Post views: counter

Sabtu, 24 Januari 2015

Penyidik Reskrim Polres Lembata Memaki Keluarga Korban Pembunuhan



Tindakan tak terpuji dilakukan oleh seorang penyidik reskrim Polres Lembata bernama Yandris Sinlaeloe kepada keluarga pembunuhan Linus Notan. Hal ini terjadi ketika pada tanggal 15 Januari 2015 keluarga datang menanyakan perkembangan kasus dugaan pembunuhan Linus Notan yang sudah hampir 5 bulan tidak ada kejelasan.

Namun jawaban yang diterima mala makian. "Panta Lobang. Keluarga ini bikin pusing, lama - lama saya injak satu - satu", maki Yandris Sinlaeloe kepada keluarga korban.

Hal ini diungkapkan Goris Making ketika ditemui beberapa waktu lalu. Menurut Goris,  Polres Lembata dinilai lamban dan tidak profesional mengungkap kasus dugaan pembunuhan Linus Notan, yang ditemukan tewas di Desa Jontona, Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, 3 September 2014 lalu.

"Walaupun sudah ada bukti permulaan yang mengarah ke dugaan pembunuhan, namun penyidik Polres Lembata berkesimpulan, korban meninggal dunia karena murni kecelakaan. Hal ini justeru disampaikan Kasat Reskrim, AKP Arief Sadikin, yang baru seminggu bertugas, menggantikan Iptu Rahman Aba Mean", ungkap Goris Making kepada wartawan di Mapolda NTT, Selasa (20/1).

Dijelaskan, awalnya, pada 6 Januari 2015, setelah dilantik menjadi Kasat Reskrim, Arifin Sadikin menemui keluarga korban, dan meminta agar keluarga membantu polisi membongkar kasus ini.

Dan, pada 8 Januari 2015, Monika Kewa, Sebastianus Seru dan Gaspar Molan, dikonfrontir oleh penyidik untuk menyamakan keterangan, setelah sehari sebelumnya Kepala Desa (Kades) Jontona, Nikolaus Ake, juga dimintai keterangan.

Seminggu setelah itu, lanjut Goris, tepatnya 14 Januari 2015, Arifin bersama beberapa anggotanya turun ke TKP. Namun, setelah mengamati TKP, sang Kasat berkesimpulan korban meninggal karena terjatuh dari pohon lontar.

"Setelah amati pohon lontar tempat korban ditemukan, dia sempat terima telpon sambil angguk angguk dan geleng-geleng kepala, terus dia beri pernyataan kepada Kades Jontona bahwa korban murni jatuh dari pohon lontar, karena menurut dia, pohon lontar memang bengkok, tetapi ke atasnya lurus," sebut Goris.

Atas pernyataan Kasat tersebut, Kades Jontona pun mempertanyakan soal keterangan para saksi yang memberikan keterangan bahwa Linus Notan mati dibunuh. Namun Kasat menjawab keterangan para saksi itu direkayasa.

Goris lanjutkan, pada 15 Januari 2015, di hadapan istri korban, Bulu Keluli, Kasat Reskrim di ruangan kerjanya, menyatakan hal yang sama, bahwa menurut pengamatannya, korban murni terjatuh dari pohon lontar.

"Soal keterangan para saksi, pak Kasat masih menyatakan bahwa itu rekayasa dan keterangan para saksi setengah-setengah. Hari yang sama Kasat nyatakan bahwa hasil otopsi tidak dapat diketahui oleh keluarga korban, dan hanya bisa dibuka bila diminta oleh Pengadilan," bilang Goris.

Menurut Goris, kesimpulan yang disampaikan Kasat Reskrim, bukan berdasarkan hasil otopsi atau seluruh proses hukum yang sudah dilakukan, tetapi berdasarkan pengamatan kasat mata oleh Kasat Reskrim sendiri.

"Keluarga kecewa dengan kinerja penyidik Polres Lembata. Kami menduga ada upaya untuk hilangkan kasus ini. Kami juga merasa sedang dipermainkan, atau mungkin saja Polres Lembata mengganggap Linus Notan hanyalah binatang yang tidak pantas mendapat keadilan hukum," tandas Goris.

Sebelumnya, Direktur Reskrim Umum, Kombes Pol Sam Kawengian menyatakan segera membentuk tim khusus untuk membantu penyidik Polres Lembata mempercepat pengungkapan kasus dimaksud.

Sementara itu ketua umum Angkatan Muda Mahasiswa Pelajar Asal Ile Ape (AMMAPAI) - Kupang, Igo Halimaking mengatakan bahwa banyak masalah hukum di Lembata yang tak jelas penyelesaian menjadi bukti bahwa polisi Lembata tidak berkompoten dan juga tidak mengerti hukum.
"Banyak kasus di Lembata yang sampai saat ini yang tidak bisa diselesaikan oleh polisi seperti, kasus Yohakim Lakaloi Langoday, kasus pembunuhan Lorens Wadu, Robert Notan Corebima di pelabuhan laut Lewoleba, kematian mantan Kepala Desa Dulitukan, Sebastianus Jariaman, kasus Kematian Linus Notan , kasus dugaan penyuapan oleh Bupati Lembata terhadap pengusaha, kasus kematian bocah Alfons Hita di tanah garam Ile Ape, kasus pengancaman terhadap Maxi Gantung, wartawan florespos yang dilakukan oleh dua orang dekat Bupati Lembata, adalah sederet masalah hukum yang tak terkuak tuntas. Ini menjadi pertanyaan publik polisi di Lembata mampu atau tidak?", kritik Igo Halimaking.

Igo mengharapkan POLDA NTT bisa mengambil alih untuk menyelesaikan kasus - kasus di Lembata. "Kami berharap polda NTT bisa segera mengambil alih kasus - kasus di Lembata yang selama ini mandek, karena menurut kami banyak polisi yang sudah terkooptasi oleh pejabat atau oknum - oknum tertentu.  Ada yang begitu lemah gemulainya sampai rela menjadi anjing piaraan pejabat", tegas Igo.

Igo mengharapkan Kapolda segera mencopot Kapolres Lembata dan sejumlah perwira di lingkup Polres Lembata. “Kami tahu bahwa tidak semua polisi di Lembata buruk dan jahat. Ada banyak yang baik. dibutuhkan komandan yang baik agar polisi yang baik bisa tampil berperan. Karena itu kami minta agar Kasat Serse, Kasat Sabara, Kasat Intel, Wakapolres dan Kapolres Lembata dicopot,” kata Igo.(mkg)

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Flag Counter

Featured Post 3

Arsip Blog

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support