Aksi penolakan tambang di Lembata pada masa Bupati Andreas Duli Manuk membuktikan Bahwa rakyat Lembata khususnya Leragere dan Kedang sangat cerdas. Mayoritas rakyat tetap memiliki komitmen yang teguh untuk menjaga kelestarian, keutuhan dan keberlanjutanan tanah dan lingkungan tempat hidup mereka. Kecerdasan ini merata di seluruh wilayah tanah Lembata saat berlangsung advokasi penolakan aktivitas tambang yang diselenggarakan oleh JPIC SVD dan OFM bersama kalangan aktivis yang kritis dan peduli rakyat. Pada masa kekuasaan Bupati Yantje Sunur, kecerdasan rakyat menolak tambang terbaca di Penikene, Watan Lolon, dan Mingar, Kecamatan Nagawutun. Awalnya, rakyat di wilayah ini sempat terpesona dengan rayuan Bupati Yantje Sunur, tetapi akhirnya menolak setelah kelompok kritis memberikan pencerahan dan advokasi. Fakta yang samapun terjadi pada kasus penyeludupan pasir besi dari kedang menuju Jakarta yang akhirnya terbongkar siapa dalang serakah dibalik ini.
Saat ini Lembata berbenah menuju momen Pilkada 2017. Artinya, setahun lagi pemerintahan Bupati Yantje Sunur akan berakhir. Manuver yang patut diduga sarat rekayasa dan permainan untuk merebut pimpinan DPC PDIP Lembata yang berakhir tragis dengan pengunduran diri Yantje Sunur sebagai kader PDIP beberapa waktu lalu harus menumbuhkan kesadaran bahwa sang Bupati sedang bergerilya memburu partai politik sebagai kendaran instan menuju pilkada 2017. Setelah terpental dan di tendang dari PDIP dengan tragis, giliran Partai Gerindra ibarat rusa yang lari dan diburu di padang Waijarang. Sisa masa kesuksesan saat ini pun menjadi momen untuk sosialisasi diri dan mencari dukungan rakyat yang lugu di kampong - kampung untuk mendukungnya. Kelebihan orang ini, yang saat ini menjadi mudarat, adalah janji-janji dan bualan kosong, dan proyek-proyek yang mubazir, kasus pasar Pada dan pasar TPI yang menggerakan para pedagang berjualan di Taman Kota adalah bukti bahwa Pemerintah saat ini gagal membangun Lembata. Banyak kasus hukum yang beberapa diantaranya diduga kuat melibatkan Bupati Yantje Sunur melupakan fakta bahwa bupati yang satu ini hanya menghadirkan konflik tanpa solusi dan membuat kehebohan yang miskin subtansi dan makna.
Loyalitas Tanpa Otak
Kita menyaksikan, selama pemerintahan ini banyak nilai hidup terkubur atas nama loyalitas tanpa otak dan nurani. Banyak aparat dan elite PNS di Lembata mengapdi kepada ketidakbenaran dan kebohongan. Orang mengadi pada orang yang diketahui paling kerap melanggar peraturan atas nama jabatan, kuasa dan kedudukan, sementara hati nurani dan martabat kemanusian dikorbankan. Kepenggapan birokrasi Lembata telah menghasilkan banyak orang yang sakit fisik dan mental.
Tampaknya, jalan masih panjang untuk mengurai dan mengatasi semua keruwetan Lembata. Dan untuk itu, semua elemen Lembata yang kritis harus setia mengadvokasi rakyat di seluruh pelosok Lembata agar selalu berpikir jernih melihat persoalan dan solusi, ahli-ahli terpesona pada penampilan fisik yang penuh kepalsuan dan kesejahtraan mereka sebagai rakyat. Prinsipnya, kebenaran tidak boleh kalah dengan kebohongan. Keadilan tidak boleh dikangkangi kesewenangan-wenang. Komitmen untuk masa depan Lembata yang lebih baik tidak boleh terdistraksi oleh sifat dan sikap siapapun yang suka mengobral janji manis, bemimpi, berhayal, berilusi dan berhalusinasi. Kebenaran, keadilan, kejujuran, komitmen dan kesetiaan adalah investasi masa depan Lembata. Maka masyarakat Lembata harus di advokasi agar pada tahun 2017 nanti tidak menyerahkan Lembata kepada tangan yang identik dengan kehancuran. Rakyat Lembata harus kritis terhadap Partai Politik. Parpol yang memilih kehancuran Lembata tidak boleh lagi berada dalam daftar opsi untuk diberi amanat menegakan keadilan dan kesejahteraan Rakyat!
(SUMBER: Buku “Lembata Negeri Kecil Salah Urus”, Karya Steph Tupeng Witin)
0 komentar:
Posting Komentar