Ket
Foto: dari kiri(Ketua Umum AMMAPAI, Melkior Igo Halimaking, Moderator – Samuel Kemale
dan Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Watun, dalam membawakan materi Kepemimpinan yang Efektif dan Aspiratif dalam
kegiatan MPAB AMMAPAI-Kupang) foto by;Akoes Krowi Making
|
Pemimpin harus punya
kapasitas intelektual; juga harus punya kharisma. Tapi apa artinya jika
kemampuan intelektual dan kharisma itu menjadi egoisme pemimpin. Oleh karena
itu pemimpin juga harus aspiratif—bahkan lebih dari itu, pemimpin juga harus
jujur dan adil.
Mengapa harus apiratif? Logikanya begini: kepemimpinan itu adalah
amanah sebuah titipan atau perwalian kepemimpinan yang sebenarnya menjadi
kewajiban seluruh rakyat (artikan juga sebagai karyawan atau pekerja) dalam
mencapai kesejahteraan bersama (kepemimpinan itu bukan cara untuk memenuhi
ambisi subyektif pemimpin, melainkan sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan
bersama).
Sebagai perwalian, maka
kepemimpinan harus menyertakan aspirasi rakyat. Tanpa melibatkan arpirasi
rakyat, berarti kepemimpinan itu sudah tidak lagi berhak menjadi perwalian
rakyat. Kepemimpinan yang demikian itu sudah termasuk kepemimpinan egoistik.
Oleh karena itu seorang pemimpin yang baik selalu berusaha mendapatkan umpan
balik (feed back) dari rakyatnya.
Demikian intisari materi ‘Kepemimpinan yang Efektif dan Aspiratif’ yang
dibawahkan Wakil Bupati Lembata,
Viktor Mado Watun, pada kegiatan Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB) Angkatan Muda Mahasiswa
Pelajar Asal Ile Ape (AMMAPAI) Kupang periode 2014/2015, di Aula Sanlima, Kamis (09/10/2014).
“Oleh karena itu perlu pemimpin yang aspiratif. Pemimpin aspiratif itu sederhana kok. Dia
harus mampu mendengar dan melihat (keluhan) rakyatnya. Bukan sebaliknya, rakyat
diharapkan mendengar dan melihat keinginan-keinginan subjektifnya.,” papar Viktor.
“Dengan menjadi aspiratif berarti pemimpin itu melibatkan rakyatnya
untuk berpartisipasi, yang juga berarti tidak menjadikan rakyat sebagai
komoditas kepemimpinannya. Diperah dan ditakut-takuti,” katanya.
Tak kalah penting, menurut
Viktor, pemimpin harus siap menerima kritikan dan
masukan dari orang-orang yang dipimpinnya. “Pemimpin harus bisa menjadi teladan, karena
dia memiliki dua telinga dan satu mulut, maka harus lebih banyak mendengar dari
pada berbicara. Pemimpin harus
seperti tong sampah, siap menampung,
mendengarkan kritikan, masukan, dan suara-suara orang
yang dipimpinnya,” terang Wakil Bupati
Lembata.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, ketua umum AMMAPAI –
Kupang Periode 2014/2015, Melkior Igo Halimaking menghimbau kepada Bupati dan Wakil Bupati Lembata untuk tidak anti kritik.
Menurutnya, akhir
– akhir ini kepemimpinan di Lembata semakin antikritik.
Menurutnya, pemimpin yang antikritik berarti kembali ke masa feodalisme.
"Perkataan raja adalah perkataan Tuhan, dulu mengkritik raja
berarti mengkritik Tuhan. Jadi kalau ada Bupati yang antikritik berarti kita sudah kembali
ke masa feodal dan jelas sebuah kemunduran," kata Igo. (Tim BA)
0 komentar:
Posting Komentar