Post views: counter

Minggu, 28 Desember 2014

PEMIMPIN HARUS SEPERTI TONG SAMPAH



Ket Foto: dari kiri(Ketua Umum AMMAPAI, Melkior Igo Halimaking, Moderator – Samuel Kemale dan Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Watun, dalam membawakan materi Kepemimpinan yang Efektif dan Aspiratif dalam kegiatan MPAB AMMAPAI-Kupang) foto by;Akoes Krowi Making



Pemimpin harus punya kapasitas intelektual; juga harus punya kharisma. Tapi apa artinya jika kemampuan intelektual dan kharisma itu menjadi egoisme pemimpin. Oleh karena itu pemimpin juga harus aspiratif—bahkan lebih dari itu, pemimpin juga harus jujur dan adil.
Mengapa harus apiratif? Logikanya begini: kepemimpinan itu adalah amanah sebuah titipan atau perwalian kepemimpinan yang sebenarnya menjadi kewajiban seluruh rakyat (artikan juga sebagai karyawan atau pekerja) dalam mencapai kesejahteraan bersama (kepemimpinan itu bukan cara untuk memenuhi ambisi subyektif pemimpin, melainkan sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan bersama).
Sebagai perwalian, maka kepemimpinan harus menyertakan aspirasi rakyat. Tanpa melibatkan arpirasi rakyat, berarti kepemimpinan itu sudah tidak lagi berhak menjadi perwalian rakyat. Kepemimpinan yang demikian itu sudah termasuk kepemimpinan egoistik. Oleh karena itu seorang pemimpin yang baik selalu berusaha mendapatkan umpan balik (feed back) dari rakyatnya. Demikian intisari materi Kepemimpinan yang Efektif dan Aspiratif’ yang dibawahkan Wakil Bupati Lembata, Viktor Mado Watun, pada kegiatan Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB) Angkatan Muda Mahasiswa Pelajar Asal Ile Ape (AMMAPAI) Kupang periode 2014/2015, di Aula Sanlima, Kamis (09/10/2014).
“Oleh karena itu perlu pemimpin yang aspiratif. Pemimpin aspiratif itu sederhana kok. Dia harus mampu mendengar dan melihat (keluhan) rakyatnya. Bukan sebaliknya, rakyat diharapkan mendengar dan melihat keinginan-keinginan subjektifnya.,” papar  Viktor.
“Dengan menjadi aspiratif berarti pemimpin itu melibatkan rakyatnya untuk berpartisipasi, yang juga berarti tidak menjadikan rakyat sebagai komoditas kepemimpinannya. Diperah dan ditakut-takuti,” katanya.
Tak kalah penting, menurut Viktor, pemimpin harus siap menerima kritikan dan masukan dari orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin harus  bisa menjadi teladan, karena dia memiliki dua telinga dan satu mulut, maka harus lebih banyak mendengar dari pada berbicara. Pemimpin harus seperti tong sampah, siap menampung, mendengarkan kritikan, masukan, dan suara-suara orang yang dipimpinnya,” terang Wakil Bupati Lembata.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, ketua umum AMMAPAI – Kupang Periode 2014/2015, Melkior Igo Halimaking menghimbau kepada Bupati dan Wakil Bupati Lembata untuk tidak anti kritik. Menurutnya, akhir – akhir ini kepemimpinan di Lembata semakin antikritik. Menurutnya, pemimpin yang antikritik berarti kembali ke masa feodalisme.
"Perkataan raja adalah perkataan Tuhan, dulu mengkritik raja berarti mengkritik Tuhan. Jadi kalau ada Bupati yang antikritik berarti kita sudah kembali ke masa feodal dan jelas sebuah kemunduran," kata Igo. (Tim BA)

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Flag Counter

Featured Post 3

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support