Jumat, 30 Desember 2016

RAKYAT PERLU DIADVOKASI (Melawan Kebohongan Jelang Pilkada 2017)



Aksi penolakan tambang di Lembata pada masa Bupati Andreas Duli Manuk membuktikan Bahwa rakyat Lembata khususnya Leragere dan Kedang sangat cerdas. Mayoritas rakyat tetap memiliki komitmen yang teguh untuk menjaga kelestarian, keutuhan dan keberlanjutanan tanah dan lingkungan tempat hidup mereka. Kecerdasan ini merata di seluruh wilayah tanah Lembata saat berlangsung advokasi penolakan aktivitas tambang yang diselenggarakan oleh JPIC SVD dan OFM bersama kalangan aktivis yang kritis dan peduli rakyat. Pada masa kekuasaan Bupati Yantje Sunur, kecerdasan rakyat menolak tambang terbaca di Penikene, Watan Lolon, dan Mingar, Kecamatan Nagawutun. Awalnya, rakyat di wilayah ini sempat terpesona dengan rayuan Bupati Yantje Sunur, tetapi akhirnya menolak setelah kelompok kritis memberikan pencerahan dan advokasi. Fakta yang samapun terjadi pada kasus penyeludupan pasir besi dari kedang menuju Jakarta yang akhirnya terbongkar siapa dalang serakah dibalik ini.

Saat ini Lembata berbenah menuju momen Pilkada 2017. Artinya, setahun lagi pemerintahan Bupati Yantje Sunur akan berakhir. Manuver yang patut diduga sarat rekayasa dan permainan untuk merebut pimpinan DPC PDIP Lembata yang berakhir tragis dengan pengunduran diri Yantje Sunur sebagai kader PDIP beberapa waktu lalu harus menumbuhkan kesadaran bahwa sang Bupati sedang bergerilya memburu partai politik sebagai kendaran instan menuju pilkada 2017. Setelah terpental dan di tendang dari PDIP dengan tragis, giliran Partai Gerindra ibarat rusa yang lari dan diburu di padang Waijarang. Sisa masa kesuksesan saat ini pun menjadi momen untuk sosialisasi diri dan mencari dukungan rakyat yang lugu di kampong - kampung untuk mendukungnya. Kelebihan orang ini, yang saat ini menjadi mudarat, adalah janji-janji dan bualan kosong, dan proyek-proyek yang mubazir, kasus pasar Pada dan pasar TPI yang menggerakan para pedagang berjualan di Taman Kota adalah bukti bahwa Pemerintah saat ini gagal membangun Lembata. Banyak kasus hukum yang beberapa diantaranya diduga kuat melibatkan Bupati Yantje Sunur melupakan fakta bahwa bupati yang satu ini hanya menghadirkan konflik tanpa solusi dan membuat kehebohan yang miskin subtansi dan makna.

Loyalitas Tanpa Otak
Kita menyaksikan, selama pemerintahan ini banyak nilai hidup terkubur atas nama loyalitas tanpa otak dan nurani. Banyak aparat dan elite PNS di Lembata mengapdi kepada ketidakbenaran dan kebohongan. Orang mengadi pada orang yang diketahui paling kerap melanggar peraturan atas nama jabatan, kuasa dan kedudukan, sementara hati nurani dan martabat kemanusian dikorbankan. Kepenggapan birokrasi Lembata telah menghasilkan banyak orang yang sakit fisik dan mental.

Tampaknya, jalan masih panjang untuk mengurai dan mengatasi semua keruwetan Lembata. Dan untuk itu, semua elemen Lembata yang kritis harus setia mengadvokasi rakyat di seluruh pelosok Lembata agar selalu berpikir jernih melihat persoalan dan solusi, ahli-ahli terpesona pada penampilan fisik yang penuh kepalsuan dan kesejahtraan mereka sebagai rakyat. Prinsipnya, kebenaran tidak boleh kalah dengan kebohongan. Keadilan tidak boleh dikangkangi kesewenangan-wenang. Komitmen untuk masa depan Lembata yang lebih baik tidak boleh terdistraksi oleh sifat dan sikap siapapun yang suka mengobral janji manis, bemimpi, berhayal, berilusi dan berhalusinasi. Kebenaran, keadilan, kejujuran, komitmen dan kesetiaan adalah investasi masa depan Lembata. Maka masyarakat Lembata harus di advokasi agar pada tahun 2017 nanti tidak menyerahkan Lembata kepada tangan yang identik dengan kehancuran. Rakyat Lembata harus kritis terhadap Partai Politik. Parpol yang memilih kehancuran Lembata tidak boleh lagi berada dalam daftar opsi untuk diberi amanat menegakan keadilan dan kesejahteraan Rakyat!

(SUMBER: Buku “Lembata Negeri Kecil Salah Urus”, Karya Steph Tupeng Witin)
Share:

LEMBATA BUTUH PEMIMPIN BARU


“Pilih Pemimpin Yang Lebih Sedikit Dosanya” (Buya Syafii Maarif)

Buya Syafii Maarif memunculkan kata-kata itu ketika rakyat bangsa ini dihadapkan dengan calon pemimpin yang ditawarkan partai-partai politik. Parpol yang hanya berfungsi sebagai ATM akan memanfaatkan momen demokrasi untuk “memeras” calon. Parpol model ini tidak ada bedanya dengan debt collector yang hanya mengandalkan fisik tapi jarang olaraga. Kata-kata Syafii Maarif diatas menegaskan bahwa tidak ada calon pemimpin dan pemimpin yang tanpa dosa. Semua orang diatas dunia ini rapuh dan terbatas. Kelemahan manusiawi itu sama sekali tidak dibenarkan ketika menjadi argument yang terus mengulangi dosa dan kesalahan yang sama. Dalam ranah publik, rakyat butuh figur yang benar-benar mengabdi dan melayani. Hal yang pasti adalah bahwa sosok pengabdian rakyat betah berada ditengah rakyat dengan segala kesulitan, bukan hanya muncul di tempat bakar ikan saja lalu berbohong bahwa ia telah membangun kesejahteraan rakyat.

Rentang masa kekuasaan menjadi ruang pengujian pengabdian pemimpin itu. Ukuran penilaian kinerja sosok pemimpin sangat tergantung pada seberapa jauh publik ini ‘melek politik’ dan rasional. Kelompok nelayan yang sehari-hari berjualan ikan di tempat pendaratan ikan (TPI) Lewoleba, misalnya, pasti akan mendukung Yantje Sunur untuk kembali menjadi bupati karena mereka hanya melihat orang inilah yang sering terlihat di TPI. Sangat berbeda halnya dengan pedagang kelompok aktivis, sebagian anggota DPRD yang masih setia menjadi wakil rakyat sejati (bukan wakil bupati, dan bukan pula wakil proyek-proyek), kalangan agamawan yang kritis (bukan agamawan teman minum) yang secara jernih melihat Yantje Sunur sebagai sumber konflik di Lembata. Ketua DPRD Lembata, Ferdi Koda, menyebut Yantje Sunur sebagai sumber konflik dan sumbu ketidaktenteraman rakyat Lembata (FP12/3).

Rakyat Lembata selama masa kepemimpinan Yantje Sunur disuguhi perilaku yang hanya sekedar menghadirkan kehebohan tanpa subtansi. Rakyat Lembata hanya disuguhi konflik dan masalah yang tidak bertepi. Bupati Yantje Sunur lebih tampil sebagai pemimpin yang melakukan perjalanan ke luar daerah dengan frekuensi dan itensitas yang sangat tinggi, yang bahakan hinggah membuat RAPBD Lembata tahun 2015 menjadi sangat molor. Bupati ini antikritik dan tidak melihat kritik sebagai sumbangan konstruktif tapi sebagai serangan terhadap pribadi. Rakyat Lembata tidak pernah mendengar gagasan membangun Lembata yang aspiratif. Fakta yang sering muncul adalah proyek pembangunan beraroma mercusuar patung (rohani) Bukit Cinta; pembuatan 1.000 patung untuk dipasang di bawah laut; pembangunan lapangan sepak bola di kawah Gunung Ile Kimok yang masih aktif; pengembangan pariwisata yang di sebut-sebutnya sebagai leading sector tetapi tanpa kontribusi signifikan bagi rakyat yang hanya diberi peluang untuk sekedar menjual kelapa muda di lokasi-lokasi tujuan wisata; dugaan keterlibatan Bupati Yantje Sunur dalam kasus Lorens Wadu (sebagaimana dinyatakan oleh saksi Alex Murin); kasus kematian Petrus Alfon Sita di lubang motorcross kesenangan pribadi Yantje Sunur yang menumbalkan Kadis Longginus Lega; dugaan pemerasan bupati terhadap Hui yang tidak pernah diproses polisi oleh Lembata; aksi brutal Setu, ajudan pribadi Yantje Sunur yang mengancam wartawan Flores Pos Maxi Gantung; pembatalan 4 paket proyek multiyears melalui inspektorat atas perintah lisan bupati; gagalnya proyek air minum Wailein di Kedang senilai Rp.20 miliar yang bahakan dananya raib tanpa bekas, dan lain sebagainya. Dosa-dosa itu begitu banyak, beragam dan memuakkan.

Rakyat Lembata sudah lama muak dengan situasi seperti ini. Mereka membutuh figur baru yang tidak sekedar memburu rente melalui pengajuan tunjangan jabatan yang melebihi tunjangan gubernur dan dengan melakukan akal-akalan pada proses tender proyek-proyek pembangunan. Rakyat butuh figur baru yang memimpin dengan nurani, keberpihakan kepada rakyat, dan rasionalitas serta wibawa. Rakyat Lembata butuh pemimpin yang mengabdi bukan “politisi kutu loncat” yang lebih mencari partai untuk memuaskan hasrat kuasa dengan menabrak-nabrak aturan seenak perutnya sendiri. Rakyat butuh figur baru yang menyegarkan ruang publik setelah “figure Lembata Baru” telah berandil menempatkan Lembata pada masa sebelum orde lama. Kita masih menunggu figur itu.

(SUMBER: Buku “Lembata Negeri Kecil Salah Urus”, Karya Steph Tupeng Witin)
Share:

Selasa, 27 Desember 2016

PMKRI POLISIKAN HABIB RIZIEQ, FPI BILANG PENGALIHAN ISU




Jakarta - Pimpinan Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) melaporkan Imam Besar FPI Habib Rizieq ke Polda Metro dengan tuduhan menistakan agama. FPI memastikan Rizieq tidak melakukan penistaan agama.

"Saya sudah dengar soal pelaporan itu. Itu tidak menistakan agama. Jauh dari menistakan agama. Apa yang disampaikan Habib Rizieq tersebut ada landasannya," ujar Ketua FPI DKI Novel Bamukmin ketika dikonfirmasi, Senin (26/12/2016).

Landasan tersebut, kata Novel, adalah Fatwa MUI yang dikeluarkan pada 7 Maret 1981. Selain itu, ada Fatwa MUI Nomor 5 Tahun 2005 yang menjadi landasan.

"Fatwa MUI 1981 itu menyebutkan memang haram untuk mengucapkan selamat hari Natal," ujar Novel.

Menurut Novel, Rizieq merupakan sosok panutan untuk umat Islam maupun umat agama lain. Rizieq, kata Novel, rutin melakukan dialog lintas agama.

"Kami melihat ini adalah pengalihan isu. Murahan. Karena pada prinsipnya, kami jauh dari unsur SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Kami sangat hafal dan paham, nggak mungkin Habib Rizieq melakukan penistaan agama," kata Novel.

"Beliau selalu melakukan dialog lintas agama. Mendapatkan gelar Man of the Year 2016 dari tokoh Tionghoa. Laporan ini mengada-ada. Untuk itu, kami GNPF MUI akan melaporkan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik," sambung Novel.

Selain merupakan Imam Besar FPI, Rizieq diketahui merupakan Ketua Dewan Pembina GNPF MUI. Novel belum bisa berbicara banyak mengenai pelaporan tersebut. Pematangan pelaporan tersebut akan dilakukan malam ini.

"Akan kami rapatkan malam ini," ujar Novel.

(Sumber:Detik.com)

Share:

GARA – GARA PERTANYAKAN “KALAU TUHAN ITU BERANAK, TERUS BIDANNYA SIAPA?, HABIB RIZIEQ DIPOLISIKAN PMKRI

 
Jakarta - Pimpinan Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) melaporkan Imam Besar FPI Habib Rizieq ke Polda Metro Jaya. Habib Rizieq dilaporkan karena ceramahnya dalam video yang beredar di media sosial dianggap menistakan agama Kristen.

"Kami melaporkan Habib Rizieq, Fauzi Ahmad, dan Saya Reza terkait penistaan agama," kata Ketua Umum PP PMKRI Angelo Wake Kako kepada wartawan di Gedung Palayanan Satu Atap, Polda Metro Jaya, Jl. Gatot Subroto, Jakarta, Senin (26/12/2016).

Laporan polisi PP PMKRI itu bernomor TBL/6344/XII/2016/PMJ/Ditreskrimsus. Pada laporan itu, PP PMKRI melaporkan Habib Rizieq, akun Instagram @fauzi_ahmad_fiiqolby, dan akun Twitter @SayaReya.


Ketiga orang tersebut dilaporkan karena penistaan agama melalui media elektronik dengan Pasal 156 dan 156a KUHP serta UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE. Barang bukti yang dilampirkan adalah softcopy video.

Video tersebut diambil dari ceramah Rizieq di Pondok Kelapa pada Minggu (25/12/2016). Dalam video yang berdurasi 21 detik itu, Rizieq tampak tengah berbicara di depan massa. Dia membahas mengenai ucapan selamat Natal.

"Pada ceramah beliau di Pondok Kelapa pada tanggal 25 kemarin yang menyatakan bahwa 'Kalau tuhan itu beranak, terus bidannya siapa?' dan di situ kita temukan banyak gelak tawa dari jemaat terhadap apa yang disampaikan dari Habib Rizieq tersebut. Jujur sebagai Ketua Umum PP-PMKRI, kami merasa terhina, merasa tersakiti dengan ucapan yang disampaikan oleh Saudara Habib Rizieq Shihab ini," ujar Angelo.

PP PMKRI datang sekitar pukul 12.00 WIB. Memakai atribut organisasi, mereka langsung masuk ke ruang Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT). Mereka keluar pukul 15.50 WIB.

Mereka meminta proses penanganan kasus ini dilakukan secara cepat. Angelo mengatakan pihak PMKRI akan membentuk kuasa hukum dari alumnus PMKRI.

"Semua alumni PMKRI akan kita kumpulkan untuk jadi lawyer. Sampai saat ini ada 25," kata Angelo.

Habib Rizieq belum berkomentar mengenai pelaporan ini. Ketua FPI DKI Novel Bamukmin mengatakan apa yang disampaikan Rizieq tersebut bukanlah suatu pernyataan yang menistakan agama.

"Jauh itu dari penistaan agama. Apa yang disampaikan Habib Rizieq itu memiliki landasan fatwa MUI yang dikeluarkan pada 7 Maret 1981 bahwa mengucapkan selamat Natal itu haram hukumnya," ujar Novel.

(SUMBER:DETIK.COM)

Share:
Flag Counter

Featured Post 3

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support