Post views: counter

Senin, 05 Januari 2015

TAHUN BARU DAN REFLEKSI RUANG PUBLIK

KITA baru beberapa hari berada di tahun baru 2015. Di seluruh dunia disibukkan dengan berbagai perayaan menyambut tahun baru, hingga menggelontorkan uang yang tidak sedikit. Tidak hanya dalam skala yang kecil seperti perorangan atau kolompok, beberapa negara juga menyisihkan dana yang tidak sedikit demi acara tersebut.

Di kampung dan keluarga yang miskin sekalipun, beberapa keluarga rela menyisihkan uang hingga ratusan ribu rupiah untuk merayakan tahun baru. Akhirnya keramaian pesta kembang api menandakan waktu pergantian tahun.  Namun demikian, ada hal yang sebenarnya lebih berarti dan mendasar dalam merayakan pesta tahun baru.

Masyarakat harus mulai diarahkan untuk merayakan sesuatu secara lebih berarti, bahkan bermanfaat.  Refleksi seperti apa yang harus dilakukan dalam merayakan pergantian tahun? Pertanyaan ini hanya menjadi sebuah stimulan demi sebuah paradigma perayaan tahun baru yakni bermakna, sekaligus lebih bermanfaat.

Refleksi hidup di tahun yang baru harus diarahkan pada sebuah refleksi pada pemaknaan hidup bersama di tahun lalu dan membangun sebuah harapan hidup yang adil di tahun yang baru. Merefleksikan Kehidupan Publik Perayaan tahun baru harus diisi dengan perayaan refleksi tentang kehidupan bersama pada tataran ruang publik.

Ruang publik bukan hanya berarti lokus atau tempat publik (tanah) di mana setiap orang melakukan aktivitas bersama.  Ruang publik dalam diskusi ini berarti ruang di mana setiap orang berdiskusi sekaligus menyumbangkan kemampuannya demi terbentuknya negara yang teratur dan adil.

Hannah Arendt menekankan bahwa ruang publik tidak lagi merupakan tempat aktualisasi manusia karena kebohongan, intimidasi, dan ancaman. Ruang publik pada akhirnya harus menciptakan sebuah keadaan polos manusia dan hidup dalam sebuah politik santun.

Tahun yang baru harus diisi dengan sebua refleksi pada dua substansi hidup bersama yakni pada tataran politik dan tataran moral. Pertama, dalam ranah politik, refleksi tahun yang baru harus diarahkan pada terciptanya ruang publik yang diisi dengan diskusi politik dan wacana politik yang harus sampai pada sebuah pemurnian politik.

Pemurnian politik yang dimaksud adalah bahwa politik harus mulai meninggalkan gaya lama yang sangat pragmatis dan membuka ruang bagi terciptanya hidup bersama yang lebih berkualitas.  Refleksi politik adalah upaya untuk mendengarkan, mengkritisi, sekaligus mengevaluasi segala praktik politik yang telah terjadi di tahun silam.

Adanya gap atau pemisahan politik di masa Pemilihan Umum Presiden pada 2014, hingga adanya perpecahan antara kubu-kubu di DPR RI harus menjadi fokus refleksi politik tahun baru ini.  Refleksi pada tataran politik juga harus sampai pada diskusi politik yang saling memberi masukan sekaligus kritik antara rakyat dengan rakyat, rakyat dengan pemerintah, rakyat dengan wakil rakyat, hingga wakil rakyat dengan pemerintah.

Refleksi politik seperti inilah yang dapat  membuat setiap pribadi (dalam kapasitas dirinya) memberikan tenaga dan pikiran demi tebentuknya sebuah keteraturan dalam negara yakni keteraturan di ruang publik. Refleksi politik di akhir tahun menjadi sebuah hal yang baik sehingga segala kejanggalan politik, termasuk praktik politik kotor harus segera dibalikkan menjadi sebuah politik hidup bersama, yakni demi kehidupan bersama yang lebih baik.

Kedua, pada tataran moral, refleksi tahun baru harus diisi dengan sebuah refleksi moral yakni ketika setiap orang harus keluar dari egonya dan berani “mendengarkan” orang lain. Mendengarkan orang lain berarti memberi ruang kepada orang lain untuk bisa hidup sesuai dengan hak hidupnya.

Mendengarkan orang lain berarti hidup keluar dari segala kerakusan untuk mengambil hak orang lain dan berani untuk menciptakan sebuah kehidupan yang lebih damai. Mendengarkan orang lain berarti berani hidup bersama dengan orang lain tanpa mau menindas dan melukai yang lain.

Kasus korupsi yang sedang marak terjadi di Indonesia harus tetap menjadi perhatian pada tataran moral yakni bagaimana setiap pribadi memberi hak hidup bagi orang lain sesuai dengan haknya sendiri. Tidak hanya itu, di NTT misalnya, beberapa masalah krusial seperti human trafficking yang masih mendera agar segera diselesaikan dengan benar dan adil.

Kepekaan Pemerintah Provinsi NTT terhadap kehidupan riil masyarakat NTT, juga tetap mejadi patokan awal dalam merefleksikan tahun yang lalu, sekaligus menyambut tahun yang baru. Orang bijak selalu menekankan bahwa hidup yang tidak direfleksikan, tidak pantas dihidupkan.

Dengan demikian, hidup butuh refleksi demi pemurnian hidup itu sendiri. Kedua refleksi di atas ditujukan untuk menciptakan sebuah ruang publik yang damai, di mana setiap orang bisa hidup bebas sesuai dengan hak dan kewajibannya.  Tahun baru harus disertai dengan sebuah kemauan untuk berubah.

Perubahan mendasar adalah perubahan diri yang rela berbagi dengan orang lain, entah dalam tataran politik, juga pada tataran kehidupan moral setiap orang. Setiap orang harus segera mungkin merefleksikan kedua dasar hidup di atas.

Jika tidak, tahun baru 2015 hanyalah pergantian waktu tanpa ada inti perubahan hidup bersama, terkhusus hidup dalam sebuah negara. Kerinduan akan politik yang lebih mengakar dan hidup yang lebih saling menghormati adalah inti refleksi di tahun baru ini. Selamat Tahun Baru 2015!(Victory News,03/01/2015)
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Flag Counter

Featured Post 3

Arsip Blog

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support