Menuju Pemilu 2014 Berkualitas dan Bermartabat
Pemred Majalah Rosa PMKRI Cabang Kupang
Tulisan ini sudah di publikasikan penulis di
SKH Timor Express, Selasa, 08 April 2014
Pelaksanaan Pemilu legislatif 2014 yang sedianya akan digelar pada 9
April 2014 dan diikuti 12 partai politik secara nasional dan tiga partai
lokal Aceh tinggal menghitung jam. Selama rentang waktu dari tanggal 11
Januari 2014 sampai 5 April 2014, KPU sudah memberikan kesempatan
kampanye terbuka kepada calen legislatif. Tentunya selama masa kampanye
terbuka kita telah menyaksikan berbagai bentuk suguhan dari para elit
parpol atau non parpol, baik dari calon wakil rakyat atau tim pemenangan
calon wakil rakyat untuk menarik simpati atau dukungan agar mendapatkan
jatah kursi untuk mewakili rakyat. Para calon wakil rakyat telah
menawarkan suguhan yang juga bervariasi, mulai dari yang memiliki pola,
strategi, dan taktik (mayoritas oleh caleg pemilik modal), maupun tanpa
pola/bentuk (modal percaya diri atau kenekatan untuk dikenal rakyat).
Ruang-ruang publik (millik rakyat) saat ini sesak dijejali perilaku,
tingkah laku, senyum, bahkan janji-janji manis bertabur dusta untuk
mendapat kuasa dari rakyat. Fenomena kampanye di ranah publik telah
dibanjiri poster, spanduk, baliho, blusukan, safari atau silaturrahmi
politik ke masyarakat, hingga visualisasi pencitraan secara massif.
Proses masa kampanye Pemilu DPR, DPRD Provinsi dan Kab/Kota, maupun DPD
telah berakhir dan tinggal untuk melakukan pemilihan. Untuk itu beberapa
hal yang perlu diperhatikan agar proses pemilihan nanti menjadi pemilu
yang berkualitas atau bermartabat.
Bagi Pemilih
Janji–janji manis para caleg selama masa kampanye telah kita dengar,
saatnya kita masyarakat untuk menyaring dan menentukan pilihan secara
benar. Karena ketika salah memilih caleg berarti salah dalam melangkah
dan sekaligus salah pula memberikan amanah rakyat. Mereka (caleg) yang
terpilih berarti mereka yang akan mengharubirukan negeri dengan jumlah
penduduk salah satu terbesar di dunia.
Olehnya ungkapan terkenal masa "orba" layak didengungkan kembali dengan
ungkapan "jangan membeli kucing dalam karung". Ungkapan ini merujuk pada
pengertian ketika memilih calon pemimpin jangan asal comot dan tidak
dikenal kualitas pribadi dan kompetensi akademisnya (kemampuan
berfikir). Maka dari itu, sebelum menentukan pilihannya seyogyannya
harus mengenal terlebih dahulu caleg "luar dalamnya". Dengan kata lain,
dalam menentukan pilihan terhadap caleg harus mengetahui benar tentang
track record dan trade mark-nya sehingga tidak salah memilih. Ungkapan
ini pas betul dengan iklan tempoe doloe dengan istilah teliti sebelum
membeli.
Karena itu, dalam menentukan pilihan tidak lain adalah ukuranya adalah
profil pribadi dalam kesehariannya. Karena prilaku seorang caleg
merupakan simbol keperibadiannya, maka dari itu, prilaku melalui profil
kesehariannya yang dapat dijadikan referensi dalam memilih calon
legeslatif tersebut.
Jadilah pemilih cerdas yang didasarkan atas kesadaran rasional, kritis,
dan hati nurani, bukan berdasarkan transaksi politik uang, sehingga
mencederai jaminan konstitusional hak asasi manusia setiap warga negara
dalam penyelenggaraan Pemilu.
Melalui pemilu legislatif kali ini menjadi tolok ukur kecerdasan rakyat
untuk membangun negerinya lima tahun mendatang. Pemilu sebelumnya
hendaknya menjadi bahan evaluasi untuk tidak mengulangi kesalahan yang
sama. Terbukti banyak caleg yang bermasalah dalam menjalankan tugasnya.
Diantaranya harus berurusan dengan pihak hukum. Hal itu akibat kesalahan
pemilih dalam memilih yang tidak dilakukan secara cerdas dan
berkualitas. Untuk itu, momen pemilu legislatif ini layak dijadikan
modal dasar untuk pemilu yang cerdas berkualitas. Dengan begitu
pemilunya berjalan dengan lancar dan damai. Demikian pula caleg yang
terpilih akan datang adalah caleg yang cerdas berkualitas karena ia
terpilih secara ketat dengan kompetisi sehat.
Bagi Caleg
Menyikapi kemenangan dan kekalahan para caleg, pesan moral dan kearifan
perlu dikedepankan. Bagi caleg yang memenangkan pemilu legislatif bahwa
sesungguhnya kemenangan itu merupakan amanah yang harus dilaksanakan
dengan segala kesungguhan, bukan sebaliknya dengan merayakan pesta pora.
Jika hal itu yang terjadi, maka akan muncul caleg-caleg tidak
berkualitas yang justru menambah penderitaan rakyat. Lebih jauh dari
itu, sesungguhnya ia telah mengekploitasi dan menyakiti rakyat.
Bagi yang kalah, tetap menjaga kehormatan dan legowo bahwa sesungguhnya
manusia hanya bisa merencanakan dan menyusun strategi, tetapi yang
sejatinya menentukan kemenangan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena
itu, bila caleg ingin berjuang demi rakyat banyak, maka kekalahan
merupakan langkah untuk melakukan evaluasi diri tentang kekurangan
selama ini yang dimiliki atau karena Tuhan belum berkenan untuk
memberikan amanah yang berat itu. Tetapi juga sebaliknya, bila caleg
dengan berbagai cara ingin meraih kemenangan dengan ongkos politik yang
mahal, bila mengalami kekelahan dan hatinya tidak legowo, maka yang
terjadi bisa-bisa ia kehilangan jati diri dan kehilangan akalbudi.
Bagi Penyelenggara Pemilu dan LSM
Tidak bisa dipungkiri bahwa pemilu yang berkualitas merupakan
kristalisasi dari keterlibatan setiap komponen bangsa. Keterlibatan
dalam hal ini tentunya yang konstruktif sehingga pemilu dapat berjalan
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Untuk mewujudkan pemilu yang
berkualitas maka ada beberapa lembaga yang bisa menjadi ujung tombak.
Pertama penyelnggara pemilu mulai tingkatan KPU daerah hingga KPU harus
dapat memastikan semua hal-hal teknis sudah dipersiapkan dengan baik dan
maksimal, sehingga kita tidak terjebak dalam urusan teknis dalam setiap
kali ada pemilu. Selain itu peran Badan Pengawas Pemilu harus
dipastikan dalam berjalan dengan baik sehingga tidak ada pelanggaran
dalam pemilu yang dibiarkan terjadi. Kedua partai politik dan peserta
pemilu (legislatif maupun presiden dan wakil presiden) harus menjadi
aktor utama dalam mewujudkan pemilu yang berkualitas. Ketiga peran
lembaga swadaya masyarakat (LSM) menjadi sangat sentral dalam mewujudkan
pemilu yang berkualitas. Selain itu para alim ulama juga harus
dilibatkan, sebab mereka masih sangat dipercaya oleh masyarakat sebagai
panutan. Yang terkahir adalah peran pemilih itu sendiri menjadi sangat
penting. Jika pemilih menyadari arti penting keterlibatannya dalam
pemilu maka dapat dipastikan yang bersangkutan dapat menggunakan hak
pilihnya dengan baik berdasarkan pertimbangan yang rasional bukan
emosional.
Akhirnya terwujudnya pemilu 2014 yang berkualitas merupakan
tanggungjawab semua komponen bangsa baik penyelenggara, peserta pemilu
maupun lembaga masyarakat dan pemilih itu sendiri. Pemilu yang
berkualitas diyakini dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas pula
seperti yang terjadi di negara demokrasi lainya.
Pemimpin yang berkualitas tentunya lahir dalam proses yang berkualitas.
Semoga tahun 2014 menjadi tahun yang dapat melahirkan pemimpin yang
berkualitas untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagai cita-cita proklamasi. (*)
0 komentar:
Posting Komentar