Tata Kampung Adat, Disbudpar Lembata Gelar Dialog
Budaya
Warga Lewohala yang
hadir dalam dialog budaya di Pantai Teluk Jontona, Sabtu (23/8). (Foto :
FBC/Yogi Making)
Pemerintah Kabupaten Lembata melalui
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lembata menggelar dialog budaya
dengan tema “Membangun Tata Kelola Kampung Adat Lewohala Berbasis Budaya”
bertempat pantai teluk desa Jontona, Kecamtan Ile Ape Timur, Sabtu (23/8).
Kegiatan dimaksud dihadiri 200
orang yang merupakan perwakilan masyarakat adat Lewohala, yang bermukim di
tujuh desa dalam wilayah kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur. Dihadiri juga
Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Wathun, Anggota DPRD Lembata Linus Beseng dan
beberapa orang pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Wakil Bupati Viktor Mado Wathun
dalam sambutan di awal kegiatan mengungkapkan keprihatinannya terhadap budaya
Lewohala yang mulai berubah di pengaruhi budaya modern. Dia mencontohkan,
beberapa rumah-rumah adat di kampung tua orang Lewohala yang dulunya beratap
daun kelapa dan rumput alang-alang kini diganti dengan atap seng.
Menurutnya, perubahan ini karena
sebagian warga Lewohala tak lagi menghargai budayanya sebagai warisan leluhur
yang harus dilestarikan. “Saya lihat beberapa rumah adat diatapnya dengan seng,
ini sebuah bukti kalau kita mulai terpengaruh dengan budaya modern dan
perlahan-lahan kita mulai tinggalkan budaya kita sendiri,” ujar Mado Wathun.
Dengan demikian dia berharap, agar
penguasa adat Lewohala supaya menghimbau warga suku pemilik rumah yang diganti
dengan atap seng supaya di bongkar dan dibagun kembali sesuai bentuk aslinya.
Lebih jauh Mado Wathun mengatakan,
oleh karena keunikan itu, Pemerintah Kabupaten Lembata telah menetapkan
Lewohala sebagai salah satu destinasi pariwisata. Dan karena itu pemerintah
melalui dinas dan badan terkait harus membuat perencanaan demi pengembangan
Lewohala sebagai daerah tujuan wisata di Kabupaten Lembata.
Sayangnya moment penting itu tidak
dihadiri oleh beberapa kepala SKPD yang harusnya menjadi stake
holder dalam rencana pengembangan Lewohala sebagai kampung pariwisata. Seperti
di saksikan Mado Wathun dalam sambutan itu mengecek satu persatu kepala SKPD
yang menurutnya wajib hadir dalam dialog itu.
“Saya omong begini karena banyak
pejabat di Kabupaten kita ini pintar cuci tangan. Jangan sampai setelah kita
bahas, lalu mereka bilang tidak tahu. Kalau Pak Bupati dia agak slow, tapi
kalau saya pasti saya cek,” katanya.
Sementara itu, Linus Beseng anggota
DPRD Lembata yang hadir mewakili pimpinan DPRD Kabupaten Lembata, dalam
sambutannya menghimbau warga Lewohala supaya tetap mempertahankan keaslian
budaya Lewohala sebagai warisan lelulur.
Tak beda dengan wakil Bupati, Ritual
pesta kacang di Lewohala dalam pengamatannya mulai bergeser mengikuti
perkembangan jaman. Karena itu dialog ini menjadi penting guna melihat dan
menggali kembali keaslian budaya Lewohala untuk dijaga di lestarikan.
Lebih jauh dalam sambutan itu, Linus
mengatakan demi melindungi budaya lokal, DPRD Lembata belum lama ini telah
membahas dan menetapkan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2014 tentang Pelestarian
Budaya Warisan Leluhur.
Seperti disaksikan, dialog budaya
ini diawali dengan penyampaian materi dengan menghadirkan empat orang pembicara
masing-masing Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Wathun, Kepala Dinas Pariwisata
Longginus Lega, salah satu akademisi asal Lewohala Linus Lusi Making dan tokoh
adat Lewohala, Stefanus Lodan Halimaking.
Dialog ini membahas dua topik
diskusi yakni, struktur adat kampung adat Lewohala, dan proses ritual pesta
kacang. Kedua aspek ini didialogkan untuk menggali dan menemukan kembali budaya
warisan leluhur untuk dikembangkan menjadi daya tarik pariwisata baik lokal,
Nasional maupun manca negara sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat
adat Lewohala.
Orang Lewohala Masih Jaga Keaslian
Budaya
Menanggapi topik diskusi dan
pernyataan bernada kekhawatiran yang terungkap dalam acara dialog masyarakat
adat Lewohala ini, Aloysius Bagasi Making salah satu anak Lewohala di sela-sela
diskusi kepada floresbangkit.com mengatakan, kekhawatiran akan punahnya
budaya Lewohala merupakan hal wajar, namun secara umum masyarakat adat lewohala
masih teguh mempertahankan budayanya sebagai warisan leluhur.
Kendati demikian, dia mengakui jika
dalam beberapa hal keaslian budayanya d rubah mengkuti perkembangan jaman.
“Saya akui kalau ada sedikit perubahan terutama terkait struktur asli rumah
adat, dan cara berpakaian warga lewohala saat menghadiri pesta kacang, tetapi
dari sisi ritual tidak ada perubahan, kami tetap mempertahankan itu sebagai
warisan leluhur,” ujarnya.
Sementara terkait rencana
pengembangan kampung adat Lewohala sebagai daerah tujuan wisata, Bagasi Making
mengatakan, menjadi kewajiban pemerintah Kabupaten Lembata untuk mempromosikan
potensi wisata Lewohala, apalagi tujuannya adalah kesejahteraan rakyat.
“Orang Lewohala menggelar pesta
kacang itu untuk mengucap syukur kepada sang pencipta dan mendekatkan dirinya
dengan leluhurnya. Jadi kalau ini dilihat unik dan punya potensi wisata, itu
tugas pemerintah untuk memperkenalkan kepada dunia luar. Tetapi ingat, kami
orang lewohala tidak menggelar ritual pesta kacang karena ada pariwisata. Saya
perlu tegaskan ini, supaya orang jangan salah persepsi,” ungkapnya. (Yogi
Making)
Sumber berita :
http://www.floresbangkit.com
LEWOLEBA, FBC-Pemerintah
Kabupaten Lembata melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Lembata menggelar dialog budaya dengan tema “Membangun Tata Kelola
Kampung Adat Lewohala Berbasis Budaya” bertempat pantai teluk desa
Jontona, Kecamtan Ile Ape Timur, Sabtu (23/8).
Kegiatan dimaksud dihadiri 200 orang yang merupakan perwakilan masyarakat adat Lewohala, yang bermukim di tujuh desa dalam wilayah kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur. Dihadiri juga Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Wathun, Anggota DPRD Lembata Linus Beseng dan beberapa orang pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Wakil Bupati Viktor Mado Wathun dalam sambutan di awal kegiatan mengungkapkan keprihatinannya terhadap budaya Lewohala yang mulai berubah di pengaruhi budaya modern. Dia mencontohkan, beberapa rumah-rumah adat di kampung tua orang Lewohala yang dulunya beratap daun kelapa dan rumput alang-alang kini diganti dengan atap seng.
Menurutnya, perubahan ini karena sebagian warga Lewohala tak lagi menghargai budayanya sebagai warisan leluhur yang harus dilestarikan. “Saya lihat beberapa rumah adat diatapnya dengan seng, ini sebuah bukti kalau kita mulai terpengaruh dengan budaya modern dan perlahan-lahan kita mulai tinggalkan budaya kita sendiri,” ujar Mado Wathun.
Dengan demikian dia berharap, agar penguasa adat Lewohala supaya menghimbau warga suku pemilik rumah yang diganti dengan atap seng supaya di bongkar dan dibagun kembali sesuai bentuk aslinya.
Lebih jauh Mado Wathun mengatakan, oleh karena keunikan itu, Pemerintah Kabupaten Lembata telah menetapkan Lewohala sebagai salah satu destinasi pariwisata. Dan karena itu pemerintah melalui dinas dan badan terkait harus membuat perencanaan demi pengembangan Lewohala sebagai daerah tujuan wisata di Kabupaten Lembata.
Sayangnya moment penting itu tidak dihadiri oleh beberapa kepala SKPD yang harusnya menjadi stake holder dalam rencana pengembangan Lewohala sebagai kampung pariwisata. Seperti di saksikan Mado Wathun dalam sambutan itu mengecek satu persatu kepala SKPD yang menurutnya wajib hadir dalam dialog itu.
“Saya omong begini karena banyak pejabat di Kabupaten kita ini pintar cuci tangan. Jangan sampai setelah kita bahas, lalu mereka bilang tidak tahu. Kalau Pak Bupati dia agak slow, tapi kalau saya pasti saya cek,” katanya.
Sementara itu, Linus Beseng anggota DPRD Lembata yang hadir mewakili pimpinan DPRD Kabupaten Lembata, dalam sambutannya menghimbau warga Lewohala supaya tetap mempertahankan keaslian budaya Lewohala sebagai warisan lelulur.
Tak beda dengan wakil Bupati, Ritual pesta kacang di Lewohala dalam pengamatannya mulai bergeser mengikuti perkembangan jaman. Karena itu dialog ini menjadi penting guna melihat dan menggali kembali keaslian budaya Lewohala untuk dijaga di lestarikan.
Lebih jauh dalam sambutan itu, Linus mengatakan demi melindungi budaya lokal, DPRD Lembata belum lama ini telah membahas dan menetapkan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2014 tentang Pelestarian Budaya Warisan Leluhur.
Seperti disaksikan, dialog budaya ini diawali dengan penyampaian materi dengan menghadirkan empat orang pembicara masing-masing Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Wathun, Kepala Dinas Pariwisata Longginus Lega, salah satu akademisi asal Lewohala Linus Lusi Making dan tokoh adat Lewohala, Stefanus Lodan Halimaking.
Dialog ini membahas dua topik diskusi yakni, struktur adat kampung adat Lewohala, dan proses ritual pesta kacang. Kedua aspek ini didialogkan untuk menggali dan menemukan kembali budaya warisan leluhur untuk dikembangkan menjadi daya tarik pariwisata baik lokal, Nasional maupun manca negara sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat adat Lewohala.
Orang Lewohala Masih Jaga Keaslian Budaya
Menanggapi topik diskusi dan pernyataan bernada kekhawatiran yang terungkap dalam acara dialog masyarakat adat Lewohala ini, Aloysius Bagasi Making salah satu anak Lewohala di sela-sela diskusi kepada floresbangkit.com mengatakan, kekhawatiran akan punahnya budaya Lewohala merupakan hal wajar, namun secara umum masyarakat adat lewohala masih teguh mempertahankan budayanya sebagai warisan leluhur.
Kendati demikian, dia mengakui jika dalam beberapa hal keaslian budayanya d rubah mengkuti perkembangan jaman. “Saya akui kalau ada sedikit perubahan terutama terkait struktur asli rumah adat, dan cara berpakaian warga lewohala saat menghadiri pesta kacang, tetapi dari sisi ritual tidak ada perubahan, kami tetap mempertahankan itu sebagai warisan leluhur,” ujarnya.
Sementara terkait rencana pengembangan kampung adat Lewohala sebagai daerah tujuan wisata, Bagasi Making mengatakan, menjadi kewajiban pemerintah Kabupaten Lembata untuk mempromosikan potensi wisata Lewohala, apalagi tujuannya adalah kesejahteraan rakyat.
“Orang Lewohala menggelar pesta kacang itu untuk mengucap syukur kepada sang pencipta dan mendekatkan dirinya dengan leluhurnya. Jadi kalau ini dilihat unik dan punya potensi wisata, itu tugas pemerintah untuk memperkenalkan kepada dunia luar. Tetapi ingat, kami orang lewohala tidak menggelar ritual pesta kacang karena ada pariwisata. Saya perlu tegaskan ini, supaya orang jangan salah persepsi,” ungkapnya. (Yogi Making)
- See more at: http://www.floresbangkit.com/2014/08/tata-kampung-adat-disbudpar-lembata-gelar-dialog-budaya/#sthash.yJpXXanE.dpuf
Kegiatan dimaksud dihadiri 200 orang yang merupakan perwakilan masyarakat adat Lewohala, yang bermukim di tujuh desa dalam wilayah kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur. Dihadiri juga Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Wathun, Anggota DPRD Lembata Linus Beseng dan beberapa orang pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Wakil Bupati Viktor Mado Wathun dalam sambutan di awal kegiatan mengungkapkan keprihatinannya terhadap budaya Lewohala yang mulai berubah di pengaruhi budaya modern. Dia mencontohkan, beberapa rumah-rumah adat di kampung tua orang Lewohala yang dulunya beratap daun kelapa dan rumput alang-alang kini diganti dengan atap seng.
Menurutnya, perubahan ini karena sebagian warga Lewohala tak lagi menghargai budayanya sebagai warisan leluhur yang harus dilestarikan. “Saya lihat beberapa rumah adat diatapnya dengan seng, ini sebuah bukti kalau kita mulai terpengaruh dengan budaya modern dan perlahan-lahan kita mulai tinggalkan budaya kita sendiri,” ujar Mado Wathun.
Dengan demikian dia berharap, agar penguasa adat Lewohala supaya menghimbau warga suku pemilik rumah yang diganti dengan atap seng supaya di bongkar dan dibagun kembali sesuai bentuk aslinya.
Lebih jauh Mado Wathun mengatakan, oleh karena keunikan itu, Pemerintah Kabupaten Lembata telah menetapkan Lewohala sebagai salah satu destinasi pariwisata. Dan karena itu pemerintah melalui dinas dan badan terkait harus membuat perencanaan demi pengembangan Lewohala sebagai daerah tujuan wisata di Kabupaten Lembata.
Sayangnya moment penting itu tidak dihadiri oleh beberapa kepala SKPD yang harusnya menjadi stake holder dalam rencana pengembangan Lewohala sebagai kampung pariwisata. Seperti di saksikan Mado Wathun dalam sambutan itu mengecek satu persatu kepala SKPD yang menurutnya wajib hadir dalam dialog itu.
“Saya omong begini karena banyak pejabat di Kabupaten kita ini pintar cuci tangan. Jangan sampai setelah kita bahas, lalu mereka bilang tidak tahu. Kalau Pak Bupati dia agak slow, tapi kalau saya pasti saya cek,” katanya.
Sementara itu, Linus Beseng anggota DPRD Lembata yang hadir mewakili pimpinan DPRD Kabupaten Lembata, dalam sambutannya menghimbau warga Lewohala supaya tetap mempertahankan keaslian budaya Lewohala sebagai warisan lelulur.
Tak beda dengan wakil Bupati, Ritual pesta kacang di Lewohala dalam pengamatannya mulai bergeser mengikuti perkembangan jaman. Karena itu dialog ini menjadi penting guna melihat dan menggali kembali keaslian budaya Lewohala untuk dijaga di lestarikan.
Lebih jauh dalam sambutan itu, Linus mengatakan demi melindungi budaya lokal, DPRD Lembata belum lama ini telah membahas dan menetapkan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2014 tentang Pelestarian Budaya Warisan Leluhur.
Seperti disaksikan, dialog budaya ini diawali dengan penyampaian materi dengan menghadirkan empat orang pembicara masing-masing Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Wathun, Kepala Dinas Pariwisata Longginus Lega, salah satu akademisi asal Lewohala Linus Lusi Making dan tokoh adat Lewohala, Stefanus Lodan Halimaking.
Dialog ini membahas dua topik diskusi yakni, struktur adat kampung adat Lewohala, dan proses ritual pesta kacang. Kedua aspek ini didialogkan untuk menggali dan menemukan kembali budaya warisan leluhur untuk dikembangkan menjadi daya tarik pariwisata baik lokal, Nasional maupun manca negara sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat adat Lewohala.
Orang Lewohala Masih Jaga Keaslian Budaya
Menanggapi topik diskusi dan pernyataan bernada kekhawatiran yang terungkap dalam acara dialog masyarakat adat Lewohala ini, Aloysius Bagasi Making salah satu anak Lewohala di sela-sela diskusi kepada floresbangkit.com mengatakan, kekhawatiran akan punahnya budaya Lewohala merupakan hal wajar, namun secara umum masyarakat adat lewohala masih teguh mempertahankan budayanya sebagai warisan leluhur.
Kendati demikian, dia mengakui jika dalam beberapa hal keaslian budayanya d rubah mengkuti perkembangan jaman. “Saya akui kalau ada sedikit perubahan terutama terkait struktur asli rumah adat, dan cara berpakaian warga lewohala saat menghadiri pesta kacang, tetapi dari sisi ritual tidak ada perubahan, kami tetap mempertahankan itu sebagai warisan leluhur,” ujarnya.
Sementara terkait rencana pengembangan kampung adat Lewohala sebagai daerah tujuan wisata, Bagasi Making mengatakan, menjadi kewajiban pemerintah Kabupaten Lembata untuk mempromosikan potensi wisata Lewohala, apalagi tujuannya adalah kesejahteraan rakyat.
“Orang Lewohala menggelar pesta kacang itu untuk mengucap syukur kepada sang pencipta dan mendekatkan dirinya dengan leluhurnya. Jadi kalau ini dilihat unik dan punya potensi wisata, itu tugas pemerintah untuk memperkenalkan kepada dunia luar. Tetapi ingat, kami orang lewohala tidak menggelar ritual pesta kacang karena ada pariwisata. Saya perlu tegaskan ini, supaya orang jangan salah persepsi,” ungkapnya. (Yogi Making)
- See more at: http://www.floresbangkit.com/2014/08/tata-kampung-adat-disbudpar-lembata-gelar-dialog-budaya/#sthash.yJpXXanE.dpuf
LEWOLEBA, FBC-Pemerintah
Kabupaten Lembata melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Lembata menggelar dialog budaya dengan tema “Membangun Tata Kelola
Kampung Adat Lewohala Berbasis Budaya” bertempat pantai teluk desa
Jontona, Kecamtan Ile Ape Timur, Sabtu (23/8).
Kegiatan dimaksud dihadiri 200 orang yang merupakan perwakilan masyarakat adat Lewohala, yang bermukim di tujuh desa dalam wilayah kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur. Dihadiri juga Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Wathun, Anggota DPRD Lembata Linus Beseng dan beberapa orang pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Wakil Bupati Viktor Mado Wathun dalam sambutan di awal kegiatan mengungkapkan keprihatinannya terhadap budaya Lewohala yang mulai berubah di pengaruhi budaya modern. Dia mencontohkan, beberapa rumah-rumah adat di kampung tua orang Lewohala yang dulunya beratap daun kelapa dan rumput alang-alang kini diganti dengan atap seng.
Menurutnya, perubahan ini karena sebagian warga Lewohala tak lagi menghargai budayanya sebagai warisan leluhur yang harus dilestarikan. “Saya lihat beberapa rumah adat diatapnya dengan seng, ini sebuah bukti kalau kita mulai terpengaruh dengan budaya modern dan perlahan-lahan kita mulai tinggalkan budaya kita sendiri,” ujar Mado Wathun.
Dengan demikian dia berharap, agar penguasa adat Lewohala supaya menghimbau warga suku pemilik rumah yang diganti dengan atap seng supaya di bongkar dan dibagun kembali sesuai bentuk aslinya.
Lebih jauh Mado Wathun mengatakan, oleh karena keunikan itu, Pemerintah Kabupaten Lembata telah menetapkan Lewohala sebagai salah satu destinasi pariwisata. Dan karena itu pemerintah melalui dinas dan badan terkait harus membuat perencanaan demi pengembangan Lewohala sebagai daerah tujuan wisata di Kabupaten Lembata.
Sayangnya moment penting itu tidak dihadiri oleh beberapa kepala SKPD yang harusnya menjadi stake holder dalam rencana pengembangan Lewohala sebagai kampung pariwisata. Seperti di saksikan Mado Wathun dalam sambutan itu mengecek satu persatu kepala SKPD yang menurutnya wajib hadir dalam dialog itu.
“Saya omong begini karena banyak pejabat di Kabupaten kita ini pintar cuci tangan. Jangan sampai setelah kita bahas, lalu mereka bilang tidak tahu. Kalau Pak Bupati dia agak slow, tapi kalau saya pasti saya cek,” katanya.
Sementara itu, Linus Beseng anggota DPRD Lembata yang hadir mewakili pimpinan DPRD Kabupaten Lembata, dalam sambutannya menghimbau warga Lewohala supaya tetap mempertahankan keaslian budaya Lewohala sebagai warisan lelulur.
Tak beda dengan wakil Bupati, Ritual pesta kacang di Lewohala dalam pengamatannya mulai bergeser mengikuti perkembangan jaman. Karena itu dialog ini menjadi penting guna melihat dan menggali kembali keaslian budaya Lewohala untuk dijaga di lestarikan.
Lebih jauh dalam sambutan itu, Linus mengatakan demi melindungi budaya lokal, DPRD Lembata belum lama ini telah membahas dan menetapkan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2014 tentang Pelestarian Budaya Warisan Leluhur.
Seperti disaksikan, dialog budaya ini diawali dengan penyampaian materi dengan menghadirkan empat orang pembicara masing-masing Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Wathun, Kepala Dinas Pariwisata Longginus Lega, salah satu akademisi asal Lewohala Linus Lusi Making dan tokoh adat Lewohala, Stefanus Lodan Halimaking.
Dialog ini membahas dua topik diskusi yakni, struktur adat kampung adat Lewohala, dan proses ritual pesta kacang. Kedua aspek ini didialogkan untuk menggali dan menemukan kembali budaya warisan leluhur untuk dikembangkan menjadi daya tarik pariwisata baik lokal, Nasional maupun manca negara sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat adat Lewohala.
Orang Lewohala Masih Jaga Keaslian Budaya
Menanggapi topik diskusi dan pernyataan bernada kekhawatiran yang terungkap dalam acara dialog masyarakat adat Lewohala ini, Aloysius Bagasi Making salah satu anak Lewohala di sela-sela diskusi kepada floresbangkit.com mengatakan, kekhawatiran akan punahnya budaya Lewohala merupakan hal wajar, namun secara umum masyarakat adat lewohala masih teguh mempertahankan budayanya sebagai warisan leluhur.
Kendati demikian, dia mengakui jika dalam beberapa hal keaslian budayanya d rubah mengkuti perkembangan jaman. “Saya akui kalau ada sedikit perubahan terutama terkait struktur asli rumah adat, dan cara berpakaian warga lewohala saat menghadiri pesta kacang, tetapi dari sisi ritual tidak ada perubahan, kami tetap mempertahankan itu sebagai warisan leluhur,” ujarnya.
Sementara terkait rencana pengembangan kampung adat Lewohala sebagai daerah tujuan wisata, Bagasi Making mengatakan, menjadi kewajiban pemerintah Kabupaten Lembata untuk mempromosikan potensi wisata Lewohala, apalagi tujuannya adalah kesejahteraan rakyat.
“Orang Lewohala menggelar pesta kacang itu untuk mengucap syukur kepada sang pencipta dan mendekatkan dirinya dengan leluhurnya. Jadi kalau ini dilihat unik dan punya potensi wisata, itu tugas pemerintah untuk memperkenalkan kepada dunia luar. Tetapi ingat, kami orang lewohala tidak menggelar ritual pesta kacang karena ada pariwisata. Saya perlu tegaskan ini, supaya orang jangan salah persepsi,” ungkapnya. (Yogi Making)
- See more at: http://www.floresbangkit.com/2014/08/tata-kampung-adat-disbudpar-lembata-gelar-dialog-budaya/#sthash.yJpXXanE.dpuf
Kegiatan dimaksud dihadiri 200 orang yang merupakan perwakilan masyarakat adat Lewohala, yang bermukim di tujuh desa dalam wilayah kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur. Dihadiri juga Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Wathun, Anggota DPRD Lembata Linus Beseng dan beberapa orang pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Wakil Bupati Viktor Mado Wathun dalam sambutan di awal kegiatan mengungkapkan keprihatinannya terhadap budaya Lewohala yang mulai berubah di pengaruhi budaya modern. Dia mencontohkan, beberapa rumah-rumah adat di kampung tua orang Lewohala yang dulunya beratap daun kelapa dan rumput alang-alang kini diganti dengan atap seng.
Menurutnya, perubahan ini karena sebagian warga Lewohala tak lagi menghargai budayanya sebagai warisan leluhur yang harus dilestarikan. “Saya lihat beberapa rumah adat diatapnya dengan seng, ini sebuah bukti kalau kita mulai terpengaruh dengan budaya modern dan perlahan-lahan kita mulai tinggalkan budaya kita sendiri,” ujar Mado Wathun.
Dengan demikian dia berharap, agar penguasa adat Lewohala supaya menghimbau warga suku pemilik rumah yang diganti dengan atap seng supaya di bongkar dan dibagun kembali sesuai bentuk aslinya.
Lebih jauh Mado Wathun mengatakan, oleh karena keunikan itu, Pemerintah Kabupaten Lembata telah menetapkan Lewohala sebagai salah satu destinasi pariwisata. Dan karena itu pemerintah melalui dinas dan badan terkait harus membuat perencanaan demi pengembangan Lewohala sebagai daerah tujuan wisata di Kabupaten Lembata.
Sayangnya moment penting itu tidak dihadiri oleh beberapa kepala SKPD yang harusnya menjadi stake holder dalam rencana pengembangan Lewohala sebagai kampung pariwisata. Seperti di saksikan Mado Wathun dalam sambutan itu mengecek satu persatu kepala SKPD yang menurutnya wajib hadir dalam dialog itu.
“Saya omong begini karena banyak pejabat di Kabupaten kita ini pintar cuci tangan. Jangan sampai setelah kita bahas, lalu mereka bilang tidak tahu. Kalau Pak Bupati dia agak slow, tapi kalau saya pasti saya cek,” katanya.
Sementara itu, Linus Beseng anggota DPRD Lembata yang hadir mewakili pimpinan DPRD Kabupaten Lembata, dalam sambutannya menghimbau warga Lewohala supaya tetap mempertahankan keaslian budaya Lewohala sebagai warisan lelulur.
Tak beda dengan wakil Bupati, Ritual pesta kacang di Lewohala dalam pengamatannya mulai bergeser mengikuti perkembangan jaman. Karena itu dialog ini menjadi penting guna melihat dan menggali kembali keaslian budaya Lewohala untuk dijaga di lestarikan.
Lebih jauh dalam sambutan itu, Linus mengatakan demi melindungi budaya lokal, DPRD Lembata belum lama ini telah membahas dan menetapkan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2014 tentang Pelestarian Budaya Warisan Leluhur.
Seperti disaksikan, dialog budaya ini diawali dengan penyampaian materi dengan menghadirkan empat orang pembicara masing-masing Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Wathun, Kepala Dinas Pariwisata Longginus Lega, salah satu akademisi asal Lewohala Linus Lusi Making dan tokoh adat Lewohala, Stefanus Lodan Halimaking.
Dialog ini membahas dua topik diskusi yakni, struktur adat kampung adat Lewohala, dan proses ritual pesta kacang. Kedua aspek ini didialogkan untuk menggali dan menemukan kembali budaya warisan leluhur untuk dikembangkan menjadi daya tarik pariwisata baik lokal, Nasional maupun manca negara sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat adat Lewohala.
Orang Lewohala Masih Jaga Keaslian Budaya
Menanggapi topik diskusi dan pernyataan bernada kekhawatiran yang terungkap dalam acara dialog masyarakat adat Lewohala ini, Aloysius Bagasi Making salah satu anak Lewohala di sela-sela diskusi kepada floresbangkit.com mengatakan, kekhawatiran akan punahnya budaya Lewohala merupakan hal wajar, namun secara umum masyarakat adat lewohala masih teguh mempertahankan budayanya sebagai warisan leluhur.
Kendati demikian, dia mengakui jika dalam beberapa hal keaslian budayanya d rubah mengkuti perkembangan jaman. “Saya akui kalau ada sedikit perubahan terutama terkait struktur asli rumah adat, dan cara berpakaian warga lewohala saat menghadiri pesta kacang, tetapi dari sisi ritual tidak ada perubahan, kami tetap mempertahankan itu sebagai warisan leluhur,” ujarnya.
Sementara terkait rencana pengembangan kampung adat Lewohala sebagai daerah tujuan wisata, Bagasi Making mengatakan, menjadi kewajiban pemerintah Kabupaten Lembata untuk mempromosikan potensi wisata Lewohala, apalagi tujuannya adalah kesejahteraan rakyat.
“Orang Lewohala menggelar pesta kacang itu untuk mengucap syukur kepada sang pencipta dan mendekatkan dirinya dengan leluhurnya. Jadi kalau ini dilihat unik dan punya potensi wisata, itu tugas pemerintah untuk memperkenalkan kepada dunia luar. Tetapi ingat, kami orang lewohala tidak menggelar ritual pesta kacang karena ada pariwisata. Saya perlu tegaskan ini, supaya orang jangan salah persepsi,” ungkapnya. (Yogi Making)
- See more at: http://www.floresbangkit.com/2014/08/tata-kampung-adat-disbudpar-lembata-gelar-dialog-budaya/#sthash.yJpXXanE.dpuf
Tata Kampung Adat, Disbudpar Lembata Gelar Dialog Budaya
27/08/2014 by BEN
No Comments
Kegiatan dimaksud dihadiri 200 orang yang merupakan perwakilan masyarakat adat Lewohala, yang bermukim di tujuh desa dalam wilayah kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur. Dihadiri juga Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Wathun, Anggota DPRD Lembata Linus Beseng dan beberapa orang pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Wakil Bupati Viktor Mado Wathun dalam sambutan di awal kegiatan mengungkapkan keprihatinannya terhadap budaya Lewohala yang mulai berubah di pengaruhi budaya modern. Dia mencontohkan, beberapa rumah-rumah adat di kampung tua orang Lewohala yang dulunya beratap daun kelapa dan rumput alang-alang kini diganti dengan atap seng.
Menurutnya, perubahan ini karena sebagian warga Lewohala tak lagi menghargai budayanya sebagai warisan leluhur yang harus dilestarikan. “Saya lihat beberapa rumah adat diatapnya dengan seng, ini sebuah bukti kalau kita mulai terpengaruh dengan budaya modern dan perlahan-lahan kita mulai tinggalkan budaya kita sendiri,” ujar Mado Wathun.
Dengan demikian dia berharap, agar penguasa adat Lewohala supaya menghimbau warga suku pemilik rumah yang diganti dengan atap seng supaya di bongkar dan dibagun kembali sesuai bentuk aslinya.
Lebih jauh Mado Wathun mengatakan, oleh karena keunikan itu, Pemerintah Kabupaten Lembata telah menetapkan Lewohala sebagai salah satu destinasi pariwisata. Dan karena itu pemerintah melalui dinas dan badan terkait harus membuat perencanaan demi pengembangan Lewohala sebagai daerah tujuan wisata di Kabupaten Lembata.
Sayangnya moment penting itu tidak dihadiri oleh beberapa kepala SKPD yang harusnya menjadi stake holder dalam rencana pengembangan Lewohala sebagai kampung pariwisata. Seperti di saksikan Mado Wathun dalam sambutan itu mengecek satu persatu kepala SKPD yang menurutnya wajib hadir dalam dialog itu.
“Saya omong begini karena banyak pejabat di Kabupaten kita ini pintar cuci tangan. Jangan sampai setelah kita bahas, lalu mereka bilang tidak tahu. Kalau Pak Bupati dia agak slow, tapi kalau saya pasti saya cek,” katanya.
Sementara itu, Linus Beseng anggota DPRD Lembata yang hadir mewakili pimpinan DPRD Kabupaten Lembata, dalam sambutannya menghimbau warga Lewohala supaya tetap mempertahankan keaslian budaya Lewohala sebagai warisan lelulur.
Tak beda dengan wakil Bupati, Ritual pesta kacang di Lewohala dalam pengamatannya mulai bergeser mengikuti perkembangan jaman. Karena itu dialog ini menjadi penting guna melihat dan menggali kembali keaslian budaya Lewohala untuk dijaga di lestarikan.
Lebih jauh dalam sambutan itu, Linus mengatakan demi melindungi budaya lokal, DPRD Lembata belum lama ini telah membahas dan menetapkan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2014 tentang Pelestarian Budaya Warisan Leluhur.
Seperti disaksikan, dialog budaya ini diawali dengan penyampaian materi dengan menghadirkan empat orang pembicara masing-masing Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Wathun, Kepala Dinas Pariwisata Longginus Lega, salah satu akademisi asal Lewohala Linus Lusi Making dan tokoh adat Lewohala, Stefanus Lodan Halimaking.
Dialog ini membahas dua topik diskusi yakni, struktur adat kampung adat Lewohala, dan proses ritual pesta kacang. Kedua aspek ini didialogkan untuk menggali dan menemukan kembali budaya warisan leluhur untuk dikembangkan menjadi daya tarik pariwisata baik lokal, Nasional maupun manca negara sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat adat Lewohala.
Orang Lewohala Masih Jaga Keaslian Budaya
Menanggapi topik diskusi dan pernyataan bernada kekhawatiran yang terungkap dalam acara dialog masyarakat adat Lewohala ini, Aloysius Bagasi Making salah satu anak Lewohala di sela-sela diskusi kepada floresbangkit.com mengatakan, kekhawatiran akan punahnya budaya Lewohala merupakan hal wajar, namun secara umum masyarakat adat lewohala masih teguh mempertahankan budayanya sebagai warisan leluhur.
Kendati demikian, dia mengakui jika dalam beberapa hal keaslian budayanya d rubah mengkuti perkembangan jaman. “Saya akui kalau ada sedikit perubahan terutama terkait struktur asli rumah adat, dan cara berpakaian warga lewohala saat menghadiri pesta kacang, tetapi dari sisi ritual tidak ada perubahan, kami tetap mempertahankan itu sebagai warisan leluhur,” ujarnya.
Sementara terkait rencana pengembangan kampung adat Lewohala sebagai daerah tujuan wisata, Bagasi Making mengatakan, menjadi kewajiban pemerintah Kabupaten Lembata untuk mempromosikan potensi wisata Lewohala, apalagi tujuannya adalah kesejahteraan rakyat.
“Orang Lewohala menggelar pesta kacang itu untuk mengucap syukur kepada sang pencipta dan mendekatkan dirinya dengan leluhurnya. Jadi kalau ini dilihat unik dan punya potensi wisata, itu tugas pemerintah untuk memperkenalkan kepada dunia luar. Tetapi ingat, kami orang lewohala tidak menggelar ritual pesta kacang karena ada pariwisata. Saya perlu tegaskan ini, supaya orang jangan salah persepsi,” ungkapnya. (Yogi Making
Tata Kampung Adat, Disbudpar Lembata Gelar Dialog Budaya
27/08/2014 by BEN
No Comments
Kegiatan dimaksud dihadiri 200 orang yang merupakan perwakilan masyarakat adat Lewohala, yang bermukim di tujuh desa dalam wilayah kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur. Dihadiri juga Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Wathun, Anggota DPRD Lembata Linus Beseng dan beberapa orang pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Wakil Bupati Viktor Mado Wathun dalam sambutan di awal kegiatan mengungkapkan keprihatinannya terhadap budaya Lewohala yang mulai berubah di pengaruhi budaya modern. Dia mencontohkan, beberapa rumah-rumah adat di kampung tua orang Lewohala yang dulunya beratap daun kelapa dan rumput alang-alang kini diganti dengan atap seng.
Menurutnya, perubahan ini karena sebagian warga Lewohala tak lagi menghargai budayanya sebagai warisan leluhur yang harus dilestarikan. “Saya lihat beberapa rumah adat diatapnya dengan seng, ini sebuah bukti kalau kita mulai terpengaruh dengan budaya modern dan perlahan-lahan kita mulai tinggalkan budaya kita sendiri,” ujar Mado Wathun.
Dengan demikian dia berharap, agar penguasa adat Lewohala supaya menghimbau warga suku pemilik rumah yang diganti dengan atap seng supaya di bongkar dan dibagun kembali sesuai bentuk aslinya.
Lebih jauh Mado Wathun mengatakan, oleh karena keunikan itu, Pemerintah Kabupaten Lembata telah menetapkan Lewohala sebagai salah satu destinasi pariwisata. Dan karena itu pemerintah melalui dinas dan badan terkait harus membuat perencanaan demi pengembangan Lewohala sebagai daerah tujuan wisata di Kabupaten Lembata.
Sayangnya moment penting itu tidak dihadiri oleh beberapa kepala SKPD yang harusnya menjadi stake holder dalam rencana pengembangan Lewohala sebagai kampung pariwisata. Seperti di saksikan Mado Wathun dalam sambutan itu mengecek satu persatu kepala SKPD yang menurutnya wajib hadir dalam dialog itu.
“Saya omong begini karena banyak pejabat di Kabupaten kita ini pintar cuci tangan. Jangan sampai setelah kita bahas, lalu mereka bilang tidak tahu. Kalau Pak Bupati dia agak slow, tapi kalau saya pasti saya cek,” katanya.
Sementara itu, Linus Beseng anggota DPRD Lembata yang hadir mewakili pimpinan DPRD Kabupaten Lembata, dalam sambutannya menghimbau warga Lewohala supaya tetap mempertahankan keaslian budaya Lewohala sebagai warisan lelulur.
Tak beda dengan wakil Bupati, Ritual pesta kacang di Lewohala dalam pengamatannya mulai bergeser mengikuti perkembangan jaman. Karena itu dialog ini menjadi penting guna melihat dan menggali kembali keaslian budaya Lewohala untuk dijaga di lestarikan.
Lebih jauh dalam sambutan itu, Linus mengatakan demi melindungi budaya lokal, DPRD Lembata belum lama ini telah membahas dan menetapkan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2014 tentang Pelestarian Budaya Warisan Leluhur.
Seperti disaksikan, dialog budaya ini diawali dengan penyampaian materi dengan menghadirkan empat orang pembicara masing-masing Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Wathun, Kepala Dinas Pariwisata Longginus Lega, salah satu akademisi asal Lewohala Linus Lusi Making dan tokoh adat Lewohala, Stefanus Lodan Halimaking.
Dialog ini membahas dua topik diskusi yakni, struktur adat kampung adat Lewohala, dan proses ritual pesta kacang. Kedua aspek ini didialogkan untuk menggali dan menemukan kembali budaya warisan leluhur untuk dikembangkan menjadi daya tarik pariwisata baik lokal, Nasional maupun manca negara sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat adat Lewohala.
Orang Lewohala Masih Jaga Keaslian Budaya
Menanggapi topik diskusi dan pernyataan bernada kekhawatiran yang terungkap dalam acara dialog masyarakat adat Lewohala ini, Aloysius Bagasi Making salah satu anak Lewohala di sela-sela diskusi kepada floresbangkit.com mengatakan, kekhawatiran akan punahnya budaya Lewohala merupakan hal wajar, namun secara umum masyarakat adat lewohala masih teguh mempertahankan budayanya sebagai warisan leluhur.
Kendati demikian, dia mengakui jika dalam beberapa hal keaslian budayanya d rubah mengkuti perkembangan jaman. “Saya akui kalau ada sedikit perubahan terutama terkait struktur asli rumah adat, dan cara berpakaian warga lewohala saat menghadiri pesta kacang, tetapi dari sisi ritual tidak ada perubahan, kami tetap mempertahankan itu sebagai warisan leluhur,” ujarnya.
Sementara terkait rencana pengembangan kampung adat Lewohala sebagai daerah tujuan wisata, Bagasi Making mengatakan, menjadi kewajiban pemerintah Kabupaten Lembata untuk mempromosikan potensi wisata Lewohala, apalagi tujuannya adalah kesejahteraan rakyat.
“Orang Lewohala menggelar pesta kacang itu untuk mengucap syukur kepada sang pencipta dan mendekatkan dirinya dengan leluhurnya. Jadi kalau ini dilihat unik dan punya potensi wisata, itu tugas pemerintah untuk memperkenalkan kepada dunia luar. Tetapi ingat, kami orang lewohala tidak menggelar ritual pesta kacang karena ada pariwisata. Saya perlu tegaskan ini, supaya orang jangan salah persepsi,” ungkapnya. (Yogi Making
Tata Kampung Adat, Disbudpar Lembata Gelar Dialog Budaya
27/08/2014 by BEN
No Comments
Kegiatan dimaksud dihadiri 200 orang yang merupakan perwakilan masyarakat adat Lewohala, yang bermukim di tujuh desa dalam wilayah kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur. Dihadiri juga Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Wathun, Anggota DPRD Lembata Linus Beseng dan beberapa orang pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Wakil Bupati Viktor Mado Wathun dalam sambutan di awal kegiatan mengungkapkan keprihatinannya terhadap budaya Lewohala yang mulai berubah di pengaruhi budaya modern. Dia mencontohkan, beberapa rumah-rumah adat di kampung tua orang Lewohala yang dulunya beratap daun kelapa dan rumput alang-alang kini diganti dengan atap seng.
Menurutnya, perubahan ini karena sebagian warga Lewohala tak lagi menghargai budayanya sebagai warisan leluhur yang harus dilestarikan. “Saya lihat beberapa rumah adat diatapnya dengan seng, ini sebuah bukti kalau kita mulai terpengaruh dengan budaya modern dan perlahan-lahan kita mulai tinggalkan budaya kita sendiri,” ujar Mado Wathun.
Dengan demikian dia berharap, agar penguasa adat Lewohala supaya menghimbau warga suku pemilik rumah yang diganti dengan atap seng supaya di bongkar dan dibagun kembali sesuai bentuk aslinya.
Lebih jauh Mado Wathun mengatakan, oleh karena keunikan itu, Pemerintah Kabupaten Lembata telah menetapkan Lewohala sebagai salah satu destinasi pariwisata. Dan karena itu pemerintah melalui dinas dan badan terkait harus membuat perencanaan demi pengembangan Lewohala sebagai daerah tujuan wisata di Kabupaten Lembata.
Sayangnya moment penting itu tidak dihadiri oleh beberapa kepala SKPD yang harusnya menjadi stake holder dalam rencana pengembangan Lewohala sebagai kampung pariwisata. Seperti di saksikan Mado Wathun dalam sambutan itu mengecek satu persatu kepala SKPD yang menurutnya wajib hadir dalam dialog itu.
“Saya omong begini karena banyak pejabat di Kabupaten kita ini pintar cuci tangan. Jangan sampai setelah kita bahas, lalu mereka bilang tidak tahu. Kalau Pak Bupati dia agak slow, tapi kalau saya pasti saya cek,” katanya.
Sementara itu, Linus Beseng anggota DPRD Lembata yang hadir mewakili pimpinan DPRD Kabupaten Lembata, dalam sambutannya menghimbau warga Lewohala supaya tetap mempertahankan keaslian budaya Lewohala sebagai warisan lelulur.
Tak beda dengan wakil Bupati, Ritual pesta kacang di Lewohala dalam pengamatannya mulai bergeser mengikuti perkembangan jaman. Karena itu dialog ini menjadi penting guna melihat dan menggali kembali keaslian budaya Lewohala untuk dijaga di lestarikan.
Lebih jauh dalam sambutan itu, Linus mengatakan demi melindungi budaya lokal, DPRD Lembata belum lama ini telah membahas dan menetapkan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2014 tentang Pelestarian Budaya Warisan Leluhur.
Seperti disaksikan, dialog budaya ini diawali dengan penyampaian materi dengan menghadirkan empat orang pembicara masing-masing Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Wathun, Kepala Dinas Pariwisata Longginus Lega, salah satu akademisi asal Lewohala Linus Lusi Making dan tokoh adat Lewohala, Stefanus Lodan Halimaking.
Dialog ini membahas dua topik diskusi yakni, struktur adat kampung adat Lewohala, dan proses ritual pesta kacang. Kedua aspek ini didialogkan untuk menggali dan menemukan kembali budaya warisan leluhur untuk dikembangkan menjadi daya tarik pariwisata baik lokal, Nasional maupun manca negara sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat adat Lewohala.
Orang Lewohala Masih Jaga Keaslian Budaya
Menanggapi topik diskusi dan pernyataan bernada kekhawatiran yang terungkap dalam acara dialog masyarakat adat Lewohala ini, Aloysius Bagasi Making salah satu anak Lewohala di sela-sela diskusi kepada floresbangkit.com mengatakan, kekhawatiran akan punahnya budaya Lewohala merupakan hal wajar, namun secara umum masyarakat adat lewohala masih teguh mempertahankan budayanya sebagai warisan leluhur.
Kendati demikian, dia mengakui jika dalam beberapa hal keaslian budayanya d rubah mengkuti perkembangan jaman. “Saya akui kalau ada sedikit perubahan terutama terkait struktur asli rumah adat, dan cara berpakaian warga lewohala saat menghadiri pesta kacang, tetapi dari sisi ritual tidak ada perubahan, kami tetap mempertahankan itu sebagai warisan leluhur,” ujarnya.
Sementara terkait rencana pengembangan kampung adat Lewohala sebagai daerah tujuan wisata, Bagasi Making mengatakan, menjadi kewajiban pemerintah Kabupaten Lembata untuk mempromosikan potensi wisata Lewohala, apalagi tujuannya adalah kesejahteraan rakyat.
“Orang Lewohala menggelar pesta kacang itu untuk mengucap syukur kepada sang pencipta dan mendekatkan dirinya dengan leluhurnya. Jadi kalau ini dilihat unik dan punya potensi wisata, itu tugas pemerintah untuk memperkenalkan kepada dunia luar. Tetapi ingat, kami orang lewohala tidak menggelar ritual pesta kacang karena ada pariwisata. Saya perlu tegaskan ini, supaya orang jangan salah persepsi,” ungkapnya. (Yogi Making
Tata Kampung Adat, Disbudpar Lembata Gelar Dialog Budaya
27/08/2014 by BEN
No Comments
Kegiatan dimaksud dihadiri 200 orang yang merupakan perwakilan masyarakat adat Lewohala, yang bermukim di tujuh desa dalam wilayah kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur. Dihadiri juga Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Wathun, Anggota DPRD Lembata Linus Beseng dan beberapa orang pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Wakil Bupati Viktor Mado Wathun dalam sambutan di awal kegiatan mengungkapkan keprihatinannya terhadap budaya Lewohala yang mulai berubah di pengaruhi budaya modern. Dia mencontohkan, beberapa rumah-rumah adat di kampung tua orang Lewohala yang dulunya beratap daun kelapa dan rumput alang-alang kini diganti dengan atap seng.
Menurutnya, perubahan ini karena sebagian warga Lewohala tak lagi menghargai budayanya sebagai warisan leluhur yang harus dilestarikan. “Saya lihat beberapa rumah adat diatapnya dengan seng, ini sebuah bukti kalau kita mulai terpengaruh dengan budaya modern dan perlahan-lahan kita mulai tinggalkan budaya kita sendiri,” ujar Mado Wathun.
Dengan demikian dia berharap, agar penguasa adat Lewohala supaya menghimbau warga suku pemilik rumah yang diganti dengan atap seng supaya di bongkar dan dibagun kembali sesuai bentuk aslinya.
Lebih jauh Mado Wathun mengatakan, oleh karena keunikan itu, Pemerintah Kabupaten Lembata telah menetapkan Lewohala sebagai salah satu destinasi pariwisata. Dan karena itu pemerintah melalui dinas dan badan terkait harus membuat perencanaan demi pengembangan Lewohala sebagai daerah tujuan wisata di Kabupaten Lembata.
Sayangnya moment penting itu tidak dihadiri oleh beberapa kepala SKPD yang harusnya menjadi stake holder dalam rencana pengembangan Lewohala sebagai kampung pariwisata. Seperti di saksikan Mado Wathun dalam sambutan itu mengecek satu persatu kepala SKPD yang menurutnya wajib hadir dalam dialog itu.
“Saya omong begini karena banyak pejabat di Kabupaten kita ini pintar cuci tangan. Jangan sampai setelah kita bahas, lalu mereka bilang tidak tahu. Kalau Pak Bupati dia agak slow, tapi kalau saya pasti saya cek,” katanya.
Sementara itu, Linus Beseng anggota DPRD Lembata yang hadir mewakili pimpinan DPRD Kabupaten Lembata, dalam sambutannya menghimbau warga Lewohala supaya tetap mempertahankan keaslian budaya Lewohala sebagai warisan lelulur.
Tak beda dengan wakil Bupati, Ritual pesta kacang di Lewohala dalam pengamatannya mulai bergeser mengikuti perkembangan jaman. Karena itu dialog ini menjadi penting guna melihat dan menggali kembali keaslian budaya Lewohala untuk dijaga di lestarikan.
Lebih jauh dalam sambutan itu, Linus mengatakan demi melindungi budaya lokal, DPRD Lembata belum lama ini telah membahas dan menetapkan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2014 tentang Pelestarian Budaya Warisan Leluhur.
Seperti disaksikan, dialog budaya ini diawali dengan penyampaian materi dengan menghadirkan empat orang pembicara masing-masing Wakil Bupati Lembata Viktor Mado Wathun, Kepala Dinas Pariwisata Longginus Lega, salah satu akademisi asal Lewohala Linus Lusi Making dan tokoh adat Lewohala, Stefanus Lodan Halimaking.
Dialog ini membahas dua topik diskusi yakni, struktur adat kampung adat Lewohala, dan proses ritual pesta kacang. Kedua aspek ini didialogkan untuk menggali dan menemukan kembali budaya warisan leluhur untuk dikembangkan menjadi daya tarik pariwisata baik lokal, Nasional maupun manca negara sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat adat Lewohala.
Orang Lewohala Masih Jaga Keaslian Budaya
Menanggapi topik diskusi dan pernyataan bernada kekhawatiran yang terungkap dalam acara dialog masyarakat adat Lewohala ini, Aloysius Bagasi Making salah satu anak Lewohala di sela-sela diskusi kepada floresbangkit.com mengatakan, kekhawatiran akan punahnya budaya Lewohala merupakan hal wajar, namun secara umum masyarakat adat lewohala masih teguh mempertahankan budayanya sebagai warisan leluhur.
Kendati demikian, dia mengakui jika dalam beberapa hal keaslian budayanya d rubah mengkuti perkembangan jaman. “Saya akui kalau ada sedikit perubahan terutama terkait struktur asli rumah adat, dan cara berpakaian warga lewohala saat menghadiri pesta kacang, tetapi dari sisi ritual tidak ada perubahan, kami tetap mempertahankan itu sebagai warisan leluhur,” ujarnya.
Sementara terkait rencana pengembangan kampung adat Lewohala sebagai daerah tujuan wisata, Bagasi Making mengatakan, menjadi kewajiban pemerintah Kabupaten Lembata untuk mempromosikan potensi wisata Lewohala, apalagi tujuannya adalah kesejahteraan rakyat.
“Orang Lewohala menggelar pesta kacang itu untuk mengucap syukur kepada sang pencipta dan mendekatkan dirinya dengan leluhurnya. Jadi kalau ini dilihat unik dan punya potensi wisata, itu tugas pemerintah untuk memperkenalkan kepada dunia luar. Tetapi ingat, kami orang lewohala tidak menggelar ritual pesta kacang karena ada pariwisata. Saya perlu tegaskan ini, supaya orang jangan salah persepsi,” ungkapnya. (Yogi Making
0 komentar:
Posting Komentar