, kalian yang hobi menulis,
Bantu kami temukan sepenggal kekuatan untuk sakit hati kami ini, mari selamatkan lukisan isi bumi kita dalam motif dan warna tenun asli NTT.


Surat di atas mendapat beragam tanggapan dari warganet dan mengecam pemerintah yang masah bodoh menanggapai penjiplakan ini.

Sarah Lery Mboeik: Semoga membuka mata para pengambil kebijakan u segera mengurus hak paten motif2 ini

Messah Currye: Setuju dengan bapak Noverius Nggili...b pernah jalan2 ke mall dan banyak yg jualan motif printing NTT tp diakui sebagai motif jepara..saya blg ini dari daerah saya bukan dr jepara!

Ayatul Karimah: Ya om Frits...kok tega ya ...yg lebih parah lagi yg punya gigi jg diam saja seolah gak terjadi apa2...tp walau bagaimanapun yg asli tetap lebih bagus dr yg jiplakan...he he he

Ai Yuningsih: Sedih ya...pdhl aku bukan orang NTT tapi sering banget berkunjung ke NTT dan mengkoleksi kain tenunnya karena ikut bangga dengan tenun NTT

Waty Bagang: Smoga ini menjadi teguran yang nyata untuk membuktikan kita dapat mempertahankan yang menjadi milik kita tetapi bila kita membaca dan menjadi angin lalu maka kita bagian dari mereka yang mencuri dengan berseragamkan srigala berbulu domba.

Feby Nitte: Usul dari saya sbg pelaku UKM NTT. HAKI sdh ada, tp msh skala perorangan. Bisa jd kolektif kalau semua SKPD terkait bersatu mengumpulkan semua atau minimal motif2 utama peninggalan nenek moyang utk di patenkan. Dan jgn lupa, jdkan contoh yg baik sesama kita dgn anti produk printing dan cintai produk lokal. Minimal dimulai dr penertiban seragam PNS, spy bs jd contoh atau trendsetter

Ita Sarina: Setahu saya ibu Rambu istri bupati TTS pernah menginisiasi utk mengurus hak paten motif TTS hanya saja nampaknya rumit dan entah sdh sampai di.mana. mudah2an kita semua bisa peduli dgn kondisi ini.paling tdk menolak membeli atau memakai.motif tiruan NTT yg dibuat di Jepara itu. Saya salah satu org yg paling jijik menggunakan motif tiruan NTT itu.

Saverrapall Corvando: Kalo pengambil kebijakan hanya berpikir soal penggunaan atau sebatas mengagumi tetapi tidak menghayati proses pembuatan dari awal hingga akhir termasuk refleksi akan imajinasi motif yang sangat kaya, maka sampai kapanpun pengambil kebijakan tidak mau ambil pusing alias son toe.... Mesti ada sejenis gerakan advokasi bersama untuk membangun sejenis kesadaran baru yang sifatnya revolutif .

Noverius Nggili: To'o, ternyata TTS su bisa patenkan 29 motif tuh, bahkan sementara siapkan untuk diperdakan... masa yang begini dong sonde ada proses belajar dari pemda lainnya.
Nah, setuju untuk mendesak lembaga yg menerbitkan HAKI untuk Jepara atas motif2 NTT agar mencabut HAKI tersebut.

Eddy Mesakh : Hal lain yg penting dilakukan antara lain menerbitkan buku/semacam.katalog yg menghimpun semua motif tenunan asli NTT. 



Semoga dengan kejadian ini membuka mata pemerintah untuk terus berupaya mencari jalan dalam melakukan sejumlah perlindungan terhadap hak cipta itu agar bermanfaat bagi penciptanya.
Share:

Rangga Kelamaan di Sumba, Ratusan Purnama Akhirnya Meninggalkan Cinta

Pulau Sumba dalam setahun terakhir tidak henti-hentinya menyedot perhatian masyarakat. Hal tersebut ditandai seringnya Sumba digunakan sebagai lokasi shooting film. Film Pendekar Tongkat Emas besutan Mira Lesmana dilakukan disana. Adapun film Marlina Si Pembunuh Empat Babak yang diputar di festival film bergengsi, Cannes di Perancis juga dilakukan di Sumba.

Bahkan hotel terbaik di dunia, Nihiwatu terletak di pulau tersebut. Keindahan alam dan keunikan budaya Pulau Sumba juga menarik banyak artis ibu kota berkunjung. Nah kira-kira siapa saja artis yang seering berkunjung ke Pulau Sumba? Yuk cek ulasan di bawah ini.

1. Ratusan Purnama Meninggalkan Cinta, Mungkin Rangga Kelamaan di Sumba.

Adalah Nicholas Saputra. Artis yang terkenal lewat perannya sebagai Rangga dalam film Ada Apa Dengan Cinta. Artis mini kerap menghiasi feed instagramnya dengan keindahan alam Sumba. Mulai dari foto pantai hingga padang savanah. 16 Juni lalu ia kembali memposting foto senja pantai di sekitaran Nihiwatu. Foto tanpa caption itu mendapat 31.601 like.
Senja di Sumba (Instagram @nicholassaputra)
2. Eva Celia Jatuh Cinta dengan Pulau Sumba Setelah Shooting Film
Sabana di Sumba (Instagram @evacelia)
Dara kelahiran 25 tahun lalu ini juga sering berkunjung ke Pulau Sumba loh. Hal tersebut terlihat dari feed instagramnya. Bahkan pada foto dibawah ini ia melukiskan rasa cintanya pada pulau yang terkenal akan Kuda Sandelwoodnya tersebut. Ia menuliskan caption "Rumahku, Rumahmu, Rumah kita. Wherever you are, don't ever forget that. #Indonesia #Sumba".

3. Tara Basro Berharap Memimpikan Pulau Sumba dalam Tidurnya
Lokasi shooting film (Instagram @tarabasro)
Pernah shooting film berjudul Pendekar Tongkat Emas di Pulau Sumba, membuat Tara Basro kepincut. Aktris yang meraih Piala Citra sebagai aktris terbaik tahun 2015 ini memposting foto salah satu lokasi shooting film. Ia pun menambahkan caption, "Pengen mimpiin ini malam ini.. Goodnight.." tulisnya.

Itulah 3 artis yang kerap berkunjung ke Pulau Sumba. Apakah kamu pernah berkunjung ke Pulau Sumba?


Sumber Berita : POS-KUPANG.COM
Share:

Ini Dia Pramugari Cantik Yang Bikin Mario Klau The Voice Klepek - Klepek

Sempat dikabarkan dekat dengan Maria Stela, Mario Klau ternyata sudah gandeng kekasih baru. Dari akun instagramnya, Mario memposting foto bersama seorang perempuan. Foto tersebut diberi caption Kita. Mario pun mentag akun IG perempuan yang berpose bersander di bahunya

Dilihat dari akun instagram, ternyata gadis yang membuat Mario Klau klepek – klepek ini bernama Elisabeth Libels Noya. Perempuan yang berpose bersama Mario tersebut ternyata seorang pramugari salah satu maskapai penerbangan.

Tidak hanya Mario, perempuan itu pun melakukan hal yang sama. Ia juga memposting foto di akun instagramnya. Bahkan gadis berambut pendek tersbeut juga memberikan caption yang sama "Kita" dan mentag akun instagram @marioclau21.


Kedua foto yang diposting di akun masing-masing tersebut pun menuai komentar netizen,

@berindanilovarth: Cieeee selamat ya syg ku! Langgeng ya caaaaa

@jenny_murni_91: So sweet, cocok banget. @marioclau21 dan @elisabethlibels_noya

@dayuanapratiwi: Issh ishhh ishhh lancar toh aigoooooo undangan jangan lupa haha

Wah, semoga langgeng ya. Kayaknya banyak gadis yang pata hati nie. hehee.


Sumber Foto: Akun instagram ELISABETHLIBELS_NOYA dan MARIOCLAU21
Sumber berita: POS-KUPANG.COM/Igo Halimaking
Share:

Minggu, 09 Juli 2017

Kampung Nicholas Saputra Ternyata Di Pulau Komodo

Nusa Tenggara Timur seolah sudah menjadi rumah bagi Nicholas Saputra. Berulangkali Ia mengunjungi daerah – daerah di NTT. Hal ini bisa di lihat dari laman instagramnya nicholassaputra. Ia memang kerap menghiasi laman instagramnya dengan foto-foto keindahan alam maupun hal-hal unik lainnya. Bahkan ia sering memposting foto alam Nusa Tenggara Timur seperti Sumba, Pulau Komodo, hingga Ende


NTT seolah sudah menjadi rumah sendiri bagi artis yang melejit lewat film Ada Apa Dengan Cinta? Ini. Sabtu (1/7/2017, Ia mengunjungi Taman Nasional Komodo. Aktor Nicholas Saputra pun mengunggah foto seekor rusa diperbukitan, dan foto lainnya yang merekam panorama laut biru dan perbukitan. Ia juga menambahkan caption "Pulang Kampung" pada fotonya .

Waduh... Apakah ini pertanda kampung halaman Nicholas Saputra ada di Pulau Komodo ?

Sumber berita: Pos Kupang/Igo Halimaking
Sumber Foto : Akun Instagram nicholassaputra
Share:

KISAH NIKOLAS SAPUTRA SAAT SYUTING FILM PENDEKAR TONGKAT EMAS DI PULAU SUMBA


Kemistri Rangga atau Nicholas Saputra dan Cinta(Dian Sastrowardoyo) dalam film Ada Apa Dengan Cinta ternyata terbawah sampai dunia nyata. Salah satu contohnya ternyata Rangga dan Cinta sama – sama menyukai pulau Sumba.

Nicholas Saputra yang melejit lewat film Ada Apa Dengan Cinta? ini mengaku kagum pada eksotiknya Pulau Sumba dan sekitarnya. Yuk simak kisah Nicholas Saputra saat syuting film Pendekar Tongkat Emas selama tiga bulan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara

Selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni hingga September, aku melakukan syuting film Pendekar Tongkat Emas di Pulau Sumba, Nusa Tenggara. Aku memanfaatkan kesempatan berada di wilayah kepulauan itu untuk jalan-jalan.

“Kebetulan hobi saya memang travelling. Jadi selain syuting di Pulau Sumba, saya juga travelling ke beberapa pulau-pulau yang ada di Nusa Tenggara, baik Nusa Tenggara Barat maupun Nusa Tenggara Timur,” ujarnya.

Pulau Sumba merupakan pulau yang eksotik. Padang rumput yang luas, bukit-bukit, dan pantai yang indah. Udara di Pulau Sumba memang panas. Tetapi buat orang yang menyukai travelling seperti aku, tantangan itu terbayarkan dengan eksotiknya pemandangan alam di Pulau Sumba.

Dari atas bukit, aku bisa memandang laut yang biru. Berbeda sekali pemandangan di Pulau Sumba dengan di Jakarta, yang banyak bangunan tinggi. Di Pulau Sumba, masih banyak rumah-rumah penduduk yang terbuat dari kayu dan atapnya terbuat dari alang-alang yang banyak tumbuh di sana.


Banyaknya padang rumput membuat pulau itu memiliki kuda yang khas, yang disebut kuda Sandalwood Pony. Kudanya itu mungil, tetapi kuat. Kuda-kuda itu sampai sekarang masih dilestarikan dan dimanfaatkan oleh penduduk untuk acara-acara adat.

Di sana ada budaya Pasola, yaitu budaya menjelang musim panen. Saat itu diadakan lomba menunggang kuda antar kampung. Dari atas kuda, mereka saling melemparkan tombak pada lawannya. Ada kepercayaan, semakin banyak darah keluar menetesi bumi, maka artinya panen pun kelak akan berlimpah.

Selama syuting film Pendekar Tongkat Emas, sebagai pendekar aku juga menunggangi kuda pony tersebut. Baik sebagai kendaraan, maupun sarana melakukan peperangan. Ya, pengalaman yang sangat mengasyikkan. Hahaha.

Sebagai orang Indonesia, aku merasa bangga. Ternyata di negeriku juga ada budaya memelihara dan menunggang kuda. Selama ini, aku kira hanya cowboy-cowboy Amerika yang menunggang kuda. Hahaha.

Di Pulau Sumba ada budaya menguburkan anggota keluarga yang meninggal dunia dalam kuburan batu di depan rumah. Semakin tinggi kuburan batu itu, menandakan semakin tinggi pula derajat orang itu di masyarakat.

Ketika para kaum lelaki pergi bertani, maka ibu-ibu di sana melakukan kegiatan menenun di depan rumahnya. Sumba memang terkenal dengan kain tenun ikatnya. Kain tenun ikat itu berwarna-warni, natural colour.

Biasanya motif-motifnya adalah hewan-hewan yang ada di sekitar kehidupan kita, seperti kuda, buaya, ular, kepiting, dan udang. Aku membeli satu kain tenun ikat itu buat kenang-kenangan.

Pembuatan kain tenun itu cukup lama, bisa sampai enam bulan. Itu sebabnya harga kain tenun ikat cukup mahal, dari yang harganya ratusan ribu rupiah, hingga yang harganya jutaan rupiah. Makin sulit pembuatannya, makin mahal harganya.

Sumber: cekricek /berbagai sumber


Share:

Pendekar Tongkat Emas Dari Pulau Sumba



Keindahan pulau Sumba di Nusa Tenggar Timur membuat semua orang jatuh cintah. Sastrawan, Artis, hingga sutradara beken pun tergoda dengan keindahan pulau sejuta kuda ini. Mereka mengekspresikan keindahan pulau Sumba lewat berbagai bentuk, lewat puisi maupun melalui film.

Sastrawan Indonesia, Taufik Ismail pun menggambarkan keindahan dari alam Sumba yang begitu berkesan lewat Sebuah Puisi Beri Daku Sumba.

Berikut puisi Taufik Ismail puisi “Beri Daku Sumba”

Beri Daku Sumba

di Uzbekistan, ada padang terbuka dan berdebu
aneh, aku jadi ingat pada Umbu

Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka
Di mana matahari membusur api di atas sana
Rinduku pada Sumba adalah rindu peternak perjaka
Bilamana peluh dan tenaga tanpa dihitung harga


Tanah rumput, topi rumput dan jerami bekas rumput
Kleneng genta, ringkik kuda dan teriakan gembala
Berdirilah di pesisir, matahari ‘kan terbit dari laut
Dan angin zat asam panas dikipas dari sana

Beri daku sepotong daging bakar, lenguh kerbau dan sapi malam hari
Beri daku sepucuk gitar, bossa nova dan tiga ekor kuda
Beri daku cuaca tropika, kering tanpa hujan ratusan hari
Beri daku ranah tanpa pagar, luas tak terkata, namanya Sumba

Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda
Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh
Sementara langit bagai kain tenunan tangan, gelap coklat tua
Dan bola api, merah padam, membenam di ufuk teduh



Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka
Di mana matahari bagai bola api, cuaca kering dan ternak melenguh
Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda
Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh.

Begitulah isi puisi Taufik Ismail menggambarkan alam Sumba yang masih perawan hanya berdasarkan cerita
Umbu. Tapi semua realita yang ada di Sumba tergambarkan dalam bait-bait puisinya. Cerita yang mengalir dari mulut Umbu bisa diterjemahkan dalam rangkaian kata-kata nan indah.

Keindahan pulau Sumba ini juga membuat Sutradara dan Produser beken, Ifa Isfansyah, Mira Lesmana dan Riri Riza menjadikan tanah Sumba sebagai lokasi shoting Film Pendekar Tongkat Emas yang pada dirilis pada 18 Desember 2014 lalu.

Mengambil latar belakang tentang kisah dunia persilatan pada zaman kolosal, film yang mengambil lokasi syuting di daerah Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur ini mengangkat dan mengeksplorasi berbagai nilai kehidupan seperti pengkhianatan, kesetiaan, dan juga ambisi.

Film garapan rumah produksi milik Mira Lesmana dan Kompas Gramedia ini mendepak beberapa nama besar dalam jajaran film nasional seperti Christine Hakim, Slamet Rahardjo, Nicholas Saputra dan Reza Rahardian. Di dukung pula dengan beberapa nama baru yang menjanjikan bagi dunia film Tanah Air seperti Eva Celia, Tara Basro dan juga Aria Kusumah.

Berawal dari kisah pengkhianatan yang dilakukan oleh Biru (Reza Rahardian) dan juga Gerhana (Tara Basro) yang tidak terima saat sang guru Cempaka (Christine Hakim) mewariskan tongkat emas milik perguruan silat Tongkat Emas kepada Dara (Eva Celia). Cempaka membawa Dara dan Angin (Aria Kusumah) pergi untuk mewariskan ilmu terakhir milik perguruan tersebut. Sayangnya, ia akhirnya dibunuh oleh kedua muridnya Biru dan Gerhana sebelum ilmu tersebut sempat ia turunkan. Tongkat kebesaran perguruan akhirnya jatuh ke tangan yang salah, dan kekacauan pun terjadi di dunia persilatan.

Berbicara mengenai para pemain secara keseluruhan, tidak diragukan lagi kemampuan akting para pemainnya, totalitas semua pemain sangat terasa dalam film ini. Namun, ada satu karakter yang cukup menyita perhatian saya. Adalah, tokoh Langit yang diperankan oleh Aria Kusumah. Tokoh pendekar kecil yang irit bicara namun hadir sebagai tokoh yang disegani dalam cerita ini. Tokoh Langit mengajarkan tentang nilai kesetiaan, keberanian dan juga tanggung jawab yang harus ada dalam menjalani kehidupan. Saat dimana ia lebih mendahulukan keselamatan orang lain dibanding keselamatan diri sendiri, satu hal yang sungguh jarang bisa dilakukan oleh orang banyak.

Entah ide dari siapa, namun film yang disutradarai oleh Ifa Isfansyah ini jelas sukses menghadirkan pesona alam Sumba Timur yang didominasi oleh langit biru dan juga hamparan rumput yang luas. Belum lagi pantai dan juga pemandangan tebing curam yang ada di sana. Juaranya ada saat scene matahari terbenam yang terlihat sangat indah, well I'll be so happy if I able to see that kind of sunset every single day. Alam perawan yang sangat indah, lokasi yang juga saya yakini akan segera menjadi salah satu destinasi favorit wisata dalam waktu dekat ini.

Tidak hanya para pemain dan juga sutradara serta penulis naskah, hasil kerja seluruh tim produksi dalam film ini patut mendapatkan acungan jempol. Semua detail mulai dari kostum para pemain, tata rias dan rambut serta properti di lokasi tampak di kerjakan dengan sepenuh hati. Unsur-unsur kedaerahan tempat dimana syuting tersebut dilakukan pun diangkat kedalamnya. Perhatikan detail tenun khas Sumba yang melekat di setiap kostum para pemain, tenda-tenda yang didirikan saat penduduk desa harus pindah dari rumah mereka menjadikan film ini menjadi indah.

Diolah dari berbagai sumber
Share:

PEMERAN FILM JAKA SEMBUNG KUNJUNGI LABUAN BAJO



Masih ingat dengan actor pemeran film Si Jampang, atau film Jaka Sembung? Iya dialah Barry Prima. Barry Prima adalah aktor berkebangsaan Indonesia. Ia paling dikenal dengan perannya dalam genre film laga Indonesia pada era 80an, karena kemampuan bela diri taekwondo yang dikuasainya. Kariernya merentang dari penghujung 70an hingga sekarang.


Sabtu, 1/7/2017 lalu, Barry Prima berkesempatan mengunjungi Labuan Bajo. Aktor laga Barry Prima rupanya sudah lama ingin pergi ke Labuan Bajo, dan menikmati keindahan alam di sana. Bahkan keinginan itu ada sejak 1980-an. Namun, baru kali ia bisa mewujudkan keinginan tersebut.

"Baru kali ini saya datang ke Labuan Bajo. Saya berlibur di Labuan Bajo sampai tanggal 5 (Juli). Saya liburan ke Labuan Bajo karena saya belum pernah ke sini. Sudah lama saya pengin ke sini," katanya.

Sumber: Pos Kupang


Share:

Sabtu, 08 Juli 2017

Kenakan Kain Tenun Sumba, Dian Sastrowardoyo Buat Netizen Gagal Fokus

Dian Sastrowardoyo lagi-lagi membuat netizen gagal fokus. Kali ini pemeran Cinta dalam film Ada Apa dengan Cinta tersebut memposting foto dirinya tanpa make up dan hanya mengenakan kain tenun Sumba.

Cinta memang sedang berada di Pulau Sumba untuk sesi pemotretan. Wajahnya tampak mengucurkan keringat, hal tersebut pun menuai komentar dari netizen.



Seperti akun @risman_pajajaran yang mengomentari wajah Dian yang menurutnya tampak cantik ketika berkeringat.

@risman_pajajaran: Keringatmu membuatmu tambah cantiiik

Tidak hanya itu beberapa netizen bahkan menyebut Dian mirip Gal Gadoot

@sellyei: Galgadot Indonesia

@mahendra_ekaa: @therealdisastr gal gadot indo

Salah satu netizen pun mengatakan Dian cocok jadi wonder woman

@maryonodarko: Cocok jadi wonder woman

Berikut foto - foto Dian di Pulau Sumba:







Sumber Foto : Akun instagram Dian : therealdisastr
Sumber Berita: POS-KUPANG.COM
Share:
Flag Counter

Featured Post 3

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support