Post views: counter

Rabu, 07 Januari 2015

Menyorot UMK



IJAZAH itu simbol pencapaian akademik. Nilainya bersemayam dalam tulisan berotoritas dari negara dalam rupa nomor registrasi kelulusan. Tanpa itu, ia bukanlah apa-apa dan pemegangnya pun bukanlah siapa-siapa secara akademik. Ia tidak terdaftar, tidak diakui, dan tidak menjadi simbol kebanggaan intelektual.

Barangkali itulah keadaan yang dialami alumni fakultas agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) saat ini. Ada yang belum mendapatkan ijazah, sementara yang lainnya mendapatkannya namun tidak memiliki legalitas nomor induk registrasi kelulusan (Nirel) yang teregistrasi di Dikti.

Reaksi pun muncul dalam rupa aksi penyegelan kampus oleh mahasiswa aktif universitas tersebut, ekspresi kejengkelan terhadap pihak kampus dan ungkapan ketakutan akan masa depan mereka sendiri. Penyegelan ini memaksa pihak kampus meninjau beberapa hal berikut.


Pertama, soal keterlambatan penyerahan ijazah kepada seluruh alumni fakultas tersebut. Mengapa? Dibutuhkan penjelasan lugas guna menjawab keraguan atas eksistensinya. Kedua, soal penolakan ijazah bagi alumni FAI yang mengikuti tes CPNSD karena tidak tertera Nirel Dikti.

Pekerjaan rumah bagi pihak kampus adalah menerangkan sejelas-jelasnya tentang status fakultas tersebut itu kepada seluruh civitas akademika agar teka-tekinya tuntas. Ketiga, soal transparansi dunia pendidikan. Tidak sedikit kampus di Indonesia yang mengalami persoalan perizinan Dikti.

Problemnya hampir sama yakni soal registrasi dan bukti legalitas dari Dikti. Akibatnya, urusan administrasi baik bagi mahasiswa maupun bagi lembaga tersebut pasti bermasalah. Pertanyaannya, sudahkah FAI mendapat izin itu? Bila belum teregistrasi maka perlu dipaparkan secara terbuka kepada seluruh pihak terkait.

Tujuannya agar tidak ada pihak yang merasa dicederai haknya dan merasa dibohongi. Transparansi itu bagian penting dan salah satu nilai tertinggi dalam dunia pendidikan. Karenanya, kita bersama-sama dan dengan kepala dingin mencarikan jalan keluar terbaik bagi persoalan itu.

Perlu dilakukan dialog terbuka agar kedua pihak sama-sama mengetahui status perizinannya. Dengan cara ini, segala dugaan, asumsi, prasangka dan teka-teki tentang keterlambatan dan kelambanan penyelesaian ijazah bagi alumni segera berakhir.

Barangkali lebih baik bila pihak UMK melibatkan pemerintah daerah guna mencarikan solusi bagi persoalan ini. Semoga saja kasus FAI UMK ini menjadi bahan pelajaran berarti bagi perguruan tinggi lainnya. Pendidikan bukan semata soal transfer pengetahuan tetapi juga soal etika kerja, teknik manajemen dan transparansi. Mari mendukung agar status akademik FAI UMK segera tuntas.
(Victory News/06/01/2015
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Flag Counter

Featured Post 3

Arsip Blog

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support