Post views: counter

Senin, 05 Januari 2015

Reaktualisasi dan Revitalisasi Jiwa dan Semangat Sumpah Pemuda

Igo Halimaking

LAGI, momentum duapuluh delapan Oktober kita rayakan. Kini di tahun 2014 di usianya yang ke-86 tahun, kita merayakan lagi sejarah kebangkitan pemuda Indonesia, yang memberi fondasi bagi berdirinya bangunan bersama yang kita sebut Indonesia. Perjuangan pemuda mendeklarasikan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 yang telah memberikan semangat dan motivasi baru bagi bangsa Indonesia untuk memperjuangkan eksistensinya sebagai bangsa yang berdaulat.

Secara nasional peringatan hari Sumpah Pemuda yang ke-86 mengangkat tema “Bangun Soliditas Pemuda Maju dan Berkelanjutan”. Kiranya tema ini mampu diresapi dan dihayati pemuda Indonesia sehingga perayaan sumpah pemuda tahun ini membawa semangat baru.

Untuk itu dalam rangka memberikan makna yang lebih dalam akan momentum sejarah pemuda, bangsa ini perlu merekonstruksi dan mereaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam perjalanan sejarah dimaksud agar tetap relevan dan terpatri di tengah perubahan zaman. Reaktualisasi jiwa dan semangat.

Hari Sumpah Pemuda harus dimaknai sebagai upaya serius dalam menjaga integritas, karakter, dan semangat nasionalisme di tengah pelbagai persoalan yang melanda bangsa, baik yang datang dari dalam negeri maupun sebagai akibat dari proses interaksi global.

Kompetensi dan daya saing merupakan bagian integral dari karakter bangsa yang harus terus diperkokoh terlebih bagi pemuda guna menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean tahun 2015. Peringatan Sumpah Pemuda tahun ini juga harus dimaknai oleh generasi penerus dewasa ini untuk membaca ulang makna sumpah pemuda dengan memupuk jiwa dan semangat kebangsaan.

Peringatan Sumpah Pemuda harus dijadikan momen pembenahan diri, yang maknanya mesti direvitalisasi. Kegagalan dalam memaknai Sumpah Pemuda membuat Indonesia rentan dalam menghadapi sejumlah persoalan besar. Sebut saja kemiskinan, terorisme, korupsi dan kekerasaan atas nama agama. Pemuda mesti mengambil peran dalam menghadapi pelbagai masalah yang dihadapi bangsa ini.

Demi kedaulatan bangsa, makna Sumpah Pemuda perlu direvitalisasi. Ada lima langkah revitalisasi Sumpah Pemuda. Pertama, pembauran antarsuku (inklusif). Kedua, penyebaran merata. Ketiga, penghargaan prestasi dalam berbagai bidang. Keempat, pengembangan bahasa Indonesia sebagai identitas, pemersatu alat komunikasi, bahasa ilmu, bahasa seni budaya, dan bahasa politik kenegaraan.

Kelima, pembinaan potensi generasi muda lewat organisasi kepemudaan, olah raga, seni budaya, media massa, dan politik. Tahun 2014 sebagai tahun kebangkitan pemuda harus menjadi motivasi guna mengapai pemuda yang maju. Nilai–nilai Sumpah Pemuda yang terjabar dalam sumpah satu Tanah Air, satu bangsa dan menjunjung bahasa persatuan yakni Bahasa Indonesia harus dimaknai sebagai momentum yang strategis dan penting untuk diperingati guna membangun karakter bangsa yang dilandasi nilai–nilai luhur bangsa untuk mewujudkan pemuda Indonesia yang maju yakni berkarakter, berkapasitas dan berdaya saing.

Konteks NTT Sumpah Pemuda dalam konteks NTT hendaknya dibaca sebagai sebuah ruang refleksi bersama. Bagaimana pemuda NTT menjadi agen perubahan sosial atas silang sengkarut ruang hidup bersama bernama NTT? Toh sudah bukan rahasia lagi, kalau NTT sampai saat ini menjadi sorotan nasional dan internasional, bukan lantaran prestasinya (tanpa menafikkan toh ini ada), tetapi justru karena keprihatinan.

Kenyataannya seolah pemuda NTT tak peduli terhadap kondisi ini. Pemuda NTT seperti terus dininabobokan atau meninabobokan dirinya. Para pemuda NTT, meminjam istilah Immanuel Kant, masih tertidur dogmatis; kondisi di mana akal, nalar dan mungkin juga rasa belum tercerahkan.

Pemuda NTT belum menunjukkan dirinya sebagai kelompok penggerak perubahan, tanpa menafikkan kelompok pemuda atau orang per orang yang sudah mulai bergerak. Tetapi sebagai sebuah gerakan bersama sebagai pemuda NTT, belum tampak maksimal. Kultur feodal yang begitu melekat, benar-benar membuat energi dan semangat muda itu layu.

Pada level kampus, hampir 90 persen mahasiswanya memiliki orientasi besar menjadi pegawai negeri sipil. Pada aras yang lain, stereotip pemuda NTT yang identik dengan premanisme begitu kuat di tengah masyarakat. Konflik antarpreman di Jakarta (kasus Ampera) baru-baru ini sedikti banyak menunjuk kita akan fakta ini.

Akan selamanyakah para pemuda NTT dikenal hanya karena dia pastor, pendeta, PNS, dan preman?
Kondisi NTT yang makin hari makin terpuruk sebetulnya membuka mata para pemuda NTT di mana saja berada untuk berada di garis depan perubahan. Pemuda NTT bukan lagi generasi penerus, tetapi mereka adalah generasi penentu, ke mana ruang bersama ini akan dibawa.

Terminologi generasi penerus yang digaungkan begitu kuat, toh bisa saja disalahartikan, dengan meneruskan juga korupsi, meneruskan praktek banal kekuasaan, dan sebagainya. Saatnya pemuda NTT mengidentifikasi dan mengikrakan diri sebagai generasi penentu.

Harapan menjadi lebih baik selalu ada. Pintu perubahan itu senantiasa terbuka lebar. Pertanyaannya adalah apakah kita mau? Sebagai generasi muda kritis, pemuda NTT perlu membina dirinya menjadi knowledge producer, yang tidak lagi dan hanya menjadi knowlede consumer. Mereka adalah generasi muda yang punya kepekaan sosial (dalam kata dan tindakan sekaligus).

Mereka adalah generasi muda yang mau menjangkau cita-cita dan harapan hidup yang lebih besar. Pemuda NTT adalah kelompok masyarakat yang menjadi garam dan terang dalam komunitasnya. Pemuda NTT adalah garda terdepan mewujudkan NTT yang adil dan sejahtera. Pemuda NTT adalah kelompok yang membangun relasi kritis dengan pemerintah, gereja, budaya-budaya lokal, dan arus besar dari luar.

Pemuda NTT adalah kelompok di mana keadilan, perdamaian, dan keutuhan lingkungan hidup itu terejawantahkan. Pemuda NTT adalah kelompok pengaruh (positif), dan bukan kelompok yang justru dipengaruhi. Utang Pemuda NTT Utang Pemuda NTT yang harus dibayar adalah lingkungan hidup yang kini rusak, anak-anak gizi buruk, anak-anak putus sekolah, kekerasan dalam rumah tangga yang meningkat, angka kematian ibu melahirkan yang tinggi, kinerja birokrat yang lemah, korupsi yang merajalela, penerapan hukum yang tumpul ke atas tapi tajam ke bawah, para petani yang terjepit oleh liberalisasi ekonomi, kelompok masyarakat lingkar tambang yang hidupnya sedang terancam, saudara-sadara kita yang dijadikan barang jualan (trafficking), TKI yang dideportasi dan disiksa di luar negeri, dan masih banyak utang lainnya. Waktu ini adalah waktu bagi para pemuda NTT. Silakan memilih: ambil sebagai kesempatan positif atau tinggal tenggelam pada kondisi tidur dogmatis berkepanjangan?

(Tulisan ini sudah dipublikasikan penulis di SKH Victory News,Oct 28, 2014)
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Flag Counter

Featured Post 3

Arsip Blog

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support