Post views: counter

Senin, 12 Januari 2015

Kurikulum SBI Seperti Apa?


Oleh Linus Lusi
Sekretaris Tim Pengembang Kurikulum Propinsi NTT,
Ketua MK2S/ FIGUR SD  Kota Kupang


Namun setahun berjalan, muara sekolah negeri  berlabel rintisan internasional  serba bingung dalam pengembangan kurikulum.  Memulai dari mana dan berakhir di mana? Atas undangan  Direktur Drs. Jhon Manullangga, M.Ed, dan  Ketua Yayasan Servas  Marryo Patty,  diskusi kurikulum SBI bersama para guru  semakin mengerucut pada tataran praktis yang dilakukan oleh  para guru. Tulisan ini diangkat sebagai sharing bagi sekolah penyelenggara rintisan internasional.
                    

Tetap Standar Pendidikan Nasional

Secara konsep penetapan sekolah bertaraf internasional  (SBI) apabila telah memenuhi  delapan standar nasional pendidikan  plus. Di antaranya: standar isi, kompetensi lulusan, proses, penilaian pendidikan, pendidikan dan tenaga kependidikan, pembiayaan, pengelolahan dan sarana prasarana. Selain itu  berkiblat pada standar pendidikan salah satu negara dari 30  anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) atau negara maju lainnya yang memiliki keunggulan di bidang pendidikan.

Ketiga puluh anggota OECD: Australia, Austria, Belgia, Canada, Czech Republic, Denmark, Finlandia, Peranci, Jerman, Yunani, Hungaria, Island, Irlandia, Italia, Jepang, Korea, Luxemburg, Meksiko, Belanda, New Zealand, Norway, Polandia, Portugal, Slovakia, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris, Amerika Serikat. OECD  sebagai wadah organisasi yang berdiri sejak 14 Desember 1960  berpusat di Paris, Perancis bertugas membantu pemerintahan negara-negara anggotanya menghadapi tantangan globalisasi ekonomi.

Dalam aspek penjaminan mutu, selain memenuhi standar nasional pendidikan sekolah bertarat internasional pun  berakreditasi minimal A dari Badan Akreditasi Nasional-Sekolah dan Madrasah (BAN-S/M),  juga diakreditasi oleh salah satu negara OECD (Depdiknas:2007). Bila merunut pada negara anggota OECD yang secara ekonomi dan kemajuan pendidikan relatif  maju,  maka sekolah rintisan bertaraf internasional perlu menjemput bola dengan  penguatan standar pendidikan. Kata kuncinya sekolah tersebut perlu  menerapkan standar lebih di atas rata-rata standar minimal  pendidikan nasional.

Sejumlah persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh Depdiknas   adalah aspek pembelajaran perlu memperkaya model proses dari negara-negara maju dan OECD, menerapkan pembelajaran berbasis TIK, menggunakan bahasa Inggris pada mata pelajaran  kelompok sains, matematika dan inti kejuruan.

Bagi tenaga pendidikan khusus SD, SMP dan SMA masing-masing minimal 10 %, 20% , 30%  guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A. Juga berbahasa Inggris  secara aktif. Melihat  persyaratan yang demikian ketat,  sebagian sekolah hampir  memenuhinya.  kendatipun masih plus minus yang dapat diatasi secara berkesinambungan.

Gaung kurikulum sekolah bertaraf internasional  dalam tahap implementasinya terpasung  dan cenderung bias dalam otonomi daerah. Pembiasan ini tersandung pada kegagalan suport sistem di dinas teknis dalam mendukung mendesain kurikulum nasional plus dan mekanisme perekutan para siswa serta tenaga kependidikan lainnya.

Di sisi lain  terperangkap dalam pilihan model penyelenggaraan. Apakah model terpadu, terpisah-satu sistem, model terpisah beda sistem dan model entry-exit. Dalam kondisi yang demikian, para kepala sekolah berkreasi yang melewati ambang batas maksimal, sering diperhadapkan  pada keputusan dilematis  yang menyerempet bahaya kebijakan. Fakta yang terekam lewat media massa sebagai  contoh potret buramnya desain pengembangan sekolah bertaraf internasional.
                       
Berciri Standar isi

Pada umumnya model kurikulum  Cambridge, IBO, Highscope,Victoriam Curriculum, Highscope, Montessori  dan masih banyak lainnya diadaptasi oleh berbagai sekolah internasional.  Adaptasi maupun adopsi atas seizin pemilik kurikulum sebagai terobosan penting karena tuntutan globalisasi.

Hal yang demikian mengharuskan sekolah berlomba menyiapkan siswanya mampu bersaing secara global. Keuntungannya, para siswa dapat melanjutkan pendidikan pada satuan pendidikan yang bertaraf  internasional, baik di dalam maupun di luar negeri. Juga dapat mengikuti sertifikasi bertaraf  internasional  yang diselenggarakan oleh salah satu negara OECD atau negara maju lainnya yang memiliki keunggulan di bidang pendidikan (Balitbang Depdiknas:2007).

Dalam mendesain kurikulum, aspek yang tetap menjadi perhatian adalah filosofi, struktur, kontent, pendekatan pengembangan kurikulum psikologi sebagai landasan pengembangan kurikulum. Dalam filosofi terdapat argumen filsafat apa yang cocok dikembangkan. Karena dalam filsafat pendidikan kegunaan untuk menentukan arah ke mana anak-anak dibimbing, menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan, memberikan kebulatan kepada usaha pendidikan  sehingga  tidak terpisah (Kopong:2009).

Prinsip dasar filsafat yang dianut oleh sekolah bertaraf internasional adalah progresivisme-eksistensialis. Dengan acuan  tersebut, sekolah menginginkan perubahan, ilmu dipelajari untuk memecahkan masalah kehidupan, memberikan kebebasan pada siswa apa yang dipelajari sesuai minat dan kesanggupannya dan ingin mengubah kenyataan dalam masyarakat. Bila dipadukan dengan filsafat konstruktivisme, maka akan semakin menggali berbagai  potensi siswa  yang terpendam.

Pada hakekatnya sesuai filosofi tersebut, belajar adalah gagasan untuk memproduksi pengetahuan, bukan sekadar mengonsumsi pengetahuan pada tataran pembelajaran berciri tradisional versus progresif. Dalam kurikulum berciri standar isi, sekolah pada umumnya menekankan kemampuan berpikir rasional. Kesulitannya ketika tahap impelementasi. Antara teori dan praktek terjadi gap. Struktur  kurikulum  internasional dalam kajian Nugroho (2008)  sangat  simple dan ramping. Muatan isi sangat sederhana yang esensial, meliputi: bahasa, studi ilmu sosial, matematika, seni, sains dan teknologi.  Sedangkan pendekatan pengembangan dengan model integrated kurikulum.

Dilihat dari pemetaan tersebut dan ditarik masuk dalam kurikulum nasional plus, maka sekolah perlu mendesain dengan beberapa pilihan. Pertama, menganalisis semua standar isi mata pelajaran yang esensial. Dalam hal ini sekolah bisa menambahkan kompetensi dasar dan indikator yang diperkaya dengan kurikulum negara maju, Singapura, Australia. Kenapa dikembangkan? Karena  siswa yang masuk ke kelas tersebut relatif memiliki kemampuan akademik lumayan baik yang dapat menyerap kompetensi dasar tersebut.

Kedua, pengembangan pembelajaran dengan metode dan strategi dengan mengadaptasi kurikulum internasional seperti IB atau Cambridge.

Ketiga, modifikasi berbagai sumber kurikulum, namun acuan tetap standar nasional pendidikan. Sumber kurikulum mengacu pada 30 negara anggota OECD dan kurikulum IBO, Cambridge, Highscope dan  masih banyak. Hal ini sejalan dengan model kurikulum rancangan PUSKUR, yakni acuan SNP diperkaya dengan negara maju. Diharapkan lulusan mempunyai sertifikat sehingga dapat diterima langsung pada perguruan tinggi yang mengakui sertifikat negara maju dan lulusan dimungkinkan memperoleh sertifikat nasional.

Selain itu dalam tataran praktis, perangkat pembelajaran dibuat  sangat sederhana. Hal ini memudahkan para guru mendesainnya, yakni  hanya 3 (tiga) kolom berupa  SK dan KD, proses pembelajaran dan kultur sekolah. Dalam proses pembelajaran terimplisit komponen-komponen rencana pelaksanaan pembelajaran.  Desain yang sangat ramping penekanannya pada inti pembelajaran. Kekuatan pembelajaran terletak pada kemampuan guru sebagai fasilitator yang aktif dan peka terhadap kebutuhan siswa. Kultur sekolah mutlak dituangkan untuk melatih pembiasaan siswa dalam kaitannya dengan  pemahaman terhadap  SK-KD setiap mata pelajaran. Kini saatnya  penerapan kurikulum SBI dan desainnya mutlak  dilaksanakan dan dievaluasi. 

Sumber; Pos Kupang/Kamis, 20 Agustus 2009
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Flag Counter

Featured Post 3

Arsip Blog

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support