Post views: counter

Rabu, 31 Desember 2014

Menggurat Asa, Membingkai Waktu

"WAKTU kadang terlalu lambat bagi mereka yang menunggu, terlalu cepat bagi yang takut, terlalu lama bagi yang gundah, dan terlalu singkat bagi yang bahagia. Tapi bagi yang selalu mengasihi, waktu adalah keabadian." (Henry Van Dike).
Tak dapat dimungkiri, gelora waktu tak pernah henti-hentinya berputar. Waktu mengalir tanpa kompromi, tak kenal basa-basi, meresap penuh kepastian. Waktu membawa manusia pada keabadian sebab hidup adalah suatu proses menuju Yang Ilahi. Manusia berproses dalam waktu dan menggurat asa dalam bingkai waktu. Terkadang, pesona waktu membuai kita dan kita pun terlena. Dan, tanpa disadari kita telah berada pada sentrum tertentu.
L Nathan Oaklander, dalam bukunya, "The Ontology of Time (2004)", menjelaskan bahwa waktu mempunyai dua segi. Pada satu sisi, waktu berhubungan dengan sesuatu yang mengalir dari masa depan ke dalam masa sekarang dan selanjutnya berlalu ke masa lampau. Pada sisi yang lain, waktu yang belalu dari masa sekarang tersebut akan mengalami penyusutan. Karena itu, berbicara tentang segala hal yang mengalir dalam waktu berarti kita memahami bahwa waktu mengandung hal-hal/peristiwa tersebut sebagai undergoing temporal becoming. Menurutnya, manusia melewati pengalaman-pengalaman dalam hidup yang bersifat simultan dan mengalir setelah yang lainnya lewat.
Waktu mempunyai banyak segi dan menyimpan banyak peristiwa. Sebentar lagi kita akan melewati suatu panggung waktu bernama tahun 2014. Suatu tahun dengan perhitungan kalender lunar yang didasarkan pada pergerakkan siklus bulan mulai dari 1 Januari hingga 31 Desember. Bagaikan kilat yang memekik dan menyambar begitu cepat, tahun 2014 berlalu begitu cepat. Kita pun takjub, kini akan memasuki tahun suatu baru lagi. Sungguh cepat serentak tepat. Cepat karena kita seolah-olah baru saja merayakan tahun baru 2014 sebulan yang lalu. Tepat karena tidak ada satu pun tanggal dalam perhitungan kalender konvensional yang dipangkas ataupun dihilangkan guna mempercepat 2014. Tentang hal ini filsuf Yunani kuno, Herakleitos, dengan tegas berujar, Panta rhey kai uden menei-segala sesuatu mengalir dan tidak ada yang tinggal tetap.
Kini waktu membawa kita dekat kepada akhir suatu masa. Kita diharapkan untuk bisa kembali mengenang perjalanan hidup sepanjang tahun 2014. Kita tentu memiliki kaleidoskop hidup yang terukir dan terpetakan dengan begitu indah dan rapi. Segala hal yang tersimpan berbicara tentang banyak hal tentang hidup kita. Dalam konteks inilah waktu mengajak kita untuk menilik kembali liku-liku, kisah-kasih sepanjang tahun 2014. Melihatnya merupakan suatu keharusan. Merefleksikannya juga merupakan kemestian, karena kita sendirilah yang telah memercik tinta pengalaman di atas kertas waktu tersebut.
Sudah barang tentu terdapat sejuta pengalaman yang menjadi warna kehidupan ini. Pengalaman-pengalaman tersebut menunjukkan bahwa kita bersinggungan dengan waktu dalam setiap perjalanan kita. Pelbagai pengalaman tersebut juga menunjukkan bahwa kita terlibat dalam dunia kehidupan. Atau seturut bahasa Martin Heidegger, perilaku manusia adalah sebuah keterlibatan secara aktif dengan objek keseharian di sekelilingnya. Dia atau seseorang bukan seorang pengamat pasif yang mengambil jarak dari dunianya.
Pelbagai pengalaman, pijakan kisah-kisah hidup menunjukkan eksistensi diri kita sebagai makhluk peziarah. Manusia yang selalu bersaksi dan beraksi dari waktu ke waktu. Dan menurut Heidegger, satu realitas mendasar dari eksistensi manusia adalah bahwa kita telah `ada di dalam dunia'. Dunia adalah karakter dari ada di dalam dunia, yang selanjutnya dia sebut dengan das sein.
Tahun 2014 yang akan dilalui ini menyajikan lembaran cerita tersendiri dalam perjalanan hidup kita. Berkaitan dengan pengalaman hidup, setidaknya ada dua kata kunci yang patut dieksplanasi di sini. Pertama, pengalaman bukit/puncak sebagai peristiwa suka, bahagia, kesempatan mendapatkan suntikan cinta, pengalaman mendapatkan pekerjaan yang baru, pengalaman dihargai/dihormati, menerima sesuatu yang indah, mendapatkan kesuksesan, dan lain sebagainya.
Kedua, pengalaman lembah yang merujuk pada peristiwa duka derita, pengalaman ditolak/terjatuh, kegagalan ataupun hal-hal yang menjadikan diri kita sedih, terluka, dan putus asa. Pada point ini, kita kadang berpikir Tuhan jauh meninggalkan kita, melepaskan kita berjalan sendirian. Kita beranggapan guratan asa kita tak pernah dipeluk oleh Tuhan.
Mari menarik napas sejenak, lalu berpusat pada kata-kata sang Pengkhotbah berikut, "Untuk segala sesuatu ada waktunya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya" (Pkh. 3:1). Harus disadari, setiap pengalaman hidup kita, khususnya selama tahun 2014 ini, tidak terjadi begitu saja seolah tanpa disengaja ataupun tanpa terkendali. Tuhan selalu memiliki kendali atas setiap waktu yang ada sebab waktu itu ada untuk menghiasi hidup kita dengan maksud tertentu.
Genderang tahun 2015 akan ditabuh. Kita akan berada pada suatu garis start tahun baru. Waktulah yang membawa kita sampai pada titik tersebut. Ini bukan suatu bentuk eskapisme diri dari panggung waktu 2014. Kita diantar pada suatu tingkat posisi dan disposisi diri yang mantap untuk menggurat asa pada tahun yang baru nanti.  Hari-hari dalam tahun 2015 nanti masih terlalu panjang untuk dijelajahi. Semuanya itu mesti ditatap dalam balutan optimisme. Tahun 2015 tentu akan tetap mempertontonkan geliatan-geliatan panas arus zaman, teknologi yang semakin berkembang dan tentunya bisa menyeret siapa saja ke dalam daya negatifnya bila tidak memiliki dasar untuk menyiasatinya.
Tahun 2014 akan menjadi tak bermakna apabila kita mengalami degradasi harapan atas setiap etos kerja yang telah kita perjuangkan. Hanyalah suatu kesia-siaan belaka bila kita tetap larut dalam frustasi tanpa mau berbenah diri, memacu motivasi guna meraih cita-cita yang belum tercapai. Sebuah adagium Latin berbunyi begini, "Tempora mutantur et nos muntamur in illis." Zaman berubah dan kita pun turut berubah di dalamnya. Perubahan yang dituntut dari manusia ialah pancaran aksi praktis-realistis dalam memaknai hari-hari Tuhan untuk kita. Marilah membuang segala rasa amarah, benci, dendam, perasaan kesal, gelisah yang menggelayut pada senja 2014 ini. Biarkanlah 2014 berlalu dengan segala hal yang sudah kita lewati. Mengusir kecemasan-kecemasan yang tidak perlu dan juga membangun semangat baru.
Pada kesempatan akhir tahun 2014 ini, barang siapa yang hendak menangis, menangislah. Ataupun, tersenyumlah, tertawalah. Bersyukurlah bahwa kita masih tetap diberi kesempatan oleh Tuhan untuk berproses dalam waktu-Nya. Akhirnya, selamat jalan 2014, permainan cintamu akan tetap terkenang selalu.*(Oleh Elvan De Porres/Tinggal di Wisma Rafael, Ledalero)

Sumber Pos Kupang - Rabu, 31 Desember 2014

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Flag Counter

Featured Post 3

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support